Bab 6

2.3K 260 5
                                    

Keputusan Pak Samsul sudah final. Wajah memelas Rayya tak mampu menahannya untuk tidak menjual lahan itu. Sampai tubuh tua itu menghilang di balik gerbang, Rayya masih berada di sekolah. Duduk tercenung di kursinya.

"Pasti ada cara menyelamatkan sekolah ini. Berpikir, Ray, berpikir!" Rayya mengetuk-ngetuk keningnya seolah perbuatan itu mampu mendatangkan sebuah ide brilian. Sampai akhirnya getaran di meja menghentikan aksi absurdnya. Malas-malasan Rayya menggeser layar ponselnya melihat siapa yang telah berani mengganggu konsentrasinya dengan mengirim pesan di situasi genting seperti ini.

"Ya, Allah, gawat!" teriak Rayya sambil menepuk keningnya begitu melihat sejumlah pesan dan panggilan tak terjawab Nita di ponselnya. Segera disambarnya tas dan kunci di meja. Setelah yakin pintu kantor dan pagar terkunci, Rayya memacu motornya menuju Abstrac Cafe.

Suasana kafe tampak sepi saat Rayya tiba. Begitu masuk, Rayya langsung menjatuhkan tubuhnya ke salah satu sofa favoritnya di pojokan dekat jendela yang terbuka lebar dengan pemandangan langsung ke taman. Pohon-pohon bambu yang sengaja ditanam di pinggir-pinggir kafe tampak meninggi dan memanjang sehingga daun-daunnya saling bertemu. Hal itulah yang menyebabkan suasana kafe milik Nita hijau dan sejuk. Membuat siapa pun yang berkunjung menjadi betah dan berniat datang lagi.

Aroma kopi dan kue-kue lezat, manis, nan cantik menguar memenuhi ruangan. Menenangkan sekali. Rayya memejamkan mata, menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menahannya sejenak sebelum menghembuskannya perlahan. "Relax, Ray," gumamnya. Rayya melakukannya lagi dan lagi sampai sepasang tangan mungil dan basah muncul dari belakang kepalanya lalu menutup matanya.

"Nita, Sayang! Kalau mau main tebak-tebakan sebaiknya kamu mandi terus ganti baju dan jangan lupa semprotin parfum di seluruh tubuhmu," ujar Rayya sambil menarik tangan Nita dari matanya. Siapa lagi yang aromanya lezat dan manis kayak begini kecuali Nita?

"Ta da!" suara "paling bahagia se dunia" terdengar begitu Rayya berhasil menarik tangan dari matanya. "Baiklah, Bu Guru. Besok Nita ganti baju terus pakai parfum Mama." Nita meniru ucapan anak-anak dengan suara kecil. "Kamu ngapain nahan napas lamaaa banget gitu. Jangan harap aku bakalan kasihan lihat wajah memelasmu itu. Aku tetap marah sama kamu," ucap Nita dengan wajah dibuat semanyun mungkin.

"Rugi ya, kalau sehari aja kamu nggak ngomel." Rayya melotot ke arah Nita. "Kepalaku tambah pusing tau, mendengarnya."

"Kok galakan kamu dari aku. Seharusnya tadi aku jual aja donat Grenn Tea-mu itu!"

"Ya udah keluarin gih! Lagian kan nggak jadi dijual, sayang kalau dianggurin," ujar Rayya sambil merebahkan tubuhnya di sandaran sofa.

"Kalau lagi keluar tanduk begini kamu itu nggak pantes jadi guru TK. Kayaknya sih, kamu lebih cocok jadi manajer perusahaan minyak milik Bapak-mu" ucap Nita sambil mendorong nampan berisi donat kehadapan Rayya.

"Kamu sedang ada masalah?" tanyanya sambil menuangkan kopi ke cangkir yang tadi dibawanya. Ditatapnya sahabatnya itu dengan tatapan ingin tahu. Berteman sekian lama membuat Nita tahu bahwa ada sesuatu yang membuat Rayya kalut sehingga sifat judesnya kambuh lagi.

"Dibayar berapa kamu sama Bapak-ku untuk ngomong kayak tadi?" bukannya menjawab Rayya balik bertanya sambil menerima kopi yang disodorkan perempuan berkacamata di depannya itu.

Nita menggeleng mendengar ucapan sadis gadis mungil di depannya.

Tidak ingin lebih banyak lagi mengeluarkan kata-kata sarkas akibat kebutekan pikirannya, Rayya menggenggam kopi miliknya. Dipejamkannya matanya sejenak sambil menghirup aroma menenangkan yang menguar, setelah merasa cukup, Rayya menyesap perlahan cairan hitam favoritnya itu. Rayya memang menyukai segala hal yang berhubungan dengan kopi dan teh hijau. Pengharum kamar dan toiletnya juga selalau beraroma kopi. Mobil hitam kesayangnya juga beraroma kopi. Mobil kesayangan? Ah, apa kabar si hitam sekarang? 



Hai hai...

Baru bab 6, eh sudah bab 6. ah, terserah lah. Yang pasti Rayya sudah sampai pada permasalahan yang menurutnya paling pelik dalam hidupnya. kehilangan sekolah yang sangat dicintainya. Bayangin deh saat kita harus kehilangan sesuatu yang kita cintai lebih dari apa pun.

Nah, kalau kamu, apa sih yang bakalan kamu lakukan untuk mempertahankan sesuatu yang sangat kamu sukai? 

Barangkali jawaban kalian bisa membantu Rayya.

Cuss sila dibaca. Jangan lupa ninggalin jejak. jejak-jejak kamu itu ampuh banget nambah semangat aku.

Mauliate. Salam sayang dari Medan

Wonderful PlaygroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang