Setelah perdebatan tentang apa yang seharusnya dilakukan Rayya untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya mengalami jalan buntu, keheningan menyelimuti kedua sahabat itu. Hingga tiba-tiba Rayya berdiri sambil memukul meja, dan...
"Aku harus menemui dokter itu dan memintanya untuk menyewakannya kembali kepadaku sebelum aku berhasil mencari lahan baru untuk disewa," ucap Rayya dengan suara keras karena terlalu bersemangat.
Nita yang sedang asik menatap ponselnya terlonjak kaget mendengar suara gebrakan meja di depannya. Ditatapnya Rayya dengan pandangan ingin mencekik.
"Bisa nggak sih kamu bersikap biasa-biasa aja. Kaget tauk!" teriak Nita dengan mata melotot sambil mengusap-usap dadanya.
Rayya tidak mengindahkan tatapan kesal di depannya. Mata lebarnya berbinar mengetahui langkah apa yang harus dilakukannya untuk tetap mempertahankan sekolahnya. Diambilnya donat yang tinggal separuh lalu mencelupkannya ke kopi sebelum akhirnya memasukkannya ke mulut. Puas dengan aksinya, Rayya menandaskan kopi miliknya. Lalu menyampirkan sling bag biru toska ke pundaknya.
"Mau kemana?" tanya Nita melihat aksi Rayya.
"Pulang, ganti seragam kemudian menemui dokter itu. Pukul lima sore kayaknya masih sempat," ujar Rayya sambil melihat jam bertali hitam dipergelangannya.
"Kamu serius mau ketemu dokter itu sekarang?" tanya Nita sambil memerhatikan penampilan sahabatnya itu. Atasan batik coklat bermotif dipadupadankan dengan rok hitam panjang dan flat shoes juga berwarna hitam. Tampak sederhana. Kesan mewah yang dulu melekat erat di seluruh tubuhnya kini lenyap tak berbekas.
Andai teman seangkatan Rayya di Fakultas dulu bertemu dengannya, mungkin mereka tidak akan menyapa gadis itu karena tak mengenalnya lagi. Siapa juga yang percaya gadis yang dulu selalu tampil modis dengan mobil ford hitam mengilap selalu menemaninya, tiba-tiba berubah menjadi gadis berpenampilan sederhana dengan tongkrongan motor matic second yang selalu mogok saat melewati genangan air lumayan dalam saat musim hujan.
"Ya serius-lah! demi TK Mandiri apa pun harus dilakukan termasuk menemui dokter itu. Aku pergi dulu." Rayya melangkah keluar namun sebelum sampai di pintu teriakan Nita menghentikan langkahnya.
"Ray! Jangan lupa mandi. Entar dokternya pingsan lagi begitu kamu masuk ke ruangannya." Nita tertawa melihat Rayya spontan mencium ketiaknya. Tawanya semakin keras melihat wajah memberengut gadis mungil di depannya.
"Ketawa aja terus sampai puas," ujar Rayya sambil berjalan menuju parkiran dengan langkah menghentak mendengar tawa puas Nita.
Pukul lima lewat lima belas menit Rayya menghentikan motornya di teras kontrakannya yang terletak di pinggiran Medan tidak jauh dari TK Mandiri. Diambilnya kunci dari tas lalu membuka pintu kayu berwarna hitam kusam. Kontrakan Rayya berbentuk memanjang, disekat-sekat menjadi tiga bagian : ruang tamu, ruang kamar, dan dapur di depan kamar mandi.
Rayya meletakkan kunci motor di meja plastik di dekat pintu kemudian mengambil pakaiannya yang terlipat rapi di lemari plastik yang menempati salah satu sudut kamar. Setelah menyambar handuk di balik pintu, ia bergegas ke kamar mandi.
Namun langkahnya terhenti saat melihat plastik Alfamart dan sebuah amplop putih tergeletak di meja dekat rak di dapur. Mama-nya tadi pasti sedang terburu-buru sehingga ia tidak menunggu atau memberi kabar kalau ia akan singgah ke kontrakannya. Dihembuskannya napasnya keras sebelum mengeluarkan isi plastik lalu menyusunnya di kulkas. Berkali-kali Rayya melarang mamanya untuk tidak mengiriminya makanan dan uang. Namun mana mamanya mau. Wanita itu tetap bersikukuh melakukan apa yang diinginkannya.
Awalnya Rayya menolak namun seiring berjalannya waktu dan sikap mamanya yang tampak tidak ikut campur terhadap permasalahannya dengan bapaknya membuat gadis itu akhirnya menerima pemberian itu. Yah, meskipun perasaan tidak nyaman kerap melingkupi perasaannya. Tidak adil rasanya menerima pemberian orangtuanya disaat ia menolak menuruti perintah mereka. Namun, sekali lagi mamanya menegaskan pemberiannya itu tidak ada urusannya dengan bapaknya.
Pukul 22.07 waktu Medan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Playground
Fiksi Umum[Tamat] Impian Rayya memiliki sekolah ramah anak dan menyenangkan terwujud saat ia memutuskan mengelola TK Mandiri bersama temannya, Nita. Satu tahun berlalu semua baik-baik saja. Namun semua menjadi berantakan saat pemilik lahan dan bangunan yang m...