Bab 1

4 0 0
                                    

Mengawali tahun pelajaran baru, hari ini diadakan upacara bendera sekaligus upacara penerimaan siswa baru di salah satu sekolah kenamaan. Sudah barang tentu para kakak kelas memulai aksi berburu mangsa alias newbie di sekolah mereka, yaitu para adik kelas. Tapi itu semua tidak berlaku bagi cewek yang satu ini.

Namanya Aurum Maheswari. Salah satu siswa dari angkatan peralihan. Maksudnya adalah peralihan adik kelas dan kakak kelas, siswa tengah dari tiga tingkatan. Bukan tipe-tipe flora dan fauna yang ada di Indonesia.

Di saat teman-temannya sibuk berburu cogan (cowok ganteng), ia justru sibuk belajar. Iya belajar. Belajar melupakan mantan maksudnya.

Berbicara soal mantan, Aurum baru saja sampai di parkiran sekolah. Tak sengaja matanya menangkap sosok familiar yang berjalan meninggalkan parkiran sekolah. "Masih pagi udah liat yang bikin mata sepet aja," Aurum bergumam pelan sambil sesekali melirik objek yang ia bicarakan.

Cowok di hadapan Aurum mengernyitkan alis. "Liatin siapa sih, dek?" Tanya cowok itu penasaran. Ia lalu membalikan badan membelakangi Aurum, celingak-celinguk mencari objek pandangan cewek di belakangnya itu. "Apa sih abang, kepo banget!" Aurum merengut sebal.

Iya, cowok yang berdiri di hadapan Aurum adalah kakaknya. Namanya Kainan Maheswara. Ia kemudian membalikan badan menghadap Aurum lagi. "Oalah, liatin mantan. Pantesan mukanya jadi kusut kayak gitu," kata Kai mangut-mangut.

"Udah ah, males sama abang. Aku ke kelas duluan ya. Dadah BANG KAI busuk," kata Aurum memberikan penekanan saat menyebut nama sang kakak. Ia mengecup kilat pipi kanan Kai sebelum berlari kecil meninggalkannya. Kai hanya mendengus lalu meninggalkan parkiran menuju kelasnya, XII IPS 1.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aurum berjalan santai di koridor kelas XI sambil menyapa orang-orang yang ia kenal. "Au!" Teriak seorang cewek dari belakang. Aurum malah mempercepat langkahnya. "Au budek, tungguin gua!" Teriak cewek itu lagi. Cewek itu lalu berlari sambil menjulurkan tangan, lalu, hap gotcha! Sorak cewek itu dalam hati.

Ia kemudian menarik kerah baju Aurum, membawanya melipir ke sisi koridor. "Sumbangin aja tuh kuping dua kalau lu nggak pakai buat dengar," sindir cewek itu. Yang disindir malah cengengesan.

"Lagian lu nggak manggil nama gua. Apaan cuma teriak 'au' doang. Kirain mau berubah jadi serigala, kan serem," kata Aurum berlagak ngeri sambil meneruskan langkah. Yang diajak bicara jadi jengkel karena ditinggal begitu saja.

Cewek itu adalah Laluna Mayasari. Teman seperjuangan Aurum dari MPLS sampai sekarang. Teman dekat satu-satunya yang dimiliki Aurum.

"Eh eh tadi lu liat Ardan nggak? Ada yang beda dari penampilannya lho. Doi ganti gaya rambut euy. Katanya nih, kalau potong rambut abis dapet masalah tuh buat buang sial. Berarti lu kesialan dong buat dia." Luna nyerocos panjang lebar.

Fyi, Ardan itu nama mantannya Aurum. Nama lengkapnya Ardanares Dirgantara. Sudah berstatus sebagai mantan pertama Aurum sejak liburan kenaikan kelas pada hari ke lima.

Aurum jadi kesal gara-gara Luna memuji Ardan, tidak tahu kalau suasana hati Aurum sedang tidak bagus untuk ghibahin mantannya itu. "Ngapain sih bahas dia. Mau dia salto kek, jungkir balik kek, gua udah nggak peduli lagi. Mending ngomongin Sehun aja. Makin hari tingkat ketampanannya makin melunjak," kata Aurum berusaha mengalihkan pembicaraan.

Melihat reaksi Aurum yang mencoba menghindar, Luna jadi tak bisa tahan untuk tidak tertawa. Dia tak habis pikir dengan teman sejawatnya yang satu ini. Antara perasaan, logika, dan ego jalannya tidak sinkron. Luna jadi gemes pengin jedotin kepalanya Aurum. Mungkin saja  proses penyembuhannya bisa bikin tiga hal tadi jadi berjalan di alur yang benar.

"Nggak usah sebut-sebut kesayangan gua buat ngalihin topik. Lu boleh ambil member EXO yang lain asal bukan bayi piyak gua," kata Luna bersungut-sungut.

Langkah kaki Aurum hampir berhenti gara-gara bersitatap dengan Ardan. Jadi, ruang kelasnya Aurum dan Luna ada di pojok, sebelah kanan ruang kelasnya Ardan. Mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus melewati kelas Ardan untuk sampai di ruang kelasnya sendiri. Nah kebetulan, Ardan sedang berdiri di depan kelasnya, menatap Aurum dengan kedua bola mata jelaganya.

Aurum jadi dugeun dugeun karena ditatap sedemikan rupa oleh Ardan. Ini adalah kali pertama mereka saling memandang dengan status mantan. Rasanya tidak jauh beda dari ketika masih pacaran. Ardan memang selalu memperhatikan Aurum secara mendalam. Hal itu hampir saja membuat gerakan move on yang dilakukan Aurum batal di seperempat jalan. Iya baru segitu. Tekadnya yang masih bulat ketika di rumah sekarang pecah menjadi beberapa keping sejak melihat Ardan di parkiran sekolah.

Aurum menundukan kepalanya lalu berjalan dengan cepat. Meninggalkan Luna yang sekarang sedang sibuk ngoceh tentang betapa imutnya Baekhyun menghadiri suatu acara walaupun gayanya sudah bossy.

"Jalannya nggak usah nunduk gitu kalau nggak mau malu gara-gara nabrak orang." Suara berat Ardan menginterupsi langkah Aurum dan Luna yang ada di belakangnya. Aurum menegakkan badan, mengangkat dagu tinggi-tinggi lalu melangkah dengan percaya diri melewati Ardan.

Ardan jadi terkekeh geli melihat tingkah Aurum. Sedangkan Luna hanya mengernyitkan alis, pertanda bingung. Ternyata hubungan mereka nggak sekaku yang Luna pikirkan. Ardan memang masih se-care itu dengan Aurum walaupun mereka sudah tak saling menopang lagi. Dan Aurum masih menuruti Ardan walaupun egonya setinggi langit.

Semoga mereka menemukan jalan terbaik untuk mencapai kebahagian yang mereka definisikan tanpa saling menyakiti.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Upacara bendera sekaligus upacara penerimaan siswa baru sedang berlangsung. Barisan kelas X, XI, dan XII terasa hening. Namun terdengar suara bisikan pelan dari barisan kelas XI IPA 3, kelasnya Aurum, di bagian tengah.

"Psst... Au! Lu oke nggak?" Tanya Luna yang berbaris di sebelah kiri Aurum. Aurum kemudian mengangkat tangan kirinya sejajar ikat pinggang dengan pandangan terkunci ke depan. Mengacungkan ibu jarinya, tanda bahwa ia merasa baik-baik saja. Luna bisa sedikit bernapas lega melihat kode yang diberikan Aurum.

Sebetulnya bukan tanpa alasan Luna bertanya demikian. Wajah Aurum terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Dahinya dihiasi bulir-bulir keringat sebesar biji jagung dengan ekspresi wajah seperti sedang menahan sesuatu. Siapa yang tidak khawatir melihat temannya menunjukkan tanda-tanda akan tumbang seperti itu.

"Kalau lu ngerasa nggak enak badan bilang ya, nanti gua anterin ke UKS. Jangan maksain diri," bisik Luna sekali lagi. Aurum mengabaikan bisikan Luna, fokus menjaga pandangannya yang mulai buram sejak beberapa saat yang lalu.

Menit demi menit berlalu. Aurum mulai merasa kakinya melemas. Keringat dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Suara pembina upacara seakan-akan hanya angin lalu di telinganya. Hingga Aurum kehilangan keseimbangan. Pandangannya menggelap seiring dengan tubuhnya yang nyaris menyentuh tanah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung

Mantan? Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang