Part 1~ Malam yang Sepi

126 33 60
                                    

Menyendiri bukan berarti selalu ingin sendiri

Selalu dikeramaian bukan berati tak pernah merasa sepi

****************

Ketika sendiri pikiran liar yang tidak diinginkan seringkali datang bermunculan. Barisan memori silih berganti datang sekedar menyapa. Tidak hanya kenangan yang menyenangkan tapi kenangan yang mampu membuat seseorang berada di titik terlemah pun ikut berlomba menghampiri. Begitulah yang dirasakan Dhea malam ini. Duduk diteras rumah ditemani segelas susu hangat sambil memandang langit gelap yang bertaburan bintang. Malam ini, langit begitu cerah karena ribuan bintang dan bulan bersinar menghiasinya. Tapi cerahnya malam tak mampu menghilangkan perasaan hampa yang menghampirinya. Mungkin bukan hanya dia saja yang punya perasaan ini. Perasaan yang membuatnya merasa sendiri.  Sepi yang menciptakan kekosongan dan kehampaan. Perasaan yang sering melandanya akhir-akhir ini.

Sebenarnya dia tidak ingin mengeluh dan membiarkan pikirannya bebas berkelana tapi untuk saat ini dia hanya ingin memberikan sedikit kelonggaran untuk perasaannya menikmati rasa sesak.

Kehadiran seseorang begitu diharapkan untuk bisa menemaninya di saat-saat seperti ini. Bukannya dia tidak punya teman untuk berbagi cerita. Bukan, karena dia tidak semenyedihkan itu. 

Dia punya Sasha yang sering mendengar keluh kesahnya. Teman yang selau siap datang jika tau dia sedang sedih. Teman yang sudah dikenalnya sejak lama. Orang pertama yang menjabat tangannya saat dia pertama kali memakai seragam putih biru. Sesorang yang bukan disebutnya teman lagi tapi sahabat. Sahabat yang mengerti dirinya, yang selalu tersenyum padanya, selalu menggenggam tangannya dan menangis bersama disaat dia berada dimasa terpuruk dalam hidupnya. Tidak pernah lelah mendengar ocehannya. Menjadi tempat Dhea menumpahkan segala unek-uneknya. Walau hanya diam mendengarkan dan tidak memberikan solusi atas pemecahan masalah-masalah yang dihapinya, tapi setidaknya dengan bercerita kepada Sasha mampu mengurangi sedikit beban yang Dhea pikul. 

Sasha selalu ada di sampingnya dan memberikan pelukan saat dia ingin dipeluk, tapi seberapa seringnya Shasa menemaninya jauh di dalam hatinya dia juga ingin orang itu. Seseorang yang diam-diam selalu diharapkannya. Seseorang yang sering muncul dalam mimpinya. Seseorang yang hanya selalu meliriknya tapi tidak benar-benar mau memandangnya.

" huhh" helaan nafas berat berhasil lolos dari mulutnya.

"apa yang sedang kamu lakukan?" pertanyaan yang hanya mampu di dengar olehnya sendiri.

"bisakah kamu memandangku? Bukan. Bukan bisakah, tapi mungkinkan kamu akan benar-benar memandangku suatu saat nanti?" koreksinya dengan lirih.

Saat berbagai macam pertanyaan berkecambuk dipikirannya, tiba-tiba senyuman laki-laki itu melintas dipikiran Dhea. Senyuman yang hanya melihatnya saja mampu memberi sedikit kehangatan untuk Dhea. Kenapa sedikit? Ya karena senyum itu bukan hanya ditujukan untuk Dhea. Senyuman ramah itu selalu ditujukkan oleh laki-laki itu kepada orang-orang disekitarnya. Senyum yang sering Dhea liat itu selalu muncul saat dia berkumpul dan asik berbagi cerita dengan teman-temannya. Saat dia menceritakan sesuatu yang lucu, saat dia membicarakan sesuatu yang disukainnya maka senyuman yang disukai Dhea itu akan terbit dengan sendirinya. Meskipun Dhea tau senyuman itu bukan senyum spesial yang ditujukkan kepadanya, tapi bagi Dhea itu adalah senyuman istimewa yang akan di simpannya dalam hati. 

Mengingat lelaki itu memang akan selalu membuatnya merasa sedih dan senang disaat bersamaan. Senang karena dia bisa mengenal lelaki itu, tapi sedih karena dia hanya sekedar mengenal tidak benar- benar bisa masuk dalam kehidupannya.

Pikirannya terus berlanjut disekitar laki-laki itu, menghentikan logikanya untuk sesaat sampai pada tahap dia membayangkan laki-laki itu akhirnya mau memandang ke arahnya, benar-benar hanya menatap ke arahnya. Memberikan senyum tulus yang benar-benar hanya ditujukkan untuknya. Bukan hanya senyuman tapi memberikan pelukan di saat dia bersedih, menghapus air matanya, menggenggam tangannya dan membiarkan bahunya menjadi sandaran saat ia kelelahan, ditambah ucapan-ucapan penyemangat disaat dia tak mampu lagi berdiri tegak.

"huuhh" lagi-lagi ia menghembuskan nafas. Sudah beberapa kali helaan nafas berasil lolos dari mulutnya saat dia mengingat laki-laki itu.

Padahal dia tahu laki-laki itu tidak sekali pun memikirkannya tapi kenapa justru ia merasa kebalikkannya. "kenapa kamu tidak mau pergi dari pikiranku?"

"Kenapa kamu selalu muncul dan membuatku selalu berharap?" lagi, sebuah pertanyaan muncul. Pertanyaan yang tidak akan ia dapatkan jawabannya.

Tidak mau larut terlalu lama dengan pengandaian yang membuatnya sedih, ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Mengistirahatkan sejenak pikirannya. Mungkin dengan tidur, ia akan mampu melupakan sejenak segala peristiwa yang telah dihadapinya, tapi ia juga ingin membebaskan keinginan-keinginannya berkeliaran walau di alam mimpi. Berharap esok pagi ketik ia membuka mata akan hadir semangat baru untuk menjalani segala aktivitas yang menantinya.

Satu ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang