Ryan menatap kearah selembar foto yang sedang ia genggam. Seorang gadis yang pernah ia kenal bernama Layla Putri atau Lala nama panggilan kesayangannya. Tidak banyak kenangan yang Ryan simpan mengenai gadis itu, selain sebuah surat dan foto ini. Ia tersenyum mengingat betapa indah senyumannya yang Ryan tidak pernah sangka akan menjadi sangat langka. Bahkan tidak pernah ia temui lagi."Ryan, Adek lo masuk UKS lagi, noh."
Suara Gara membuyarkan semua kenangannya. Benar-Benar menyebalkan bukan? Inilah yang paling Ryan tidak suka saat ia harus satu sekolah dengan Adiknya. Ryan cepat-cepat menyimpan foto itu di dalam tas-nya sebelum Gara menyadarinya. Bisa nanti Gara akan semakin meledeknya karena belum move on.
"Kenapa lagi, sih?!" tanya Ryan dengan nada kesal. Namun, disisi yang lain, yang tak pernah nampak oleh siapapun, Ryan khawatir.
"Demam mungkin?"
"Demam apaan tadi di rumah biasa aja nggak ada tanda-tanda demam. Bunda juga nggak bilang apa-apa sama gua."
"Ya, namanya penyakit mah nggak ada yang tau."
Gara jujur agak kesal dengan jawaban Ryan. Tapi, mau bagaimana lagi. Memang seperti sifatnya yang keras kepala dan gengsi.
"Afif kemana?" tanya Ryan yang terus berjalan memimpin jalan menuju UKS. Sedangkan, Gara di belakangnya sudah merutukinya dalam hati.
"Temenin Adek lo di UKS. Tadi Bu Sri sempet nyuruh Adek lo pulang tapi dia nggak mau."
Ryan tidak menanggapi ucapan Gara. Sesampainya di ruang UKS Ryan melihat Afif dan Adiknya yang saling berdiam tanpa adanya obrolan. Darka memakai jaket kebesaran milik Afif seperti biasa kedua sahabatnya memang sangat perhatian kepada Adiknya.
"Kenapa lo nggak mau pulang? Bu Sri udah nyuruh lo pulang kan tadi?" Tanpa menanyakan kabar terlebih. dahulu Ryan langsung menyerangnya.
"Udah gua bilang berapakali sih, Arka. Jangan jadi beban buat orang lain. Kalo di suruh pulang karena sakit, ya, pulang. Lo nungguin gua marah-marah dulu apa gimana sih?!"
Gara menahan Ryan. "Lo dengerin Adek dulu. Siapa tau dia ada ulangan harian makanya nggak mau pulang kan?"
"Berisik banget lo, Gar. Nggak tau kan lo keselnya gua kayak gimana?"
Afif memberikan tatapan dan tanda agar Gara tidak banyak ikut campur masalah Ryan. "Ya, udah. Terserah lo," ujar Gara.
"Jawab kenapa lo nggak mau pulang?!"
"Ada Ayah di rumah."
Jawaban yang membuat Ryan langsung menghela napas. "Lo berdua keluar deh dari sini. Sebentar lagi bel istirahat selesai. Kalo Bu Fenny udah masuk kelas tolong izinin gua. Jelasin aja gua lagi di UKS temenin Adek gua."
Afif memberikan jempolnya dan menyetujui ucapan Ryan. Akhirnya Gara dan Afif keluar dari ruang UKS menyisakan Kakak beradik ini yang masih belum memulai pembicarannya lagi. Ryan mendekat kearah Darka yang sedang duduk di pinggir ranjang, sesekali anak itu. terlihat merapatkan jaketnya untuk melindungi tubuhnya dari dingin.
Ryan menyentuh dahi Sang adik untuk memastikan kondisinya. Dalam hati Ryan cukup terkejut saat merasakan panasnya yang tidak seperti demam biasa. "Lo harus pulang, demam lo tinggi. Biar di kasih obat sama Bunda."