SURABAYA

88 8 5
                                    


Setelah mengurus segala keperluan kepindahannya Radika dan Laura akhirnya berangkat ke Surabaya bersama orang tua mereka. Dengan perasaan sedikit berat Laura menatap pemakaman umum di belakangnya yang semakin lama semakin tak terlihat.

"Selamat tinggal kakek, do'akan Rara dan bang Dika sukses ya kek."batin Laura.

Radika yang melihat raut sedih sang adik segera membawanya ke dalam pelukan. Memberikan kenyamanan agar adiknya itu tidak lagi merasakan sedih dan sendirian.

Perjalanan dari Jogja menuju Surabaya bukanlah perjalanan singkat, terlebih jika menggunakan mobil pribadi. Sesekali Radika menggantikan sang Papa menyetir agar Papanya bisa beristirahat.

"Diam aja Ra,"ucap Radika kepada adiknya untuk memecah keheningan.

Laura menemani kakaknya yang sedang menyetir agar orang tuanya bisa beristirahat. Selain itu karena Laura juga merasa tidak ngantuk.

"Eh abang.. Maaf Rara ngelamun, masih lama ya bang sampeknya?" tanya Laura.

"Kamu bosen ya? Kalau nggak harus bawa mobil ini kita bisa naik pesawat sebenarnya."jawab Radika sedih.

Ya, karena permintaannya untuk membawa mobil kesayangannya ke Surabaya membuat mereka harus menempuh perjalan yang sangat panjang dan melelahkan.

"Bukan gitu maksud Rara, maaf.." ucap Rara menyesal karena mebuat kakanya sedih.

"Kalo kamu capek tidur aja dek."

"Enggak kok bang, adek nggak ngantuk."

"Dek, kamu yakin kita pisah sekolah? Avang khawatir kalau kamu nggak sama abang." tanya Radika tiba-tiba.

"Abang tenang aja, aku pasti baik-baik saja, aku kan juga harus belajar mandiri, lagian kalo kita bareng-bareng terus nanti abang jomblo terus lo.." ucap Laura yang membuat Radika berdecak sebal.

"Memang kamu punya pacar, pake bilang abang jomblo. Abang itu single."sahut Radika.

"Sama aja abangku sayang, sama-sama nggak punya pacar." ucap Laura kemudian tertawa.

"Abang masih ingin lihat kamu bahagia baru abang mikirin pacar." sahut Radika yang langsung membuat Laura terdiam.

"Karena itu bang, abang selalu mikirin Rara, sekarang gantian Rara yang mikirin dan berkorban buat abang. Rara udah gede, percaya sama Rara." ucap Laura seraya menggenggam tangan kakaknya itu erat.

"Okay, tapi kalau ada apa-apa langsung cerita sama abang.  Jangan ada yang ditutupi, nggak boleh bohong sama abang. Tetap abang yang antar jemput kamu, kalo deket sama cowok kenalin dulu ke abang. Terus.."

"Iya abang iya.. Cerewet deh.."ucap Laura gemas kepada abangnya yang sangat protektif itu.

"Abang sayang sama kamu dek."ucap Radika.

"Adek juga.." mencium pipi kiri kakaknya.

Perjalanan yang mulai membosankan itu seketika berubah penuh canda. Radika dan Laura saling melempar canda untuk mengusir kantuk. Tak jarang mereka bernyanyi bersama. Hingga membuat perjalan itu tak terasa sampai mereka sampai di kota tujuan.

***

"Adek cepat bangun.." teriak Radika membangunkan Laura.

"Kebiasaan deh, ayok dek ini kan hari pertama kamu masuk sekolah. Masak hari pertama telat sih, kan nggak lucu."

"Iya iya abang, ini adek bangun, abang tunggu di meja makan saja." ucap Laura yang sudah berjalan menuju kamar mandi.

"10 menit lagi abang nggak lihat kamu di meja makan, abang bakal tinggal kamu."

"Abang tega.."teriak Laura dari dalam kamar mandi.

"Bodo amat," Radika berlalu menuju ruang makan menghampiri kedua orang tuanya.

"Laura sudah siap Bang?"tanya Pak Surya yang melihat Radika turun sendirian.

"Masih mandi Pa.. "jawab Radika.

"Ya Allah anak itu nggak berubah juga ya, sukanya kok ngebo."ucap Bu Surya yang membuat semua orang tertawa.

"Hayo ngomongin adek ya?" tanya Laura yang sudah bergabung bersama mereka.

"Cepet banget kalo mandi? Kamu udah mandiri beneran nih?" tanya Radika meragukan.

"Ih nyebelin deh abang.. Nih bau nih bau.." ucap Laura seraya mengapit kepala abangnya dengan ketiak.

"Adek udah ah, ngk sopan gitu sama abang."ucap Bu Surya menyudahi tingkah putra putrinya.

"Habis abang ngeselin banget." gerutu  Laura.

"Adek ih, rambut abang jadi rusak kan.."sungut Radika.

"Biarin.." sahut Laura semakin mengacak rambut kakaknya.

"Raraaaa..."teriak Radika yang langsung memeluk Laura agar tidak banyak bergerak.

"Abang lepasin, Mama Papa tolong Rara.."

Pak Surya dan Bu Surya tersenyum melihat tingkah putra putrunya itu. Raut kelegaan terpancar jelas diwajah mereka. Dalam hati mereka berharap agar keluarga kecil ini selalu dalam lingkaran kebahagiaan.

***

"Memang benar jika bahagia harus dicari, tapi tak sepenuhnya benar juga. Karena bahagia dapat kita cipta sendiri, berani melangkan meninggalkan masa lalu contohnya."

***

Maaf kalau pendek soalnya part ini memang segini idenya.. Nanti di part selanjutnya akan ada tokoh baru..

Selamat membaca.. Jangan lupa meninggalkan jejakmu..

Peluk cium dari author😘😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Antara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang