Pagi harinya aku terbangun dengan rasa malas yang tiba-tiba melekat di tubuhku. Setelah sepuluh menit, tapi aku masih nyaman dengan kasur ini. Sepertinya dia tidak rela jika aku bangun.
Waktu menunjukkan pukul 07.12 Setelah ku paksakan akhirnya aku bangun, merapihkan tempat tidur dan barang-barang yang terlihat berantakan, setelah itu mandi.
Setelah selesai mandi, aku mendengar suara berisik dari motor bang Haydan. Mau pergi kemana dia, membeli nasi uduk -batinku. Ku intip lewat jendela kamar, ternyata dia hanya mengetes suara motornya. Tidak lama dari itu Riko datang, aku baru ingat kalau Riko akan mengajakku pergi.
"Mau minta-minta ya? Sorry gak ada receh" ucap bang Haydan pada Riko.
"Bukan bang, saya Riko mau ketemu Sherly" jawab Riko dengan sangat sopan, seketika ingin tertawa terbahak-bahak, tapi ku tahan. Siapa suruh, kan sudah ku katakan aku tidak mau ikut, dia malah menantang dengan cara datang ke rumahku.
"Gue bukan abang lo! Dan gue gak nanya siapa lo! " tatap bang Haydan sinis. "Sherly gak ada, udah sono pulang mandi dulu, pagi-pagi udah nyamperin rumah orang aja" sambungnya dengan ketus. Begitulah sifat abang ku yang sangat overprotektif terhadap apapun dan siapapun yang berhubungan denganku.
Riko sadar akan keberadaanku yang sedang mengintipnya dari jendela kamar. Tapi apa boleh buat, raut muka bang Haydan sudah tak sedap dipandang, dan akhirnya dia pergi dengan masih melirik ke arahku.
"Apa lo liat-liat rumah gue? udah sana cabut!" usir bang Haydan sekali lagi.
Tidak lama dari itu, bang Haydan berteriak memanggil namaku. Aku yang panik langsung menuju ke arahnya.
"Gak usah teriak kenapa sih?"
"Gaya banget pake dijemput hmm? Mau kemana emang?" ucapnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Itu tuh maunya Riko. Dia ngajakin keluar, padahal kemaren udah bilang enggak mau"
"Halah alesan, cuciin motor gue tuh " Dia melemparkan kunci motor padaku, lalu masuk ke dalam rumah.
"Lah kok gue sih? Woi gue bukan ubab!" ku lempar kembali kunci motor itu ke lantai.
"Ngebantah gak gue jajanin!" ancamnya yang membuatku sangat ingin menggaruk wajahnya saat itu juga.
Tanpa menunggu lama, ku kerjakan apa yang diperintahkan bang Haydan, agar cepat selesai dan aku bisa bersantai. Agar cepat selesai juga aku punya ide untuk mengelap body motornya saja, tanpa menyuci keseluruhannya, yang penting mulus. Tapi ditengah -tengah asiknya membersihkan mordy, ada seseorang menaiki motor sport berwarna hitam dengan menggunakan helmet fullface, berhenti tepat di depan rumahku. Dia melepas helmetnya dan betapa terkejutnya aku, itu si cowok kemarin lagi.
Rasa kesal ku yang belum terbalaskan membuatku sangat emosional. Dia berjalan mendekati pagar rumahku, lalu ku angkat satu ember berisi air bilasan kanebo kotor dan ku siramkan padanya.
Byyurrr....
"Anjir" dia terkejut, hurayy saya sangat suka ini.
"Belom puas lo ganggu idup gue hah?" bentakku padanya yang masih mencerna apa yang barusan terjadi padanya.
"SHERLY". Panggil bang Haydan yang tiba-tiba muncul di depan pintu dengan suara lantangnya, kemudian dia menghampiriku.
"Nah kebetulan, orang ini nih bang yang sebenernya udah bikin mordy lecet, bukan Sherly" ucapku sambil menunjuk cowok itu.
"Lo aja yang gak bener" ucap cowok itu tidak terima.
"Heh, maksud lo berdua apaan sih?" tanya bang Haydan yang bingung dengan keadaan. "Ini juga ngapain lo nyiram dia?" tatapannya yang tajam beralih padaku, aku hanya diam.
"Apa lo liat-liat?" tegurku pada cowok itu yang menatapku dengan tatapan yang sangat menyebalkan.
"Lah lo apa?" balasnya.
"STOP!! Sherly masuk!" bentak bang Haydan.
"Tanpa disuruh juga gue bakalan masuk, eneg gue liatnya" ucapku sambil menjauh dari mereka berdua.
