Pukul Lima Petang

33 7 6
                                    

Jingga.

Satu kata gambarkan senja. Kala itu, dimana aku menikmatinya. Ya, mungkin itu kalimat yang pantas, bukan 'kita' tapi aku. Karena aku tau yang ku rasa. Sedang, aku tak tau apa yang kau rasa. Mungkin sja, kau tak menginginkannya bukan?

Aku ingat, kala itu kau bertanya. "menurutmu, apa arti bahagia?".

Akupun tersenyum. Entah mengapa, jika aku memandangmu, bagai menenggak segelas vodka. Ingin lagi. "sebuah rasa yang tiba-tiba ada di hati, rasa hangat dan rasa ingin mempertahankan lebih lama".

Kau palingkan wajahmu dari jingga, menatapku. Aku tau itu, walau manik netra kita tak bertemu.

"apa bahagiamu?" ujarku.

"bahagiaku itu, jingga-senja bahagiaku".

Andai kau tau, ada gejolak menyakitkan di relungku. Sekelebat rasa kecewa, Entah mengapa, tersarang begitu saja.

"kamu juga" lanjutmu, sambil tersenyum. Senyum mempesona. Senyum merekah, merah--layaknya jingga yang menggantung di atas sana.

Sang bayu, buat ilalang menyanyi riang. Surai rambut panjangku mendamba akan sentuhan manismu.

Kau pun mengusap wajahmu dengan kedua tanganmu, lalu kau dongakkan wajah ke atas--tanda bahagia, atau ketika kau berduka.

Ah,entah mengapa, sesuatu tentangmu-tak pernah ku lupa.

Jingga pun mulai memerah.
Kau membawa ku kedalam dekapanmu. Bayu menghembus kencang. Kau memelukku lebih erat, aku pun juga. Setetes air sebening kistal, menetes-jatuh tepat di dahiku. Bayu menghembus lebih kencang. 'hujan' pikirku.

Setetes cairan lagi-lagi mengenai dahiku. Kali ini, cairan itu mengalir ke hidungku. Aku pun membuka mata, kupandang wajah sang pangeran yang memiliki relungku. Tanganmu terulur menutup mataku.

"jangan buka matamu--jangan lihat aku. Ingatlah senja sebagai aku" ucapmu lirih. Badanmu bergetar hebat. Kau rengkuh aku dalam dekapmu. Kucoba pandang wajahmu. Aku tersentak saatkau penuh luka. "jangan begitu Rose.." ucapmu lemah. Deg! Bagai di hujam belati, relungku.

"aku melukaimu!" tukasku, tak dapat ku bendung lagi air mataku.

"kau canduku, kau obatku" ucapmu sambil mengeratkan dekapanmu, ketika aku mengurainya.

"lepaskan, kau hanya melukai dirimu sendiri"

"biarkan begini, birkan aku tidur dalam dekapmu" ucapmu.

Ku palingkan pandanganku darimu, untuk senja. Bayu semakin berhembus, tubuhmu semakin dingin. Ku eratkan dekapanku padamu. Hingga aku sadar, kau pergi dalam tidurmu-dalam dekapku.

***

haii, readers..

ketemu lagi nih, omong-omong cerita one shoot ini pernah aku publish di wattpad dengan judul dan gaya yang berbeda ^0^ hihihii

Ego Rosis~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang