PINDAH (?)

56 7 0
                                    

Radika berjalan menghampiri adiknya yang sedang termenung dengan tatapan kosong. Hampir satu tahun berlalu sejak kejadian yang menimpa mereka. Laura memang sudah bisa tersenyum dan membuat orang disekitarnya bahagia, tapi terkadang ada masa dimana dia akan memilih menyendiri dan melamun seperti yang dilakukannya saat ini.

"Adek.."panggil Radika lembut.

"Ada apa bang? Maaf adek tadi nggak ikut abang jogging."sahut Laura.

"Nggak papa dek, abang tau kok kalo kamu lagi nggak enak badan."jawab Radika.

Radika merubah posisinya agar tubuhnya menghadap Laura, kemudian dia meraih Laura kedalam pelukannya. Laura kembali menangis setiap Radika memeluknya.

"Maafin adek ya bang, adek belum bisa nepatin janji adek ke abang. Adek masih sering nangis dan murung. Maaf.."tangis Laura semakin menjadi. Radika membelai lembut kepala adik tersayangnya itu.

"Ra, abang memang kesal dan sakit saat ngelihat kamu kayak gini. Abang ngerasa nggak mampu ngebuat kamu kembali bahagia. Tapi sebesar apapun usaha abang buat bikin kamu bahagia akan percuma jika kamu tetap mengingat hal yang membuatmu sedih dan terluka. Abang nggak minta kamu melupakannya, abang cuma minta kamu bisa menerimanya. Dengan begitu dengan sendiri kamu akan bisa merasakan kebahagiaan lagi."

"Rara kangen bang.. Kangeen banget."

"Semuanya juga kangen Ra, ingat, kamu itu nggak pernah sendirian sayang."ucap Radika kemudian mencium kening Laura.

Selama beberapa saat, kicau burung lah yang menemani mereka. Laura yang masih berada dipelukan kakaknya perlahan sudah tidak terdengar tangisnya lagi.

"Dek, kakak bertanya boleh?" ucap Radika dan dijawab anggukan oleh adiknya.

"Abang kan udah lulus SMP nih, terus kamu kan naik kelas 3, gimana kalau kita pindah ke Surabaya? Disana kita mulai lagi kehidupan kita, lagian kan Papa juga merintis usaha baru disana. Yah untung-untung biar Papa nggak bolak-balik jogja-surabaya. Bagaimana menurutmu?"

Laura menatap kakaknya tak percaya, pindah? Pikirannya melayang kepada kakeknya yang dimakamkan disini, di kota kelahirannya.

"Tapi kakek dan nenek disini Bang, kenapa kita harus pindah? Kenapa kita harus ninggalin mereka?" tanya Laura kepada kakaknya.

"Kita nggak ninggalan mereka sayang, tapi masak kamu tega sama Papa yang harus bolak-balik kayak gini." jawab kakaknya lembut.

"Rara pikirin dulu ya Bang, kasih Rara waktu. Disini Rara memiliki banyak sekali kenangan." ucap Laura memandang wajah sang kakak.

"Iya abang ngerti, oh iya nanti kita jalan-jalan yuk, ada pertunjukkan di alun-alun. Kan udah lama kita nggak main kesana." ajak Radika.

"Boleh, ajak Mama sama Papa juga ya."ucap Laura

Sore itu sesuai dengan rencana mereka, Laura Radika dan kedua orang tuanya pergi untuk berjalan-jalan di alun-alun kota. Kehangatan sebuah keluarga yang telah lama hilang kini tercipta kembali. Tiada pernah senyum menghilang dari wajah mereka. Laura yang telah lama terkurung dalam kesedihan, kini mampu untuk tertawa lepas.

Pak Surya begitu bahagia melihat tingkah lucu putrinya telah kembali. Dia sangat bersyukur kepada tuhan karena masih mengijinkan putrinya untuk merasakan kebahagiaan.

Saat malam telah hampir larut, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah dan beristirahat karena besok pagi harus memulai rutinitas seperti biasa. Laura yang sejak memasuki mobil terus diam akhirnya membuka suaranya. Mengatakan keputusan tentang rencana kepindahan mereka.

"Rara nggak pengen pindah Pa, Ma, Bang.."ucap Laura.

"Rara sudah memutuskan untuk belajar mengihklaskan, Rara sadar selama ini yang telah Rara lakukan adalah salah. Terima kasih sudah memahami Rara selama ini dan maaf jika Rara seringkali menyusahkan dan membuat kalian sedih." ucap Laura berusaha menahan tangis.

Di Antara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang