00.04
╸╌╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌╌╸
Angin berhembus menerpa tubuh di teriknya sinar matahari kala itu. Drea yang sedari tadi duduk melamun didepan butik terperanjat merasakan sebuah tepukan dibahunya.
"Non,"
"Yah?" Ia menolehkan kepalanya kearah pundak yang ditepuk.
"Nona sudah ditunggu didalam."
"Emm ya." Drea bangun dari tempat duduknya untuk masuk kedalam butik dengan digiring oleh mbak Sila.
"Aaa mantu bunda kamu udah datang, gimana kabar kamu?"
Drea tersenyum mendengar sapaan manis dari Melisa bunda Rizhan sembari membalas pelukannya.
Rizhan? Ah entahlah ia tak mendengar suara dari laki-laki itu."Alhamdulillah Drea baik bun, bagaimana dengan bunda dan yang lainnya?"
"Alhamdulillah kabar bunda dan yang lainnya juga baik. Oh yah, mari kita lihat-lihat gaun pernikahan yang cantik untuk kamu gunakan."
Drea yang sedari tadi digiring hanya manut saja, ia juga menyerahkan kepada mereka gaun mana yang akan ia kenakan.
"Sayang kamu mau-nya yang seperti apa?"
"Drea pilih yang menurut bunda cocok untuk Drea pakai."
"Baiklah kalo gitu let's go kita cari, oh ya mbak..."
"Sila buk."
"Ah ya mbak Sila kamu bantu saya pilih yang cocok buat Drea."
Disinilah kini mereka berada, ditempat jajaran-jajaran gaun pengantin. Bunda Melisa yang memang sedari tadi sangat excited langsung menghampiri jajaran gaun pengantin.
Drea yang telah duduk disalah satu bangku disana tersenyum kecil mendengar teriakan ceria dari bunda Melisa.
"Mbak Sila ayo sini bantu saya pilih-pilih yang mana bagusnya." Ujar bunda Melisa masih dengan semangatnya yang membara.
"Non mbak kesana dulu ya." Ujarnya halus yang dibalas anggukan oleh Drea.
"Mbak ini cantik, ini juga"
"Ini ini mbak, aghh kenapa yang ini juga cantik."
Mbak Sila yang sedari tadi mengekor dibelakang hanya pasrah saja melihat ke excited-an calon mertua dari nonanya.
"Buk?"
"Bentar mbak, nah ini lagi nih."
"Maaf buk, apa semua ini bakal non Drea pakai?" Dengan keberanian yang cukup tinggi akhirnya kata-kata yang sedari tadi ingin ia ucapkan terucap juga.
Mendengar penuturan dari mbak Sila, bunda Melisa seketika menghentikan pergerakannya sembari melihat kearah mbak Sila, ia menganga melihat tumpukan gaun yang dipegang mbak Sila dan staf butik.
"Kok bisa sebanyak ini?" Beonya sembari melihat-lihat kearah tumpukkan gaun.
"Hehe, yaudah coba diletakkan kemeja depan Drea dulu biar saya pilih-pilih lagi."
"pilih-pilih lagi?" beo mereka serentak.
"Eh, bukan bukan. Maksud saya, saya bakal pilih-pilih gaun itu." mendapati anggukan dari lawan bicaranya, bunda Melisa berjalan kearah tepat Drea duduk.
"Sayang, kamu sukanya yang modelan kayak gimana?" ujar bunda lembut seraya mengelus pundak Drea pelan.
"Drea kurang paham soal itu bun, jadi Drea terserah aja yang seperti apa." ungkapnya tak enak hati.
"Ya udah coba Drea berdiri biar bunda sama yang lainnya cari gaun yang pass untuk Drea."
Setelah menemukan gaun yang cocok untuk Drea pakai, mereka pergi kerumah makan yang tepat berada disamping butik.
"Drea, maaf yah Rizhan hari ini gak bisa temanin kamu untuk fitting baju." seraya mengelus pelan jemari Drea, bunda menatap sendu gadis didepannya.
Dengan senyum yang sedari tadi tak pernah luntur tuk dilihat, Drea mengangguk pelan sembari menggenggam tangan bunda Melisa.
"Sayang pernikahan kalian tinggal satu minggu lagi, bunda harap kamu gak berubah pikiran untuk membatalkan pernikahan kalian."
"Bun, Drea gak bakal lakuin hal fatal seperti itu. Drea juga gak mau mempermalukan keluarga Drea dan membuat semua orang kecewa. Bunda tenang aja yah, bunda jangan takut dan jangan memikirkan hal-hal yang tak mungkin Drea lakukan." ungkap Drea tanpa ragu.
Bunda menghela napas pelan "kenapa tak mungkin? banyak hal yang bisa buat Drea mungkin melakukan hal tersebut. Dari cara anak bunda yang acuh tak acuh terhadap kamu, Rizhan yang seperti menganggap kamu tak pernah ada, Rizhan yang selalu tak pernah ingin bertemu kamu, Rizhan yang-"
"Bun, Drea tak terlalu memikirkan hal seperti itu walau tak menapik kemungkinan kadang Drea sedih dengan sifat kak Rizhan ke Drea. Mungkin kak Rizhan masih mencoba menyesuaikan diri ke Drea, Drea gak papa kok, pasti nantinya kak Rizhan gak bakal kayak gitu lagi ke Drea jadi bunda tenang aja yah?"
Terlalu percaya diri memang berbicara seperti itu, tapi hanya dengan cara itu Drea dapat menenangkan wanita paru baya yang ada didepannya. Senyum manis tak pernah luntur diwajah manis sang gadis, entah itu senyuman tulus atau hanya sekedar senyuman penenang.
Melisa awalnya tak menyetujui pilihan dari sang putra, ia merasa berat dengan keadaan dari seorang Hydrangea. Padahal disana terdapat Adenna yang tak kalah menarik dan lebih menarik dari pilihan sang putra. Tapi hari demi hari ia melihat sikap baiknya Drea yang kian membuat hatinya luluh, terutama ia pernah melihat bagaimana perlakuan keluarga sang gadis yang tak mengenakkan.
Kini mereka telah usai mengisi perut dan telah berada dimasing-masing mobil yang berada diparkiran butik.
"Non mau langsung pulang atau mau mampir dulu ke suatu tempat?"
"Kita langsung pulang aja yah mbak, Drea mau istirahat soalnya." mbak Sila mengangguk pelan dan memerintahkan sopir untuk jalan kembali kerumah.
Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata, banyaknya suara laju kendaraan disore hari membuat Drea menetralkan segala hal yang ada dipikirannya, gadis tersebut bergumam lirih sembari menyandarkan kepalanya kekaca mobil.
"Waktu pulang"
Tbc
Tandai jika ada typo🫰
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea
Teen FictionHydrangea, gadis manis nan malang yang kerap disapa Drea. Ia bukanlah gadis beruntung, Hydrangea seorang gadis tunanetra yang harus merelakan kehidupannya demi tak ingin lagi merepotkan sang keluarga, Drea sempat berpikir bahwa kehidupannya akan sel...