Aku mengingat bahwa beberapa saat yang lalu, tanganku pasti dengan otomatis telah mematikan alarm ponselku. Jam weker yang berbunyi juga sudah aku atasi dengan baik. Bagus. Tidak ada yang bisa lagi mengganggu waktu istirahatku.
Seharusnya memang begitu.
Lagi pula, kehidupan harusnya memberiku kesempatan untuk bermalas-malasan setelah usahaku untuk membuat toko bunga kecil milikku tetap bisa beroperasi. Melakukan promosi itu kan tidak mudah. Dan untuk usiaku saat ini, itu sangat melelahkan. Tulang-tulangku sudah tidak semuda dulu. Mereka butuh waktu bermalas-malasan.
Richard keponakanku pasti akan menertawakanku jika mengetahui mengenai keluhan tentang usia dan tubuhku. Tapi ugh, aku tidak peduli.
Satu gangguan kembali datang.
What the heck! Aku akan mulai mengurung Garu --kucing milik Richard-- di dalam toilet jika dia masih melakukan apa yang makhluk berbulu itu lakukan saat ini.
Satu gangguan berbentuk benda kenyal dan lembab lagi dan aku melenguh panjang.
"Richard! Singkirkan Garu dari sini!" gumamku kesal sembari masih mengatupkan mata. Aku hanya berputar dan berharap titisan gardfield itu segera meninggalkanku dalam damai.
Bobot Garu lalu menindihku. Memberikanku benda kenyal dan basah yang tampaknya kini menempel lagi di pipiku.
Aku tergelak geli. Menikmati perilaku Garu meski rasa kesal masih tetap ada. Lagipula aroma Garu kali ini tercium menyenangkan. Seperti wangi dari bedak bayi dan minyak telon serta permen karet.
Tunggu.
Itu. Tidak. Mungkin. Kan?
"Mama! Mama!"
Aku mulai mendengar ucapan jernih dan riang di sekitarku. Bibir basah nan kenyal kembali terasa sehingga mau tidak mau, aku mulai mengintip dari balik kelopak mataku.
"Mama!" pekik suara itu lagi dengan senyum tersungging di wajah bulat dan menggemaskan.
Oh my God! Bagaimana aku bisa tiba-tiba menjadi seorang Mama untuk balita mungil yang tiba-tiba pula berada di dalam kamarku?
Aku menganga sembari mendelik ngeri. Segera bangkit dan bertumpu ke kepala ranjang. Masih menatap ngeri kepada gadis itu, aku berucap dengan terbata. "A-aku bukan Mamamu, Nak!"
Gadis itu menggeleng. Tangannya malah menggapai ke arahku. Mendekatiku sementara yang aku lakukan adalah beringsut menjauhinya.
"Mama! Nia kangen..." gumam bocah itu dengan mata berkaca-kaca. Mulutnya tampak berkedut dan aku yakin bocah itu yang berusia uhm, 4 tahun? 5 tahun? Ugh, aku bahkan tidak bisa menebak berapa usianya.
"Mama. Ayo pulang ke rumah..."
Aku semakin mendelik ngeri. Rumah apa yang di maksud bocah itu! Astaga!
Suara derap langkah lalu terdengar dan tidak berapa lama, pintu kamarku terbuka. Richard yang tampil segar terlihat seolah baru selesai mandi tersenyum melihat ke arahku -- ralat, arah kami mungkin--.
"Mama kamu sudah bangun?"
Gadis itu mengangguk.
"Bagus! Kalau begitu yuk turun sarapan!" ucapnya yang segera dipatuhi bocah itu setelah dirinya memberikan kecupan di pipiku. Meninggalkan aku yang masih terpaku dengan sejuta pikiran paling tidak masuk akal di abad ini.
Apa aku sedang masuk ke dalam acara prank?
✳✳✳
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIP OUT
ChickLit"Cinta itu terlalu mewah untuk orang sepertiku. Namun pernikahan tanpa cinta, adalah sebuah neraka. Tidak masalah hidup selibat seorang diri. Lagi pula, aku memiliki Richard -keponakanku- yang bersedia menemaniku hingga tua nanti." -Abianca Mahendra...