Bab 5

940 189 18
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita


Dua jam kemudian Al' Kaar berjalan kembali ke tenda dengan tubuh basah kuyup. Tangan kanan pria itu menggenggam erat tali kekang yang mengikat kepala Kamal.

Sang unta meronta meminta dilepaskan. Namun, Al' Kaar mengabaikannya dan menarik tali yang berada di genggamannya lebih kuat sambil mengertakkan gigi, mungkin seharusnya dia membiarkan Tamil memotong leher binatang yang menjengkelkan ini.

Tiba-tiba langkah Al' Kaar terhenti. Dia menatap ke arah tenda yang masih berjarak beberapa puluh meter di depan mereka dengan rasa curiga. Ada sesuatu yang merangsek masuk ke dalam selama dia pergi.

Al' Kaar membetot kekang Kamal sehingga kepala unta itu merunduk sebelum dia berbisik, "Diam …."

Sebuah cairan bening, kental, dan berbau melesat tepat ke wajah Al' Kaar. Argon jantan itu membeku beberapa saat sebelum mengelap kulit mukanya sambil bergumam dengan napas pendek-pendek menahan marah. "Aku adalah … Tuan dari diriku sendiri …."

Kelebatan makhluk yang berada di dalam tenda membuat Al' Kaar berhenti mengurusi unta betina yang masih berusaha melepaskan diri. Argon jantan itu memicingkan mata agar dapat melihat lebih jelas dan perlahan berjalan mendekat sambil menyeret tunggangannya.

*****

Jarak semakin dekat. Al' Kaar berdiri di depan pintu yang terbuat dari kain dengan ekspresi terkejut. Di dalam tenda miliknya terlihat seorang argon betina yang sedang berusaha membuka peti.

Gadis itu jelas merupakan argon liar sebab tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Jakun Al' Kaar bergerak pelan saat menelan ludah. Dia sudah lama sekali tidak pernah melihat kulit mulus argon betina. Para perempuan di wilayah pemukiman telah mengenal kata malu, tetapi tidak dengan yang di hadapannya.

Argon betina itu telah menyampirkan rambut merah jingganya yang sepanjang bahu ke sisi kiri saat memiringkan kepala. Wajahnya berkerut kebingungan menatap peti yang memiliki kunci sederhana.

Aliran darah Al' Kaar berdesir saat melihat tubuh gadis yang merunduk untuk mencoba menarik tutup kayu dengan kedua tangan. Pria itu tanpa sadar menarik tali kekang terlalu kuat dan mendapatkan hadiah sebuah gigitan pada kupingnya.

"Aw! Apa yang kau lakukan?!" seru Al' Kaar spontan dan mendorong Kamal.

Al' Kaar memegangi telinganya, lalu kembali tersadar akan keberadaan sang betina. Dia menoleh perlahan ke arah gadis itu dan tersenyum. "Halo …."

*****

Gadis itu mundur beberapa langkah dengan tubuh agak membungkuk. Kedua tangannya terentang dan mata kuningnya memandang Al' Kaar dengan waspada.

"Oh, maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu …," ucap Al' Kaar saat melihat posisi siap bertarung ditunjukkan oleh tamunya.

Kilat mata argon betina itu berubah dari curiga menjadi kebingungan saat mengamati penampilan Al' Kaar. Ketegangan pada tubuh sang gadis bahkan  mengendur saat menatap ke arah unta yang seakan-akan sedang memainkan bulu matanya yang lebat.

Al' Kaar menghela napas lega, akan sangat menyulitkan apabila argon betina itu membakar tendanya akibat panik. "Aku Al' Kaar …. Siapa namamu?"

Argon betina itu kembali mengamati Al' Kaar dari ujung kepala hingga ujung kaki sebelum balik bertanya, "Benda apa yang kau pakai?"

"Ini?" tanya Al' Kaar sambil menunjuk jubah putih yang dia kenakan. "Ini pakaian …."

"Kenapa kau menutupi kulitmu?" Argon betina itu mengerutkan wajah dengan ekspresi tidak mengerti. "Apa kau cacat?"

Al' Kaar terdiam sejenak sebelum tertawa terbahak-bahak. Argon jantan itu bahkan memegangi perutnya yang berguncang.

"Kenapa kau tertawa?! Apa yang lucu?" Argon betina itu tiba-tiba kembali melebarkan kaki dan menunjukkan sikap siaga. Sisik menyerupai ular mulai merambat pelan menutupi kulit birunya.

Tawa Al' Kaar terhenti seketika. Pria itu segera mengangkat kedua tangan ke atas sebagai tanda menyerah dan membiarkan Kamal berjalan menjauh. "Maaf …, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu …."

Mata argon betina itu menyipit curiga. Dia masih merunduk dengan sikap siaga. Namun, sisiknya perlahan kembali melembut.

Al' Kaar menghela napas lega. Argon jantan itu menurunkan kedua tangan sambil menghela napas lega. "Aku merupakan bagian dari argon beradab …, sudah waktunya kita memajukan kebudayaan kita."

"Kebu-da-yaan?" Argon betina itu memiringkan kepala dan menunjukkan ekspresi kebingungan. "Benda apa itu?"

Senyum Al' Kaar melebar. Dia menunjuk jubah yang dia pakai sambil berkata, "Ini kebudayaan …."

Al' Kaar kemudian menunjuk ke arah peti yang berada di dekat gadis itu. "Itu kebudayaan."

Pandangan argon betina itu mengikuti jari Al' Kaar sebelum mengerjapkan mata.

Al' Kaar bersedekap. "Kami tinggal di sebuah wilayah pemukiman di mana para argon dapat hidup lebih layak dibandingkan hidup di alam liar."

"Pe-mu-kiman?" Argon betina itu kembali menoleh dan masih menunjukkan wajah bingung.

"Rumah-rumah, sama seperti milik manusia …." Al' Kaar memakai kedua tangan untuk mencoba menjelaskan lebih baik ucapannya.

Namun, argon betina itu hanya ternganga. Secara perlahan sang gadis berjalan merambat menuju pintu tenda.

"Hei, kau mau ke mana?" tanya Al' Kaar yang masih berdiri di luar tenda dengan penasaran. "Kenapa wajahmu pucat pasi?"

Jarak mereka semakin dekat. Al' Kaar bahkan dapat mencium bau khas betina dari argon yang berada di hadapannya sebelum tiba-tiba gadis itu berlari menjauh.

"Hei!" seru Al' Kaar terkejut. "Kenapa kau lari?! Aku tidak berniat buruk kepadamu!"

"Tunggu!" Al' Kaar langsung mengentakkan kaki untuk menyusul gadis itu. "Setidaknya izinkan aku memberikanmu pakaian!"

Argon betina itu memekik ketakutan ketika Al' Kaar hampir mengejarnya. Sepasang sayang menyerupai kelelawar raksasa muncul di punggung bersamaan sisik yang menutupi kulitnya.

Tidak berapa lama, argon betina yang kini memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar dibanding saat berwujud manusia telah melesat di langit.

Al' Kaar berdiri dengan napas terengah-engah. Dia menopang kedua tangan di atas paha yang tertekuk dan menelan ludah.

Pria itu menoleh ke samping dan menemukan Kamal sedang berjalan menjauh sambil menggoyangkan pinggul. Al' Kaar menarik napas dalam-dalam. Dia kembali berlari dan kini mengejar untanya untuk kedua kali.

*****

Matahari telah mencapai puncak saat Al' Kaar berhasil menunggangi kembali sang unta dan merapikan tenda. Mereka menyusuri perbatasan antara gurun dengan dataran hijau yang berada di sisi utara, perbatasan Negara Northely, tempat para penunggang griffin berada.

Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran argon liar, bahkan pria itu tidak dapat menemukan sisa abu dari argon yang telah tewas.

Lidah Al' Kaar berdecak kesal. Dia sepertinya harus pulang dengan tangan kosong. "Buang-buang waktu saja …."

Pria itu menghela napas panjang, lalu memutar untanya sehingga kembali menuju ke pemukiman Mar'tack.

Al' Kaar berdeham sejenak untuk membersihkan tenggorokan. Pria itu memonyongkan bibir, lalu mulai mencoba bersiul, mengikuti tingkah salah satu manusia yang pernah dia lihat.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

Sayap Gurun Pasir [ Planet Zigrora Series ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang