Bab 3

1.1K 212 55
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita


Matahari sore yang menyinari hamparan pasir di gurun pasir sangat menyengat. Namun, hal itu tidak berpengaruh bagi sang unta dan penunggangnya, mereka terlalu sibuk bertengkar sehingga melupakan keadaan sekitar.

Al' Kaar kembali menghela tali kekang hewan yang dia tunggangi dengan kesal. Pria itu menyesal telah mengabaikan nasihat Tamil dan berharap dapat memperoleh unta yang memiliki sifat lebih penurut.

"Ayo, jalan!" omel Al' Kaar untuk kesekian kali. Dia bahkan menggunakan kedua kaki untuk menendang pelan sisi perut sang unta.

Sang unta bergerak sebentar sebelum berhenti melangkah. Binatang berpunuk itu kembali mengamati deretan kaktus sambil mengerjap-ngerjapkan bulu matanya yang lentik.

"Astaga! Bisakah kau berhenti bertingkah centil dan menjalankan tugasmu!" bentak Al' Kaar. Pria itu tidak tahan lagi, mereka telah menghabiskan waktu hampir tiga jam lamanya dan sang unta hanya berhasil berjalan sekitar dua kilometer.

Al' Kaar menoleh ke belakang untuk melihat Kota Mar'tack dengan hati dongkol. Dia tidak mungkin kembali ke sana hanya karena tidak mampu mengendalikan seekor unta.

Semilir angin panas menerbangkan butiran pasir di sekitar mereka. Dengan kecepatan seperti ini, dia pasti harus bermalam di pinggir kota dan menjadi bahan tertawaan para argon yang melintas.

Al' Kaar akhirnya memutuskan untuk melompat turun, lalu menarik tali kekang sang unta dengan keras. "Ayo, jalan!"

Binatang itu meronta. Namun, Al' Kaar menambah tenaganya sehingga sang unta terpaksa menurut. Namun, baru beberapa langkah, hewan tersebut tiba-tiba meludah tepat ke wajah pemiliknya.

Langkah Al' Kaar berhenti seketika. Argon jantan itu perlahan menoleh ke arah si unta yang sedang memamerkan bulu matanya sebelum berkata pelan. "Ini terakhir kalinya kau bersikap kurang ajar kepada maji-…."

Ludah kedua melesat membasahi pipi kiri Al' Kaar. Jantung pria itu  berdebar cepat, gairah ingin membunuh tiba-tiba mengalir deras di dalam aliran darahnya.

Sisik menyerupai ular merambat perlahan pada kulit biru Al' Kaar bersamaan dengan tubuhnya mulai membesar sebelum rasa tercekik dirasakan oleh argon jantan itu dan dia langsung terbatuk.

"Sabar …. Aku harus sabar," gerutu Al' Kaar setelah berhasil bernapas normal.

Unta yang berada di sebelah Al' Kaar mengentakkan keempat kaki dan kembali meronta. Pria itu mencoba menahan diri untuk tidak memutuskan leher tunggangannya sebelum tiba-tiba getaran ringan dirasakan olehnya.

Wajah Al' Kaar berubah menjadi waspada. Argon jantan itu melihat sekeliling dengan cermat. Jari-jari tangan kanannya masih mencengkeram kuat tali kekang sang unta.

Getaran pelan kembali dirasakan dari arah belakang. Al' Kaar berbalik dan melihat gerakan menyerupai gelombang mendekat ke arah mereka.

Napas Al' Kaar berhenti seketika. Pria itu langsung melepaskan genggamannya dan memasang kuda-kuda. Sang unta yang juga menyadari bahaya segera berlari menjauh.

Gelombang itu semakin mendekat. Mata kuning Al' Kaar berkilat dan tangan kanannya menarik rantai berujung senjata tajam yang tergantung di pinggang.

Gempa kecil bersamaan dengan sesosok makhluk menyerupai cacing raksasa dengan ujung kepala yang merupakan mulut keluar dari bawah pasir, lalu melesat ke arah Al' Kaar.

Sayap Gurun Pasir [ Planet Zigrora Series ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang