2 | Jas Hujan Cinta

195 7 0
                                    


Jodoh. Satu kata yang penuh teka-teki dan juga misteri

Tidak ada yang tahu kapan ia datang

Dengan siapa dan bagaimana cara ia hadir pun kita tidak tahu.

Begitupun dengan diriku, tak pernah sedikit pun terlintas di benakku bahwa dia yang menjadi penyempurna separuh agamaku

Ternyata dia yang ditakdirkan untuk menjadi jodohku.

Jodoh yang sudah tertulis dan tersimpan di Lauh Mahfuzh-Nya.

Waktu sudah beranjak semakin sore. Kulihat dari luar jendela langit juga mulai ditutupi oleh awan hitam. Sepertinya hujan akan kembali turun. Memang sering terjadi hujan beberapa hari ini. Dengan cuaca seperti ini, banyak orang mendukung untuk bergelut di dalam selimut atau mereka memilih untuk menikmati teh hangat serta tidak ketinggalan cemilan sebagai temannya. Namun, hal itu tidak berlaku untuk diriku karena di tengah cuaca yang dingin aku masih sibuk berkutat dengan buku, seperangkat alat tulis ditambah mata mengatuk dengan mata kuliah yang sedari tadi tak kunjung kelar. Tunai. Eh, kok jadi ijab qabul, ya? Hehe. Sudahlah lupakan. Maklum aku kelamaan jomlo jadi begini.

"Baik anak-anak kita akhiri pelajaran hari ini. Sampai bertemu hari Kamis depan," ucap dosenku mengakhiri mata kuliah sore ini.

Aku menghela napas lega. Akhirnya selesai juga mata kuliahku hari ini. Seharusnya aku sudah pulang dari siang tadi tetapi karena ada pelajaran tambahan yang mesti diikuti jadilah aku belum pulang hingga petang ini.

Setelah dosen keluar dari kelasku, aku pun segera memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas milikku.

"Za, aku duluan, ya. Mau hujan nih," ujarku seraya bangkit dari kursi.

"Lho, kok buru-buru banget sih, Ly?" tanya Aiza Rumaisha, teman sebangku.

"Iya, Za. Soalnya Bunda udah nunggu di rumah," jawabku.

"Oke deh. Hati-hati, ya!" pesan Aiza kepadaku .

"Ashiaap!" balasku sambil mengacungkan jempol.

***

Setelah berpamitan aku bergegas keluar kelas dan berjalan menuju parkiran tempat Pinky motor kesayanganku terparkir di sana.

Sesampai di parkiran, aku langsung menaiki si Pinky dan menancap gas dengan kecepatan sedang. Rintik-rintik hujan kecil menemani perjalananku. Namun di tengah perjalanan, hujan yang turun semakin deras. Betapa kurang beruntungnya aku karena tidak membawa jas hujan yang biasanya selalu ada di bawah jok motorku.

Akhirnya aku menepikan motor di sebuah tempat pencucian mobil untuk berteduh dan menunggu hujannya reda. Kugosokkan kedua tangan untuk menghangatkan tubuhku yang kedinginan ini.

Drrttt...

Suara ponselku berbunyi. Segera aku mengangkat telepon tersebut.

"Wa'alaikumussalam, Bun." Aku menjawab salam di ujung telepon, ternyata dari Bundaku.

"Kak lagi di mana?" tanya Bunda dengan nada khawatir.

"Kakak lagi berteduh nih, Bun. Hujannya deras banget!" balasku sambil mengencangkan suaraku karena beradu dengan suara hujan.

"Ya Allah, kasihan anak Bunda. Kamu hati-hati ya, Ly! Nanti kalau hujannya berhenti, cepat pulang ke rumah ya, Nak. Assalamu'alaikum," salam Bunda sambil mengakhiri sambungan telepon.

"Iya. Bunda tenang aja ya. Wa'alaikumssalam," jawabku sambil menutup pembicaraan kami.

Hari semakin menggelap, hujan yang diperkirakan hanya sebentar ternyata salah.

Kumpulan Cerita Pendek RomantisWhere stories live. Discover now