Pikiran Aero di kantor terbagi dua. Antara pekerjaan dan pertemuan dengan Vanessa sore nanti. Lagi pula apa sih yang Aero rasakan, apa ia khawatir atau takut? Aero pun tidak mengerti kenapa ia begitu enggan dengan pertemuan ini. Padahal Vanessa itu cantik dan mungkin gadis itu memenuhi kriteria yang Aero cari atau mungkin bahkan dia jodohnya tapi tetap saja ada yang mengganjal dihati Aero, hatinya sudah menolak disinggahi Vanessa bahkan sebelum mereka bertatap mata, aneh kan.
"Bang, ini gimana sih, komputer yang gue pake tiba-tiba ngadat masa gue harus restart ulang, ilang dong semua data pemasukan yang gue ketik." Aqsa si adik durhaka yang sudah menjurumuskan Aero dalam perjodohan ini dengan tidak sopannya menerobos masuk ruangan Aero tanpa permisi, tanpa ketuk pintu dan langsung nyerocos panjang lebar. Suaranya bikin Aero tambah pening, untung masih bisa di rem. "Lo kenapa bang?"
"Kenapa kenapa. Ini semua gara-gara lo." Desis Aero tajam.
"Ohh masalah pertemuan nanti? Ya ampunn gitu aja pake dipikirin pusing, tinggal ketemu, pandang pandangan, ngobrol yang enjoy kalau lo nggak suka ya udah bilang aja ke Omma kalau lo nggak cocok sama Vanessa."
Aero menatap Aqsa sengit. "Gampang lo ngomong itu. Lo pikir bangun percakapan sama orang yang belum kita kenal gampang. Mending lo aja deh yang ketemu dia."
"Lah kok gua. Kan yang butuh jodoh elo, gue mah udah punya cewek."
"Sialan banget lo ngledek gue." Aero melempar tip-ex pada Aqsa tapi adiknya dengan sigap menghindar sambil tertawa terbahak-bahak. Bahagia banget dia diatas penderitaan Aero.
"Lagian lo kenapa sih bang. Timbang dijodohin doang aja sungut sungut kayak gini, kecuali kalau lo mau dijeburin ke kolam buaya baru." Tanpa permisi Aqsa duduk di kursi tamu seberang meja Aero. Ia mengetuk meja di depannya dua kali. "Lagian gini nih bang yah, Vanessa itu cantik, penampilannya modis, terlahir dikeluarga kaya dan terhormat, apa salahnya buat nyoba kenal sama dia. Apa karena lo belum bisa ngelupain dia?" Aqsa menatap Aero serius namun yang ditatap hanya diam menunduk memandangi kertas berisi bagan keuangan, Aqsa tahu dia tidak sedang membacanya, pikirannya pasti melanglang buana. "Come on bang, move on, move on. Cewek di dunia ini banyak bukan dia doang."
"Gue udah move on Sa. Cuman gue belum bisa nemuin yang pas dihati gue." Aero tahu seberapa kerasnya ia menyangkal dari Aqsa, adiknya tetap tahu bahwa ia bohong, ikatan batin antara adik dan kakak diantara mereka berdua terlalu kental untuk bisa saling membohongi satu sama lain.
"Gue harap begitu. Saat waktunya tiba...
Line line line line...
Aqsa kesal ucapannya terpotong karena suara panggilan aneh berasal dari ponsel Aero. Dan yang lebih anehnya lagi abangnya tampak sangat bahagia melihat kontak yang menghubunginya. Aqsa mengintip nama si pemanggil. What the hell. Itu nama laki-laki dan ppnya pun laki-laki.
"Sa lo udah nggak ada keperluan lagi kan. Gue mau angkat telpon nih."
"Segitu pentingnya yah tuh telpon, sampai adik sendiri diusir."
"Udah jangan banyak bacot, pergi lo sana. "
"Masalah komputer gue gimana?"
"Minta tolong sama IT lah bukan sama gue, pergi sana, keburu telponnya mati nih."
Aero menekan tombol terima begitu Aqsa menghilang dari pandangannya.
"Hallo/hallo."
"Semalam lo nelpon ke id gue ya?"
"Iya, ini Sanjaya yah?"
Kalau benar dia Sanjaya, berarti semalem yang ngangkat panggilan dia orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOND
Teen FictionMarcus mendapat wasiat dari Ayahnya untuk mencari seorang pemuda bernama Kevin Sukamuljo sebelum Ayahnya menghembuskan napas terakhirnya. Ayahnya meminta Marcus untuk menjaga pemuda yang bahkan tidak Marcus kenal. Namun sebagai anak yang berbakti pa...