Prolog

74 18 22
                                    

Jari tangannya menari dengan lihai di atas tuts piano, menghasilkan alunan-alunan sedu yang menyayat hati. Nostalgia perlahan hadir bersamaan dengan alunan tersebut. Mengundang bulir hangat yang sebelumnya enggan untuk mengalir di pipinya.

Mata terpejamnya mengingat-ingat hari-hari dimana ia masih dalam satu atap bersama orangtuanya walaupun keretakan tiada henti. Pertengkaran kedua orangtuanya yang terdengar jelas di telinganya, suara pecahan kaca yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi ngilu dan ngeri, serta nama-nama asing yang diperlibatkan dalam pertengkaran mereka.

Seolah semua itu sudah menjadi asupan hari-harinya. Tapi sekali lagi, itu semua sudah berlalu. Namun, tentu saja meninggalkan bekas yang mendalam di batin seorang Byanca, remaja berumur 16 tahun yang kini tengah duduk di bangku SMA.

Merasa muak dengan semua itu, ia pun menyudahi aktivitasnya. Air matanya ia seka dengan kasar, membuat bagian pipinya yang kering menjadi lembab. Perlahan matanya menatap di balik jendela, langit malam yang tak menampaki sang bintang.

Suasana kamar pun ikut sama dengan suasana hatinya. Gelap, dingin, hanya diterangi secercah cahaya. Cahaya harapan yang berulang kali hampir sirna namun bangkit kembali bersamaan dengan ukiran senyum yang penuh arti.

Dengan berbalut piyama berwarna pink polos ia berjalan hendak menutup pintu balkonnya yang terbuka. Matanya yang masih takjub dengan indahnya malam hari itu mengurungkan niatnya. Satu detik kemudian ia berjalan keluar dan kedua tangannya ditaruh di atas pagar balkon.

Mata hazel-nya seolah menerangi malam yang gelap. Angin sepoi-sepoi yang berhembusan berhasil menyapu rambut kecoklatannya yang tergerai lurus dan panjang. Serta mengeringkan jejak air mata yang sempat mengalir di pipi kurus dan pucatnya.

"I really miss you guys." gumamnya.

"Byaaaannnnnn!!!"

Suara cempreng memanggil nama Byanca dengan nyaringnya. Membuat telinga Byanca sakit mendengarnya. Sosok yang memanggilnya adalah Mbak Sisil, orang yang sudah hampir 5 tahun bekerja di rumahnya.

Byanca yang asik menikmati indahnya malam itu pun terpaksa meladeni Mbak yang menyebalkan baginya. Dengan terburu-buru ia masuk ke dalam dan menutup pintu balkonnya.

"Apa sih Mbak, malem-malem gini teriak. Berisik ah,"

Tak peduli lagi dengan Mbaknya, ia pun naik ke atas kasur king size berwarna pink dan menarik selimut motif bunga-bunganya hingga menutupi kepala.

"Cieeee yang besok sekolah hehe," Mbak Sisil mendekati Byanca dan duduk di ujung kasurnya.

"Lah, emangnya kenapa Mbak?" Byanca masih setia membalut tubuhnya dengan selimut.

"Ngapa ya," Mbak Sisil menarik selimut Byanca hingga leher kemudian mencubit hidung Byanca gemas.

"Mbak!! Rese ah!"

"Udah tahun terakhir gini ayo dong cari pendamping hidup buat nemenin hari-hari kamu!" ucap Mbak Sisil antusias.

"Ya itu mah pasti lah Mbak. Tuh kaya anak gengan Byanca contohnya,"

"Ih bukan! Ini mah beda!"

"Ya udah ah puyeng. Sono tidur udah malem! Mikirin kisah Byan mulu heran. Tuh Mbak kapan nikahnya!"

"Yee, kalo Mbak nikah cepet entar Byan sama siapa di rumah?"

"Iya juga sih ya,"

"Nah kan!"

"Ya udah Mbak tidur gih sana! Byan mau mimpi indah,"

"Mimpi ketemu cowok ya?"

"Ye! Kenapa emang?"

"Ya udah Mbak doain kamu ketemu dia di mimpi plus di alam nyata besok!"

"Iya amin... eh, apaan sih gue."

"Yeu, suka ngeles." sahut Mbak Sisil.

Malam itu, Mbak Sisil beranjak ke kamarnya sementara Byanca sudah berada di alam mimpinya. Dan benar saja, ia memimpikan pria seperti yang dikatakan Mbak Sisil.

-oOo-

Now You Know, You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang