Part 10

3.5K 357 61
                                    

#SERATUS_KOIN_EMAS
#PART_10
#RORO_JONGGRANG

Air mata runtuh begitu saja melihat kepergian gadis yang telah banyak memberikan kenangan di hati. Semua yang tersisa hanya air mata yang mampu membuat napasnya sesak. Riu duduk berpangku tangan memikirkan pesan terakhir gadis asal Aceh yang baru saja pergi dalam hidupnya. Bahwa cinta sesungguhnya bukan kepada manusia melainkan pada Tuhan.

Cinta yang tak pernah ia temukan, cinta yang tak pernah ia rasakan. Selama ini hanya acuh yang ia berikan kepada sang pemilik nikmat. Ya Oja ataupun dirinya adalah milikNya. Sudah semestinya diri mencinta. Berharap gadis itu kembali dan mengajarkannya tentang cinta yang ia maksud. Tak semestinya gadis itu pergi dan menyisakan luka.

“Sabar.” Usapan tangan itu begitu terasa di pundak, lelaki bertubuh tambun itu mendadak hadir di sampingnya.

“Apa lu yang minta dia pergi?”

“Riu ….”

Hening, wajah lelaki berkulit putih itu memerah. Perlahan terisak menahan napas di dada.

“Sakitnya sama, seperti gua di tinggallin Ibu gua Bra, sakiit ….”

Bra luluh, lelaki itu duduk di samping mengusap pundaknya. Belum pernah ia melihat Riu sedramatis ini. Merasakan rasa pahit yang tergambar di wajah. Ditinggalkan Ibunda di saat usianya masih remaja. Kemudian menjalani sebuah kehidupan yang penuh dengan banyak peraturan.

“Fokus aja sama koin emas, lu bisa dapetin cewe manapun yang lebih baik dari Oja.  Banyak cewe yang tergila-gila sama lu, inget itu.”

“Siapa yang lebih baik dari dia! Hah! Maulin? Siapa? Lelaki bodoh yang nggak bisa dapetin dia!” rutuk Riu geram mendengar nasihat Bra, lelaki itu pergi berjalan gontai keluar bandara.

“Gua donk …,” gumam Bra merasa bodoh tak bisa mendapatkan Oja.

Perjalanan lelaki itu lanjutkan, menyusuri kota kembali menuju Prambanan. Menyetir dalam keadaan emosi, sesekali memukul-mukul pada kemudi. Melihatnya Bra maupun Sidi pun terenyuh ada rasa yang tak mampu mereka ungkapkan. 

Memasuki wilayah prambanan, keindahan di matanya terasa membisu. Ia buta, tak mampu melihat kemewahan candi-candi yang tersusun rapi mahakarya semesta. Terlihat rapi dan terawat, hamparan taman juga kebun dan bebatuan sisa-sisa pembangunan candi pada masa lampau terlihat begitu artistik. Puluhan turis asing terlihat memenuhi kawasan. Sempurna. Tapi tak begitu sempurna di matanya. Kesempurnaan di matanya telah hilang. Dalam keraguan terdapat keyakinan yang entah darimana datangnya.

“Patung Roro Jonggrang di mana?” tanyanya.

“Di atas.”

Bra diam hanya terus mengikuti lelaki yang kini memiliki satu tujuan. Riu ambil foto tokoh pewayangan wanita di depannya, dan cukup lama diam di depannya.

“Roro nggak pernah nerima cinta Bondowoso, meski lelaki itu sudah memenuhi permintaannya membuat hampir seribu candi. Lelaki itu gagal dan kesal akhirnya mengutuknya menjadi batu. Tapi mungkin itu lebih baik bagi Roro daripada harus menikah dengan Bondowoso,” ucap Bra mencoba membuka hati lelaki disampingnya.

“Maksud lu apa?”

“Cinta lu itu bodoh, nggak masuk akal. Melakukan apapun Oja nggak akan mau sama lu. Sekarang lu pikirin nasib lu, seratus koin emas, lupain Oja, lupain Islam. Stop.”

Bra pergi meninggalkan pesan yang begitu menyayat hati. Oja, Islam bagaimana lelaki bertubuh tambun itu bisa memintanya mencoba untuk melupakanya. Dirinya tak pernah mengenal siapa sebenarnya pemilik hati. Bertahun lamanya hidup dalam kehampaan tanpa ada rasa cinta dari sang pemilik.

 SERATUS KOIN EMAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang