TRIP OUT ʕ•ﻌ•ʔ 02

8.5K 1K 17
                                    

Yania tersenyum lebar ketika melihatku kembali masuk ke dalam rumah. Langkahnya terlihat ringan menghampiriku dan dia kembali memeluk kakiku.

"Mama, apa Mama sudah tidak marah?"

Aku memiringkan kepalaku. "Siapa yang marah?"

Netra Yania membola. "Kata Papa, Mama suka marah-marah."

Yania mendongak ketika mengatakannya. Membuatku menunduk dan bisa melihat keseluruhan wajah mungilnya. Matanya bulat sempurna dengan netra berwarna cokelat cerah. Pipi tembamnya merona seperti kelopak bunga ceri. Rambutnya berwarna cokelat gelap dan menyerupai hitam. Tetapi aku bisa menangkap semburat cokelat karena cahaya matahari. Ibunya pasti sangat cantik karena melahirkan putri secantik ini.

Aku menggigit bibirku. Enggan mengakui jika ayah Yania adalah pria yang mempesona. Ugh, baiklah. Jeremi memang pria yang tampan. Tetapi sikapnya sangat buruk hingga minus sampai mencapai inti bumi.

Aku lalu berlutut untuk menyamakan tinggi kami. Kedua tanganku merengkuh pundaknya yang mungil. Dia sangat mungil. Seperti malaikat dengan senyum yang lebar. Jika dia benar anakku, putriku, hidupku pasti akan sempurna.

"Yania..."

"Ya Mama!" jawabnya semangat. Rambutnya yang membentuk sanggul di atas kepalanya bergoyang lucu. Aku tidak melihat sanggulnya tadi. Pasti Richard yang membuatnya ketika aku sedang menjernihkan kepalaku setelah dibangunkan dengan adegan di luar nalar.

Aku kembali menggigit bibirku ragu. Menoleh ke arah Richard yang menghela napas panjang dan menyerahkan keputusan kepadaku.

Tentu saja aku yang harus memutuskan. Membohongi anak sekecil Yania tidak lah bagus meski dia mungkin akan bersedih. Tetapi, jika aku meneruskan kebohongan ini, sampai kapan aku harus melakukannya?

Dan juga, mana sih ayahnya yang malah meninggalkan putrinya di rumahku? Aku tidak habis pikir bagaimana Jeremi bisa seenaknya seperti ini. Lagi pula, hubungan kami tidak seakrab itu sampai Jeremi berani meninggalkan putrinya di bawah pengawasanku.

Bagaimana jika aku memutuskan bertindak jahat dan mencuci otak polos Yania? Mengklaim bocah manis itu untukku dan memintanya untuk meninggalkan ayahnya?

"Kenapa Mama?" Tanya Yania lagi dengan netra melebar. Tangan mungilnya lalu menyentuh wajahku. Membuatku tersentak dan balas menatap netra beningnya.

Ya ampun. Bagaimana Jeremi bisa memiliki anak secantik ini sih?!

"Kamu sudah menghabiskan makananmu?" tanyaku pada akhirnya.

Yania mengangguk semangat. Menarikku untuk duduk dan dia kembali naik ke pangkuanku.

"Nia senang karena Mama di sini. Jangan pergi-pergi lagi, Mama."

Aku tergugu. Menatap bocah itu yang masih mengharapku. Tidak kuasa melihatnya, aku mengalihkan pandangan ke Richard yang mengedikkan bahunya sebelum beringsut pergi.

***

Langkah kaki Yania mengikutiku sepanjang hari. Dia mencontoh apa yang aku lakukan dengan porsi yang lebih sedikit dan membuat kaosnya penuh dengan noda tanah.

"Kamu capek?"

Yania menggeleng bersemangat. "Nia senang, Mama! Mereka akan tumbuh cantik, kan?"

Aku tergelak melihat dia melompat-melompat. Kemudian kembali fokus ketika Richard datang dan membawa pot kosong dan tanah yang sudah diolah dan dicampur dengan pupuk. Kami sedang di kebun. Dengan Yania dan Richard yang menanam biji tumbuhan, sementara aku melakukan perawatan tingkat lanjut dengan memindahkan kecambah yang masih kecil ke pot yang lebih besar.

TRIP OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang