Terlihat seorang remaja cowok yang mengenakan kaos berwarna putih, dengan dilapisi jaket levis kesayangannya. Kini sedang asik melamun diatas ayunan, kakinya sesekali bergerak pelan mendorong tubuhnya dalam menghantam angin. Di atas ayunan ini, semuanya terasa begitu kelu.
Matanya terlihat sedikit sembab, salah satu pipinya memerah akibat bekas tamparan dari sang Ayah. Yah, sudah pasti sakit dan nyeri. Namun, remaja ini mencoba untuk tetap baik-baik saja. Air matanya tiba-tiba mengalir kembali dari kelopak matanya. Padahal, sudah sebisa mungkin cowok itu menahan. Kedua tangannya yang memerah menghapus air matanya dengan lamban, Kedua jari-jari tangannya pun juga ikut terasa sakit.
Kali ini ia tidak sedang berada di taman luar komplek rumahnya. Melainkan, taman yang berada di dalam rumahnya. Tidak besar, namun terlihat cukup sejuk dipandang. Ada dua ayunan, beserta pepohonan dan bunga-bunga kecilnya.
Darka berusaha menegakkan tubuhnya kembali dan tersenyum simpul. Entah apapun alasannya, menyerah bukan jalannya untuk menunjukkan kepada semesta bahwa ia menolak apa yang sudah menjadi takdirnya. Walaupun, jauh didalam lubuk hatinya ia merasa sangat sakit dan cukup tertekan karena kehidupannya yang tidak bisa membuatnya bahagia.
Jiwa-jiwanya selalu meraung untuk menepi, namun pikirannya terus menerobos masuk kedalam
kegelapan yang jauh tak terhingga."Nggak punya mulut. Yah, bisu!"
Suara sang Kakak masih terus menggema di pikirannya, membuat senyum simpulnya lenyap seketika. Mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
"Gua nggak bisu, " gumam Darka pelan seraya menggelengkan kepalanya lesu.
Darka lebih sering menyendiri, menyepi, meratapi apa saja yang udah terlewati di hidupnya. Meraung, meminta tolong pun sepertinya takkan ada yang kunjung datang, meminta mengerti, tak ada yang peduli. Bukan kah hidup memang seperti itu?
Darka yang lemah.
Kata Ryan, Kakaknya. Begitu ....Ryan bilang juga, jika kehidupan Darka ini adalah beban. Ryan tidak suka dengan Darka, karena Darka selalu merepotkan, baginya. Kehidupan Darka sebagai adiknya selama ini adalah hal yang paling Ryan benci.
Karena Ryan takut segala kasih sayang orang tuanya berubah. Namun, ekspetasi Ryan selama ini akan hal itu berubah. Kenyataannya, selalu berbanding terbalik. Orang tuanya lebih menyanyanginya lebih daripada apapun, termasuk Darka.
Ayah tidak pernah main-main untuk memukul Darka. Dan itu sangat biasa.
Darka menyentuh lengan kanannya yang sedikit nyeri, mengusapnya pelan dengan harap rasa sakit yang sedang dirasa saat ini bisa benar-benar menghilang. Ia merintih sakit, bibir bergetar menahan tangis. Jauh di dalam batinnya, ada satu harapan yang ia minta kepada Tuhan. Sebuah harapan yang sulit untuk dikatakan, sekalipun di jelaskan.
*****
Aku balik bawa cerita Dark versi new version hahahah.
Happy Reading!