00.01
╸╌╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌╌╸
"Kak Drea,"
"Kakak ayo temani Aster main."
"Kakak ishh, Aster ngambek nih,"
Anak yang menyebutkan dirinya Aster tampak kesal, ia menekuk wajahnya dan tampak mengerucutkan bibir.
"Kak Drea...."
Drea gadis yang sedari tadi termenung tersadar dengan sebuah guncangan dibahunya. Gadis itu menoleh kearah suara, tanpa ia lihatpun ia tahu bahwa anak yang menyebut dirinya Aster itu sedang mencebikkan bibirnya kesal.
Drea meraba tangan mungil itu dan menggenggamnya tak lupa ia kasih sentuhan sebuah ciuman-ciuman kecil dipunggung tangan mungil itu. Ia tersenyum dikala merasakan genggaman mungil ditangannya.
"Kenapa hem?" Drea bertanya dengan masih menampilkan senyum manisnya. Anak tadi hanya mengedip-ngedipkan matanya imut, ia kembali manyun mengingat tadi tak mendapat balasan dari sang kakak.
"Beneran ngambek yah sama kakak? Ya udah, kakak nangis yah?"
Melotot, mata mungil tadi yang sedang menyipit kini melotot mendengar penuturan sang ratu yang ada didepannya. Tangan mungil itu membekap mulut Drea, mengingatkan bahwa ia tak boleh menangis. Habislah Aster jikalau kakaknya benar-benar menangis.
"Kakak jangan ishh, ayo kita main aja." rengeknya seraya bertujuan menghindari ucapan sang kakak.
Terlihat Drea tampak biasa saja tanpa minat, tapi ia tidak boleh mengecewakan adik kecilnya.
Drea kembali tersenyum seraya mengangguk kecil, "Emang kita mau main apa?"
Tampak berpikir, anak itu menyunggingkan senyum saat menemukan permainan yang tepat.
"Kita main tebak-tebakan aja, ayo kak."
"Humm, oke. Dimulai dari kamu tapi yah?"
"Siap siap!! Sekarang tebak yah 'aku berkepala tapi tak punya mulut, aku hidup tapi tak punya darah. Tebak siapakah aku?' Meh meh, jawab siapa aku."
Kening Drea mengerut mendengar tebakan yang diucap adiknya itu. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya menjentikkan jarinya dan tersenyum.
"Haa kakak tau, 'berkepala tapi tak punya mulut, hidup tapi tak memiliki darah' jelas dong jawabannya Robot! Robot kan emang gak punya itu yang kamu sebutin tadi." ia tersenyum menantang kala mendengar hembusan dan cibiran adik kecil yang ada didepannya.
"Oke sekarang kakak yah yang kasih kamu tebakan. Ingat, harus jawab dengan benar 'aku manis tapi bukan gula, siapakah aku?"
Tampak berpikir sejenak, anak itu berdecak kesal. "Hish kakak, selain gula kan banyak yang manis!" tudingnya menabok kecil pergelangan tangan sang kakak.
"Loh kok ngamok? Apa susahnya coba? tinggal jawab aja kalo kakak yang manis selain gula, bereskan?" terkekeh kecil, ia memegang punggung tangan adiknya yang saat ini terlihat kesal.
Terdengar gelak tawa diantara mereka yang terus melanjutkan permainannya sampai hari menjelang sore dan kini dua anak itu telah terlelap pulas diatas tempat tidur.
Yah, seperti itulah keseharian yang sering dilakukan seorang Hydrangea. Ia tak habis pikir jikalau ia dipisahkan dengan adik kecil-nya, pasti ia akan sangat sangat kesepian. Selama tiga tahunan ini hanya Aster lah yang selalu mengisi ruang-ruang waktunya. Ia juga kadang merasa meringis mengasihani dirinya, betapa murungnya hidup itu.
Jangan bilang jika Hydrangea adalah seorang gadis yang kuat. Faktanya tidak, ia hanya gadis lemah yang selalu tunduk. Ingin rasanya ia kembali ke waktu kejadian itu, ia ingin mengulang disaat dirinya tertabrak mobil.
Bukan, ia bukan ingin mengulang saat-saat dirinya ditabrak oleh sebuah mobil, ia ingin mengulang untuk lebih berhati-hati dalam menyebrang jalan atau apapun itu. Ia ingin merasakan dirinya lebih peka dengan keadaan sekitar walau hatinya sedang merasakan senang atau itu sedih.
Hydrangea sangat benci dengan hari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya. Dari kehilangan penglihatan, perhatian atau kasih sayang dari keluarga, cita-cita, dan ahhh masih banyak jikalau harus disebutkan.
╌╌╌╌╼⃘۪۪
Drea mengernyit kala merasa ada air yang terus terusan mengenai wajahnya.
"Bangun woi, bangun." teriak seorang seraya menarik kencang tangan Drea agar bangun dari tidurnya. Dengan dua kali tarikkan, kini tubuh Drea sudah berdiri dihadapan orang itu.
"Mbak Sila, cepat kesini." teriaknya memanggil seorang yang selalu mengurusi Drea. Tak butuh waktu lama, seorang yang dipanggil mbak Sila itu memunculkan tubuhnya dibalik pintu.
"Iya non?" tanyanya menunduk.
"Kamu cepat urus dia dandani dengan sebagus mungkin, dan pakaikan pakaian ini." tuturnya seraya mengulurkan paper bag yang ada ditangannya.
Drea mengernyit, ia bingung dengan apa yang tadi kakak-nya ucapkan. Yah seorang yang telah mengganggu tidurnya tak lain dan tak bukan adalah Adena Magnolia Luis atau kakak-nya sendiri.
Adena atau yang kerap disapa Dena, memberhentikan langkahnya kala merasakan tangannya dicekal oleh orang yang ada disampingnya.
"Apa?" ketusnya seraya menghempaskan tangan Drea.
"Drea mau nanya, itu emang Drea mau kemana, Kok harus dandan?" ungkapnya yang telah penasaran sedari awal.
"Ck, nurut aja!" ucapnya sembari berlalu. Dena memberhentikan langkahnya, lalu kembali mundur tepat disamping Drea. Ia mendekatkan bibirnya ketelinga Drea dan membisikkan sesuatu disana.
"Siap-siap aja, pasti lo bakal senang. Gue gak bohong, bukankah ini yang lo mau selama ini hum?"
Drea diam tak mengerti maksud ucapan dari sang kakak, tepatnya ia masih bingung. Mengedikkan bahu acuh, ia sedang malas bergelut dengan pikirannya saat ini, biarlah semuanya berjalan seperti apapun dan ia akan tetap mengikuti semua perintah dari keluarga.
ini masih gaje bangettt help, tapi kalian harus tetap baca yahhh karna aku maksa dikit hehe
see u in next part....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea
Teen FictionHydrangea, gadis manis nan malang yang kerap disapa Drea. Ia bukanlah gadis beruntung, Hydrangea seorang gadis tunanetra yang harus merelakan kehidupannya demi tak ingin lagi merepotkan sang keluarga, Drea sempat berpikir bahwa kehidupannya akan sel...