Part 3 ~ Bertemu

37 8 4
                                    

Lakukan apa yang kamu bisa dengan apa yang kamu punya maka kamu akan mendapatkan apa yang kamu butuhkan untuk melakukan apa yang kamu inginkan

*********************

Tidak semua hari bisa kita lalui sesuai dengan suasana yang kita inginkan. Kadang dihari yang sama dalam waktu yang berbeda kita akan merasakan berbagai perasaan. Mungkin dipagi hari kita bisa banyak tersenyum, disiang harinya kita tertawa karena bahagia tapi siapa yang tahu justru dimalam hari kita akan merasa sedih. Semua yang kita rasakan akan mempengaruhi setiap langkah yang kita lalui dihari itu. Tapi apapun yang kita rasakan usaha dan kesabaran sangat diperlukan untuk membuat semuanya masih berada dalam jalur yang seharusnya. Jangan biarkan perasaan menghadang bahkan menghentikan langkah yang seharusnya kita lalui dan jalankan. Selesaikan apa yang harus kita selesaikan. Lalukan apa yang semestinya harus kita lakukan.

Dhea berusaha selalu menekankan dirinya untuk dapat berdiri tegak dalam situasi apapun. Seberat apapun hari yang dilaluinya dia akan berusaha menjalankan aktivitasnya dengan baik. Dia tidak suka dikasihani karena menurutnya itu sangat menyedihkan. Walaupun dia senang atas perhatian orang lain kepadanya tapi dia tidak menyukai dirinya menjadi pusat perhatian.

Dhea bukan orang yang tertutup tapi dia juga bukan orang yang suka berbagi cerita tentang kehidupan pribadinya. Dia hanya membagi kisah hidupnya kepada orang-orang tertentu yang dipercayanya dan tidak akan memandangnya sebelah mata. Salah satu orang yang bisa ia percaya adalah Sasha.

Malam ini, dia sengaja meminta bertemu dengan sahabatnya itu. Dia hanya tidak ingin sendirian dimalam yang sepi ini. Dia butuh seseorang untuk menemaninya mengusir segala keresahan yang sedang melanda pikirannya. 

"Tumben minta bertemu sehabis pulang kerja. Biasanya lo paling malas kalau diajak pergi apalagi malam-malam gini. Ada aja alasannya, capeklah, lagi banyak kerjaanlah. Inilah itulah."

"Kayaknya gak ikhlas banget ketemu gue. lo kan tahu kalau jadwal gue padat. Seharusnya lo senang dong gue ajak ketemuan. Katanya lo kangen sama gue."

"Sok sibuk banget lo kayak pejabat. Caleg aja yang mau kampanye gak sesibuk lo. Lagian siapa yang bilang gue kangen, percaya diri banget." Sasha heran kadang-kadang sahabatnya ini mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

"Jadi lo gak kangen sama gue?! padahal gue bela-belain ketemu lo karena gue juga kangen. Berarti kangen gue bertepuk sebelah tangan nih!"

"Sumpah najis banget kata-kata lo. Yakin yang lo kangenin itu gue bukannya dia? kok gue gak percaya ya!" Sasha menaik turunkan alisnya menggoda Dhea.

"Apaan sih lo! sok tau banget. Emangnya siapa gue boleh kangen sama dia?"

Sasha tahu biarpun Dhea mengucapkannya dengan raut wajah yang biasa saja, tapi ada kesedihan yang terpancar dimatanya. Sasha tahu sahabatnya ini menyukai seseorang sejak lama. Tapi sayang sahabatnya itu hanya jujur tentang perasaannya kepada dirinya bukan kepada orang yang bersangkutan.

"Ya jelaslah lo manusia, emang apa lagi? dan setahu gua manusia itu normal punya perasaan kangen, suka, sayang bahkan cinta. Justru kalau ada yang gak punya perasaan, itu yang perlu dipertanyakan, apakah dia benar-benar manusia atau robot yang mirip manusia?"

"Kayak lo pernah ketemua aja sama robot yang mirip manusia?"

"Nih didepan gue! kadang-kadang gue gak percaya kalau lo itu manusia, soalnya sikap lo suka kaku kayak robot."

Dhea melemper tissue yang ada didepannya ke arah Sasha. "Labil banget lo, tadi lo bilang dengan jelas kalau gue manusia sekarang lo pertanyakan kemanusiaan gue"

"Ya siapa tau aja kan. Lagian apa yang mau lo ceritain ke gue? Gue tau ya kalau lo tiba-tiba ngajak ketemuan kayak gini pasti ada sesuatu yang mau lo sampaikan." 

Sejak pertama kali  Dhea meminta untuk bertemu, Sasha tahu kalau sahabatnya ini ingin berbagi cerita kepadanya. Karena bukan sekali dua kali mereka seperti ini. Dhea sering mengajaknya bertemu kalau ingin berbagi segala rasa yang mengganjal dihatinya.

"Kan gue udah bilang tadi, gue kangen sama lo soalnya udah lama gue gak denger ocehan lo. Gue juga gak nyangka kalau lo ternyata orang yang ngangenin." Dhea menatap Sasha dengan senyuman yang semanis mungkin.

"Stop lo liat gue seperti itu. Sumpah gue jijik dengar kata-kata plus senyuman lo yang sok manis itu. Ini nih akibatnya lama gak pernah digombalin cowok, jadi kelakuannya aneh gini." 

Dhea tertawa melihat tampang sahabatnya yang seolah-olah ingin muntah. Ini yang Dhea suka kalau bertemu Sasha. Dia akan menjadi dirinya sendiri, menjadi Dhea yang bebas mengkspresikan dirinya. Dia akan tersenyum bahkan tertawa jika ada sesuatu yang bisa membuatnya tertawa atau dia tidak akan malu untuk menangis jika dia memang sedang ingin menangis. Intinya hanya didepan Sasha, Dhea akan melakukan apa yang tidak pernah dia lakukan dihadapan orang lain.
"Jadi kenapa dan ada apa?" Tanya Sasha yang sudah tidak sabar ingin mendengar cerita Dhea.
"Udah gue bilang gak ada apa apa. Gue cuma kangen aja sama lo. Gak percaya banget sama gue."

"Jelaslah gue gak percaya. Kita udah temanan berapa lama sih? Bukan sebulan dua bulan tapi belasan tahun kalau lo lupa. Jadi gue sudah tau kalau ada sesuatu yang lagi mengganggu pikiran lo."

Sasha benar, jadi Dhea tidak bisa menghidar lagi.
"Kayaknya mereka semakin dekat."
Cuma dengan kalimat itu saja Sasha sudah mengerti maksud dari sahabatnya.

"Bukannya dari dulu mereka memang sudah dekat? Jadi menurut gue kali ini lo harus benar-benar berhenti. Sudah cukup lo menyiksa diri dengan terus menunggu dan berharap. Kini saatnya lo memberi kesempatan untuk diri lo bahagia."

Apa yang dikatakan Sasha cukup menyentil dirinya. Selama ini dia membiarkan dirinya hanya menunggu kesempatan yang akan diberikan takdir.
"Selama ini lo pasti menganggap gue bodoh kan? Menunggu sesuatu yang gak pasti. Lo tau, setiap gue mencoba berhenti pasti ada aja sesuatu yang akan menarik gue untuk kembali dan tidak menyerah. Gue benar-benar gak tahu apa yang harus gue lakukan."

"Kalau lo memang belum bisa menyerah, setidaknya lo harus berani jujur. Katakan kepada orangnya apa yang lo rasakan selama ini. Setidaknya dengan begitu lo akan sedikit lega karena lo sudah mencoba untuk berjuang. Jadi apapun nanti hasilnya lo akan tahu dan lebih siap untuk melangkah."

*****
Kata-kata Sasha selalu melintas di pikiran Dhea. Haruskah dia mengungkapkan apa yang dirasanya. Siapkah dia dengan jawaban yang akan diterimanya. Tapi kalau dia tetap diam bisakah dia terus menjalani hari-harinya seperti ini. Menunggu kepastian yang tak pernah pasti.

Mungkin benar kata Sasha, dia harus mencoba jujur kepada seseorang yang telah mencuri hatinya sejak lama. Masalah balasan yang akan diterimanya yang sudah pasti akan menyakitkan menurutnya, akan dia pikirkan nanti karena setidaknya dia sudah mencoba untuk memperjuangkan perasaannya.

Kegagalan memang menakutkan. Tapi penyesalan karena tak pernah mencoba jauh lebih mengerikan. Jadi Dhea sudah memantapkan dirinya untuk mengungkapkan rahasia yang selama ini dipendamnya untuk laki-laki itu. Biarpun dia pesimis tapi baginya mencoba sebelum kegagalan itu cukup melegakan.

Satu ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang