1. Pindah

12 1 0
                                    

Selamat membaca

***

Di pagi yang cerah ini, Rara masih menggulung tubuhnya menggunakan selimut. Rasa kantuknya masih terasa karena begadang bermain game bersama kakaknya, Rafi. Walaupun alarm bunyi berulang kali ia tidak ada niat untuk membuka matanya.

"Rara! Anjing, alarm lo ganggu. Suaranya sampai kamar gue."

Rafi, kakak kedua Rara dengan rambut acak-acakan, celana kolor bermotif minions kuning tanpa menggunakan pakaian atas masuk ke kamar Rara yang berada tepat di sebelahnya.

Ia mematikan alarm Rara dan menyeret adik perempuannya itu sampai terjatuh. Ia dengan cepat kembali ke kamarnya sebelum terkena marah adiknya.

"KAFI!"

"Anjing, sakit banget." keluh Rara lalu berdiri sambil memegang pinggangnya.

Dengan malas, ia membuka lemari dan mengeluarkan seragamnya lalu bergegas mandi. Hanya butuh waktu lima menit untuk mandi dan sepuluh menit untuk siap semuanya. Ia menuruni tangga seraya membetulkan dasinya yang tidak bisa rapi, sungguh ia sangat sebal dengan hal ini.

"Gue benerin sini." ujar Revan, kakak ketiga Rara dan kembaran Rafi yang sedang duduk menunggu kakak dan adiknya siap.

Iya, Rafi dan Revan kembar.

Rara menyerahkan dasi itu ke Revan, ia sudah menyerah. Daripada memaksakan dan membuang - buang waktu.

"Kaos kaki gue mana, Ra? Gue tahu lo yang ambil. Balikin!" ujar Rafi yang tiba - tiba datang sambil membawa sepatu di kedua tangannya.

"Mulut lo, main fitnah sembarangan."

Revan memberikan dasi Rara kembali, "Gue cuci. Bau banget bangsat. Gak lo cuci berapa tahun?"

"Bilang dong, gue jadi fitnah si Rara. Tapi thanks loh sekarang gue bingung pakai kaos kaki apa."

"Kaos kaki gue kan bisa. Ayo, keburu telat."

Dengan malas Rafi menaiki tangga lagi untuk mengambil kaos kaki. Di lantai tiga rumah mereka memang khusus untuk mereka saja termasuk kamar.

"Rara mau kemana?" tanya Adena yang baru saja turun dari lantai dua.

"Sekolah lah. Mamah sendiri mau kemana? Masih pagi udah rapi."

"Ngurus pindahan sekolah kamu."

"Hah?" beo Rara dan Revan.

"Hah heh hah hoh, kamu gak inget lagi diskorsing? Udah banyak laporan yang masuk, jadi mamah pikir akan lebih baik kalau kamu satu sekolah dengan kedua kakak kamu."

Rafi yang ada di tangga menutup mulutnya terkejut, namun setelah itu ia mengembalikan raut wajahnya seperti semula,  "Rara serius mau satu sekolah sama kita?"

"Pindahin Rara ke sekolah lain dong. Gak mau banget satu sekolah sama mereka. Nanti Rara gak bisa bebas, eh." Rara keceplosan.

"Nah, maka dari itu. Kalau beda sekolah nanti gak ada yang ngawasin kamu."

Saat ini, sesuai dengan keputusan Adena untuk memindahkan sekolah Rara mereka berada di ruang kepala sekolah. Rara merengek untuk membatalkan rencana tersebut, tapi apa boleh buat, keputusan Adena sudah tidak dapat diganggu gugat.

"Jadi, Ananda Ratu Rafa dapat mulai sekolah disini besok."

"Gak boleh lusa aja, Pak?" tanya Rara dan dibalas dengan senyuman oleh kepala sekolah.

"Minggu depan deh. Gimana, Pak?" tawar Rara kemudian pahanya dicubit pelan oleh Adena.

"Tidak bisa, Ananda." balas kepala sekolah dengan lembut.

"Maaf ya, Pak. Anak saya yang satu ini memang tidak sopan."

"Tidak apa - apa, dia belum beradaptasi. Semoga bisa betah sekolah disini."

"Baik, Pak. Kalau begitu kami pamit, terima kasih."

Rara membuka pintu bertepatan dengan salah satu siswa yang hendak masuk membuatnya terkejut dan terhuyung ke belakang. Siswa tersebut juga terkejut, tapi sebisa mungkin ia menjaga raut wajahnya.

"Sorry, permisi."

Rara bergeser sedikit membiarkan ia masuk tanpa melepaskan pandangan dari cowok itu. Wajahnya diusap kasar oleh Adena karena ia tahu anaknya sedang terpesona oleh kegantengan siswa tadi.

"Razel. Kalau gini gue kan jadi semangat sekolah." gumamnya setelah melihat nametag cowok itu.

***

4ARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang