DOS : Lagi

27 5 7
                                    

   Setelah masalah kemarin yang membuatku sangat lelah, hari ini justru membuatku sangat bersemangat dan berharap lebih baik dari hari kemarin. Seperti biasa, aku melakukan aktivitas ku setiap pagi, termasuk mengganggu si bulldog dengan mengambil makanan yang ada di piringnya.

"Pagi bang"
"Sher punya gue!! Gak ikhlas pokoknya ntar lo berak-berak aja" Aku hanya cuek sambil memakan roti yang kuambil dari tangannya.

"Kamu itu usil banget sih sama abangnya?" -ucap Mama yang sedang berjalan ke arah meja makan.

"Lagian, punya abang sensian banget kayak bulldog" ku julurkan lidah ke arahnya "Sherly berangkat ya ma" -ucapku seraya mencium tangan mama.

"Awas aja lo ntar minta-minta duit sama gue" tatapnya sinis. "Berangkat sama siapa lo?"
"Sama Eca"

   Hari ini aku ingin mencoba berangkat ke sekolah naik angkot, karena Eca bilang itu seru. Tapi ternyata yang kelihatannya seru nyatanya tidak seru. Karena aku tidak terbiasa dengan keramaian, jadi merasa asing. Untung saja aku selalu membawa headset & mini mp3. Aku memang suka mendengarkan musik setiap saat, itu seperti penenang disaat aku sedang emosi atau sedang bosan.

   Setibanya di depan sekolah, aku kembali dibuat kesal akan tatapan anak osis yang sedang mengecek kelengkapan atribut, sangat menggangguku. Rasanya ingin ku teriaki "apa liat-liat emang gue pisang?"

"Sher kaos kaki gue pendek nih. kalo diambil gimana? kan sayang, gue belinya sepasang tiga puluh lima rebu, mana jauh, macet" bisik eca sambil menarik lenganku.
"Banyak gaya sih, makannya beli tuh kaos kaki 3 pasang lima belas rebu. Jadi gak akan rugi kalo diambil " -balasku sambil mengantongi headset yang barusan ku pakai.

   Baru beberapa langkah dari gerbang pertama, Eca sudah ditegur. Sekolahku ini mempunyai gerbang berlapis-lapis, jadi sangatlah rugi kalau sampai telat, hanya bisa menunggu di gerbang pertama sampai jam istirahat pertama baru deh boleh masuk, sedih kan.
"Kak maaf, lain kali kaus kakinya yang panjang ya"-ucap salah satu adik kelas yang merupakan anggota osis.

"Ambil aja dek, udah kebiasaan dia"
"Jangan lah enak aja. Gue bayar denda aja nih ya, besok gue ganti kaos kakinya kok" Eca memberi selembar uang lima ribu kepada adik kelas itu, yang dibalas dengan helaan napas.

***

   Bel istirahat berbunyi, seketika satu kelas heboh bersamaan dengan keluarnya Bu Eli. Eza si tukang tidur yang sedang asik bersama mimpinya di bangku pojokan pun terbangun, sambil mengusap pipinya. Matanya yang merah dan berkantung, serta wajah pucat selalu seperti itu. Ntah terlalu banyak tidur atau kurang tidur, pokoknya dia hanya terbangun saat pelajaran IPS, istirahat, dan pulang.

"Sher kantin yuk!" ajak Farhan, sang ketua kelas yang bobrok. Tidak pernah mengerjakan PR, suka terlambat, cabut pelajaran. Jangan kaget kenapa seperti itu, Farhan sengaja dipilih Bu Titi untuk menjadi ketua kelas agar menjadi lebih bertanggung jawab. Maklum lah masa SMP adalah masa caper-capernya, mereka akan melakukan sesuatu termasuk melanggar peraturan, agar dibilang keren dan sudah dewasa, padahal tidak sama sekali.

"Lo aja sana, gue lagi males jalan"
Farhan menatap Eca sambil menaikan satu alisnya, Eca hanya membalas dengan mengedikan bahu.

"Lo mau apa deh gue beliin" tawarnya lagi.
"Apa ya?" aku berfikir sejenak, sambil menopang dagu "Es teh anget manis aja deh han".
"Aneh-aneh aja lo Sher." liriknya, yang kubalas dengan wajah flat ku yang khas. "Iyadah Bu Boss siap" dia pergi dengan mengacungkan ibu jarinya padaku.

   Tak lama Farhan dan Eca pergi, datanglah Riko, si cowok ganteng tengil sok cool, yang setiap harinya bermain di arena balap motor. Tapi tenang dia ini bukan pembalap ugal atau balap liar, dia itu suka ikut ke sirkuit buat main-main motor sama temen-temen hits nya. Jadi secara gak langsung dia bisa dibilang jago gitu lah masalah miring-miring atau nikung-nikung.

"Hei Sher" sapanya yang sok cool, langsung duduk di meja ku.
"Hola Rik"
"Besok kan libur, jalan yuk? Nongkis lah" ajaknya yang membuatku bingung harus jawab apa, pastinya bang Haydan tidak memperbolehkan aku keluar untuk hal yang tidak penting.
"Gue nunggu jawaban Sher"
"Enggak deh, gue gak minat" dia beranjak turun dari meja, dan menyeret kursi kosong di samping lalu duduk.

"c'mon Sher, lo tuh sekarang jarang banget ngumpul, sekali aja deh biar gak dikira sombong. Nanti gue kenalin sama temen gue" paksanya yang membuatku geram, jujur saja akhir-akhir ini aku kurang minat untuk melakukan sesuatu yang un-faedah.

"Orang juga punya kesibukan lain, gak stuck disitu aja Rik. Bukannya gue sombong, apalagi ngumpul sama temen hits lo ah enggak deh. Gue terlalu cupu buat rombongan lu, nanti yang ada temen lo cus abis gue lirik doang"

"Wett santai dong gue nanya nya selow nih, yaelah sans lagian temen gue juga humble kok, asik. Lo kenapa sih, Lagi dapet ya?" liriknya pada rok sekolah ku.
"Ihh apaan sih Rik" ku pukul dadanya dari samping, tanpa merubah posisi sedikit pun.
"Anjir.. sakit Sher. Gila lo kalo jantung gue bocor gimana? " ucapnya memegangi dadanya yang barusan ku pukul, sesekali diusapnya.
"Halah lebay"
"Udahlah gak ada nego cingcay pokonya besok gue jemput, harus jadi! Oh iya satu lagi, lo ngeliriknya jangan gitu, takut temen gue pada sawan" dia langsung pergi begitu saja tanpa menunggu persetujuan dariku.

"Eh woy Rik" sapa Farhan yang baru datang dengan 2 gelas es teh di tangannya.
"Eh yoi, gue kantin dulu ye" balas Riko sambil menepuk pundak farhan.

"Lama banget han?"
"Ngantri coy, macet" ucapnya ngawur.

***

   Waktu menunjukkan pukul 14.30 tanda jam pelajaran telah selesai, aku merapihkan barang-barang ku dan pulang duluan. Aku memilih jalan kaki daripada naik angkot, lebih sehat sambil olahraga. Baru beberapa kilometer aku sudah merasa lelah, rasanya ingin menghilang dalam sekejap saja agar cepat sampai.

   Suara knalpot motor berisik ala pembalap semakin lama semakin dekat, motor itu berherti tepat si sampingku.

"Cewek, sendiri aja nih. Mau abang bonceng gak ?" tawarnya dari balik helmet fullface, yang kacanya terbuka.
"Maap bang bukan cabe-cabean boncengan"
"Yaelah abang udah sekeren ini masa ditolak" dia menahan tanganku.
"Gak ah Rik, gue lagi gak mau spot jantung" aku punya pengalaman buruk ketika dibonceng Riko, yang membuatku kapok dan trauma. Dia memboncengku dengan kecepatan diatas 100 km/jam tanpa rem.

"Kali ini santai, yuk!" ajaknya sekali lagi. "Daripada lo jalan. panas, haus, capek, ntar geseng tau rasa lo"
"Yaudah iya iya gue ikut lo" ucapku pasrah, lumayan batin-ku.

   Suara deruman dari kenalpot brisik ini membelah jalanan yang ramai tapi lancar, membuat orang-orang teralih pandangannya. Aku berpegangan pada tas Riko untuk berjaga-jaga kalau dia mempercepat laju motornya mendadak.

Setibanya di rumah, aku melihat motor bang Haydan yang sudah terparkir di halaman rumah.
"Udah sampe neng, mau turun atau muter lagi?" dia ingin melepas helmetnya, tapi ku tahan.
"Gak gak makasih" ucapku sambil memastikan keberadaan kakak ku. "Rik mending lo langsung cabut deh, nanti keburu si bulldog liat"
"Yaelah, yaudah deh gue balik ya jangan kangen" balasnya dengan sangat pede. "ih najis" aku langsung masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum.."

   Aku sedikit terkejut, karena saat aku membuka pintu Bang Haydan sudah berdiri tepat di hadapanku.
"wa'alaikumsalam, balik sama siapa lo?" tatapnya menginterogasi sambil sesekali melihat ke arah luar.
"ya itu, naik ojek lah"
"Oh. Gaul juga tuh tukang ojek, suara motornya mantep" ucapnya lagi sambil berdecak pinggang. "Iya kali" jawabku sambil berjalan ke arah kamar.

   Dia masih saja berdiri di depan pintu, dengan rasa keponya yang teramat itu.
"Bang, Mama mana?" tanyaku agar dia teralih dari rasa penasarannya.
"Ke rumah Eyang" akhirnya dia bergerak dari posisinya, berpindah ke sofa dan menonton TV.
"Kok abang udah balik? Cabut lagi ya? Sherly aduin ke Papa nih"
"Apaan sih, gue lagi balik cepet"

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang