Gelap gulita menyambut Marcus sesampainya di apartemen. Tak perlu ditanya lagi untuk mengetahui kemana perginya penghuni apartemen ini, Kevin pasti belum pulang. Marcus menyalakan lampu, syukurlah ruang tamu aman, masih rapih seperti sedia kala. Marcus meletakkan bawaannya di atas meja makan. Ia pun melangkah ke dapur untuk mengecek apakah Kevin menghancurkan dapur. Hidungnya mencium bau gosong serta logam terbakar, Marcus buru-buru mengecek microwave, kosong, ia menghela napas lega, microwave dalam keadaan mati. Ia beralih ke wastafel, tidak ada piring kotor disana namun noda bekas makanan berceceran, tidak Kevin bersihkan. Mata Marcus kemudian menangkap saus bolognes di atas meja dapur, tutupnya menghitam tidak seperti ketika ia baru membelinya, rupanya bau gosong serta logam terbakar berasal dari wadah ini. Ia membuka tutupnya, isinya sudah berkurang sedikit, jangan bilang Kevin memakan saus yang sudah gosong ini, mudah mudahan sih tidak, tadi siangkan ia sudah mengiriminya makanan. Tapi bisa jadi Kevin kelaparan sebelum makanan yang dikiriminya datang, bocah itu kan makannya banyak. Marcus membuang saus itu ke tempat sampah lalu berjalan menuju kamar sembari mendial nomer Kevin.
"Dimana kamu sekarang? Kenapa belum pulang?"
.
.
Kevin tertegun melihat bangunan apartement tempat tinggal Aero. Hell, ini sih apartement kelas elit yang nggak akan bisa ia jangkau. Lantai lobbynya aja terbuat dari marmer dengan desain modern di setiap sisinya, tidak seperti apartementnya yang suram seperti di film-film horor. Pintu masuknya pun menggunakan pengamanan kode, jadi tidak sembarangan orang bisa bertamasya di apartement ini. Setelah pintu kaca tebal itu membuka, Kevin mengikuti Aero yang berjalan kearah lift, kepalanya tak berhenti menengok kesana kemari, ia jadi excited sendiri, penasaran dengan isi apartemennya, jika lobbynya saja sudah sebagus itu, kamarnya pasti lebih bagus lagi.
Ketika Aero membuka pintu apartemennya mata bulat Kevin semakin membulat. Baru dilihat dari muka pintu saja sudah kelihatan mewahnya.
"Masuklah."
Kevin menoleh ke Aero, ia juga masih berdiri dimuka pintu, meminta izin pada tuan rumah, setelah Aero mengangguk Kevin melangkah cepat memasuki apartement dan berhenti di ruangan yang ia duga sebagai ruang tamu, tidak seperti apartemennya, ruang tamu disini tiga kali lipat lebih luas dari miliknya, interiornya pun mewah dari mulai sofa hingga hiasan yang harganya pasti sangat mahal.
Aero tersenyum melihat tingkah Kevin yang berjalan kesana kemari seperti anak kecil yang menjejalah tempat baru. Aero mengatur suhu ruangan setelahnya berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman. Ia meneguk satu gelas air dingin. Rasanya sejuk sekali ditenggorokannya, sedikitnya bisa meringankan emosinya setelah pertemuannya dengan Vanesha tadi. Ia membuka kemejanya ketika Kevin datang padanya.
"Ro, apartement ini ada dua lantai?" Melihat tubuh atletisnya membuat Kevin iri, tubuhnya tidak sebagus itu, apalagi sampai perutnya membentuk roti sobek coklat seperti itu. Didukung dengan warna kulitnya yang eksotik membuatnya semakin terlihat gagah.
Tunggu? Apa? Ro? Anak ini berani sekali memanggilnya hanya dengan namanya. Aero memicing, wajah pemuda ini seolah tak berdosa dengan hanya memanggil namanya.
"Ya, apartement saya ada dua lantai. Dan saya ingatkan, saya lebih tua sepuluh tahun dari kamu, jadi jangan panggil saya hanya dengan nama." Aero menyampirkan kemejanya di punggung kursi meja makan lalu berjalan ke pantri dengan kondisi badan setengah naked.
Kevin mengangkat alisnya. "Terus manggilnya apa? Pak Aero?"
"Pak?! Memangnya aku terlihat setua itu. Kakak saja kakak."
"Kamu lebih pantes dipanggil Om." Ucapan Kevin lirih namun telinga Aero cukup sensitive untuk mendengarnya.
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BOND
Teen FictionMarcus mendapat wasiat dari Ayahnya untuk mencari seorang pemuda bernama Kevin Sukamuljo sebelum Ayahnya menghembuskan napas terakhirnya. Ayahnya meminta Marcus untuk menjaga pemuda yang bahkan tidak Marcus kenal. Namun sebagai anak yang berbakti pa...