Seorang laki-laki menodongkan pistolnya pada sang istri. Keadaan sang istri? Tak jauh berbeda. Sang istri pun ikut menodongkan pistolnya.Apa masalahnya?
Masalahnya sepele,
Hanya,
Siapa yang akan mengambil rapor anak-anak mereka.
Tak lama, suara tembakan terdengar. Tentu saja ini bukanlah pertama atau kedua kalinya ketiga anak mereka melihat hal tersebut.
Pada akhirnya, besok keduanya pasti akan baik-baik saja. Hanya saja kedua orangtua tersebut dalam keadaan seluruh badan hampir terbalut perban.
Hidup di keluarga yang seperti ini tentu saja bukanlah hal yang baik bagi anak-anak.
Lalu bagaimanakah nasib ketiga anak mereka?
----------
'Dorr!'
'Dorr!'
Seorang anak laki-laki berumur 15 tahun itu pun langsung menuntun sang adik perempuannya menuju kamar mereka yang diikuti dengan adik laki-lakinya yang berumur 14 tahun.
Sang adik perempuan itu pun hanya dapat menangis dan terus menangis. Siapakah yang tidak akan tertekan jika hidup ditengah keluarga abnormal seperti ini?
"Ais takut kak." Keluh sang adik begitu sampai di kamar mereka. Gadis itu pun langsung berhambur ke pelukan Dominic, kakak tertuanya.
Dominic menatap kedua adiknya. Adik perempuannya sedang memeluknya sementara sang adik laki-lakinya, Brian, hanya menatap kosong ke arah punggung Ais.
"Udah, kita tidur aja. Besok semuanya pasti baik-baik saja." Ajak Dominic.
Mereka bertiga pada akhirnya berbaring di ranjang yang sama lalu pergi ke alam mimpi yang indah dan berharap bahwa besok keluarga ini akan berubah. Berubah lebih baik tentunya.
----------
Keesokan harinya, mereka berkumpul bersama di meja makan --dalan keadaan hening--.
"Mama, papa, hari Sabtu besok Ais ada pentas di sekolah. Mama, papa, datang ya!" Senyum sang anak bungsu tersebut seketika luntur dengan todongan dua pistol berlawanan arah.
"Ah, tunggu, ma, pa, Dominic sama adik-adik biar berangkat dulu. Nanti silahkan di lanjut." Pamit Dominic lalu cepat-cepat menarik tangan kedua adiknya untuk keluar dari rumah dan segera menuju halte terdekat.
"Mereka tidak akan tembak-menembak lagi, kan kak?" Tanya Brian hati-hati. Yang hanya dijawab senyuman dan gelengan lemah dari sang kakak. Brian tahu maksudnya, Dominic tidak mengetahuinya pula.
----------
"Udah, Ais masuk sana ya. Belajar yang baik." Kata sang kakak keduanya.
Sudah menjadi rutinitas bahwa kedua kakaknya akan mengantar adiknya dahulu, baru keduanya menuju sekolah mereka.
Tapi, satu hal yang membuat keduanya merasa prihatin terhadap sang adik,
Sang adik, selalu mendapat perlakuan berbeda karena dicap "Anak dari Keluarga Abnormal" --yang artinya mereka mengira bahwa Ais adalah anak yang tidak normal pula--.
Keduanya sempat membela adiknya itu. Tapi apa yang terjadi?
Ya, mereka berdua malah dimarahi para wali murid karena telah membuat anak mereka menangis.
Kenapa tidak homeschooling saja?
Apakah semudah itu?
----------
Semakin hari, suara tembakan itu semakin bertambah --tentunya--. Hingga semakin lama, mereka semakin liar dan hampir saling membunuh.
Pada suatu hari terdapat sedikit --rumor-- bahwa sang ayah pergi ke restoran bersama salah seorang perempuan. Tentu saja hal ini membuat sang ibu marah besar hingga hampir saja membunuh sang ayah.
Namun apa yang terjadi?
Sebuah hal gila pun dilakukan,
Sang ayah menjadikan Brian sebagai perisainya.
Dan apa yang lebih gila?
Sang ibu pun ikut memunculkan rasa teganya. Tampak sang ibu hampir menembakkan peluru ke arah dada sang anak.
Namun,
Tanpa diduga-duga,
Ais,
Bocah ini berlari lalu menendang sang ibu hingga jatuh tersungkur dan akhirnya menembak sang ibu tepat di depan matanya.
Dominic maupun Brian hanya dapat mematung melihat adiknya ini, membunuh ibunya? Sungguh gila!
Tapi tentu saja mereka ikut gila,
Dominic pun langsung merebut pistol yang dibawa oleh Ais dan menembakkan nya ke arah sang ayah dari belakang tentu saja. Walaupun lengan Brian sedikit tergores, namun hal ini tak dapat menyembunyikan senyumannya.
"Kakak, Ais bunuh mama? Kenapa sama Ais kak?" Tanya sang adik sambil menatap kosong ke arah jasad snag ibu.
Tentu saja kedua orangtuanya langsung meninggal ditempat tak lain karena mereka menembakkan peluru tersebut secara brutal dan berkali-kali.
"Hey, it's okay. That easy great! My sister kiill this dam* mother? It was nice!"
"Am I still a normal guy, kak?"
"Yes, you are a normal guy, I am a normal guy too and we are a normal family!"
----------
Ok fix ini part ter-gaje sumpah 😭😭
Peka dong guys, aku tuh butuh semangat dari kalian 😭😭
Kalian vote aja, aku dah seneng pake BANGET!!!
Monmaap ya kalo part ini gaje paket banget. Terutama buat my Special partner...
Doakan semoga aku dapat ide-ide bagus lagi, ok?Aamiin
Tenang, aku pasti bakal kasih part yang ngejelasin ini biar ga terlalu gaje. Tapi tentu aja di next chapter entah kapan....
WkwkwkPokoknya stay tungguin ya...
Bubayyy ✋✋
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time
General FictionIni bukan mitologi Yunani kuno ataupun Romawi kuno Bukan juga film action yang hanya mengerti apa itu tembak menembak Bukan juga cerita kolot agresi militer yang meresahkan banyak orang Ini tentang keluarga, musuh, dan dunia