Satu sisi aku merasa senang karena telah melampiaskan rasa kesal yang sudah ku tahan dua hari ini, dan satu sisi lagi aku merasa kesal karena bang Haydan tidak membela ku tadi. Tidak lama dari itu, bang Haydan dan cowok itu masuk ke dalam rumah.
"Lo tunggu sini dulu aja!" ucap bang Haydan kepada cowok itu, yang bajunya basah akibat ku siram tadi.
"Sher.. Ambilin baju gue yang agak kecilan di lemari, yang di bawah ya"
Aku berjalan kamar bang Haydan dengan sedikit menghentak-hentakkan kaki, untuk mengambil baju yang dimaksudnya. Lalu ku berikan kepadanya.
"Nih pake, ntar lo masuk anjing" bang Haydan melempar bajunya ke si cowok itu.
Dan si cowok itu pun melakukan apa yang diperintahkan bang Haydan, dia mulai membuka bajunya yang basah yang membuatku langsung membalikkan badan, aku sih sudah biasa lihat bang Haydan shirtless, tapi yang ini aku merasa takut.
"Jangan disini juga sableng!" bentak bang Haydan.
"Yaelah rempong banget" ucapnya yang tidak jadi membuka bajunya. "kamar mandi dimana?" lanjutnya lagi.
"Itu deket dapur" ucap bang Haydan menunjuk dengan dagunya.
Dia berjalan ke arah kamar mandi, dan tinggal lah aku berdua dengan bang Haydan. Aku duduk di sofa dan mulai bertanya tentang si cowok itu.
"Dia siapa sih bang? peduli amat pake segala dikasih baju" tanyaku dengan mata julit.
"ya lo ngapain pake segala mandiin anak orang?" jawabnya.
"ya abisnya kesel tau. Yang bikin mordy lecet itu dia bang, dia nyerempet Sherly sampe jatoh trus mordy jadi gitu, Sherly gak berani ngomong jujur karena takut nanti dibilang ngada-ngada. Trus tadi juga bukannya belain Sherly, malah Sherly di bentak" jelasku panjang lebar menceritakan kebenarannya.
"Ya mana gue tau kalo ceritanya begitu, gue belain dia juga karena dia temen gue" balasnya santai, tapi membuatku berpikir karena aku tidak tau kalau bang Haydan punya teman seperti dia.
"Temen? Sejak kapan? Perasaan kayak gak pernah kenal"
"Lo pikir temen gue itu-itu aja?" jawabnya dengan sombong. "Namanya Bara, dia partner gue, sekaligus kapten Basket di sekolah gue" lanjutnya.
"Gak nanya!" ucapku tidak peduli sedikitpun, mau dia kapten basket atau apalah tidak ada urusannya denganku.
Disaat aku sedang membicarakannya, dia pun sudah selesai dengan kegiatannya di kamar mandi, lalu dia kembali duduk tepat di depanku.
"Heh babi, bener lo yang bikin motor gue lecet?" tanya bang Haydan pada cowok itu.
"Lah gue gatau kalo itu motor lo, lagian yang bawa juga dia, mana gue ngerti. Gue juga lagi buru-buru waktu itu." jelasnya dengan santai, enteng, tanpa beban, dan rasa bersalah sedikitpun. "Lagian kok bisa motor lo dibawa sama cewek aneh ini" sambungnya dengan melihatku dari bawah ke atas.
"Bener-bener tai lo bar" bang Haydan menjitak kepala cowok itu. "Dia adek gue" ucapnya di sela-sela menjitak kepala.
"ya sorry gue gak tau"
Aku semakin tidak mengerti lagi dengan semuanya, membuat kepala pening. Kenapa dunia sesempit ini.
Ponsel bang Haydan berbunyi, dia keluar untuk menjawab telepon itu. Dan tinggal lah aku dan si cowok yang bernama Bara itu, daripada emosiku bertambah aku memilih meninggalkannya, tapi dia menahan tanganku.
"Ish apaan sih" ucapku yang berusaha menepis genggaman tangannya.
"Urusan kita belum selesai" ucapnya tepat didepan wajahku, langsung ku tepis genggaman tangannya. Lalu bang Haydan kembali dan mengajaknya pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA
Teen FictionPada awalnya aku fikir kamu adalah masalah besar dalam hidupku, tetapi aku salah dan tuhan berkehendak lain. Kamu bilang "Sebuah rasa akan hadir seiring berjalannya waktu". Tetapi waktu terlambat memberi ruang untuk sebuah rasa. Jangan salahkan wa...