Sebenarnya aku tidak terlahir Androphobia, kejadian yang kualami di masa lalu membuatku trauma sampai sekarang.
Ibu menitipkanku di sebuah panti Asuhan saat aku berumur 12 tahun karena kebutuhan ekonomi kami turun drastis akibat perusahaan Ayah mengalami kemunduran hingga akhirnya bangkrut, mengakibatkan Ayah menjadi stress dan pemabuk, hampir setiap malam Ayah pergi ke klub. Tentu saja, itu menjadi pertikaian hebat antara ibu dan ayah.
Mereka berdua memang tidak memutuskan untuk berpisah tetapi aku menjadi beban dalam kehidupan mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk menitipkanku di sebuah Panti Asuhan yang berada jauh dari kotaku agar aku bisa hidup lebih baik kata ibuku.
Selang beberapa bulan aku tinggal di Panti Asuhan, malam itu terjadi penculikan di dalam Panti, aku ikut menjadi korban.
"Ayo ikut, Omm..." Seru pria itu sambil tersenyum menyeringai,
"Tidak mau!" Aku berontak dengan seluruh tenagaku agar tidak dibawa pergi,
Pria itu malah semakin memperkuat pegangannya dan menutup mataku menggunakan secarik kain,
"Lepaskan!!!" Aku semakin memberontak dan menangis, pria itu lalu membisikkan kata-kata yang membuatku tercengang,
"Kamu tahu siapa yang menyuruh melakukan penculikan ini?" tanya pria itu berbisik di samping telingaku,
Aku hanya terdiam dan masih terus menangis,
"Presdir Roni..." bisik pria itu,
Seperti ada kilatan petir menembus hatiku setelah mendengar nama itu!
"Aa...a..yah.." ucapku lirih,
Pria itu mengendongku, tapi aku tidak berontak seperti tadi. Rasanya pasrah dan hilang tenaga.
Tapi polisi menyelamatkanku, aku terlepas dari penculik itu dan selamat. Kalau tidak ada polisi itu mungkin aku sudah diculik.
Mimpi buruk itu membuatku yakin. Aku harus jadi kuat agar bisa melindungi diriku sendiri.
Aku ikut berbagai seni beladiri. Tapi, perkiraanku berbeda dengan kenyataannya.
Ketika aku duduk di bangku SMP, aku masih suka berpenampilan feminim dengan rambut panjang sebahu tak lupa juga poni depan yang menghiasi rambutku. Karena itu, banyak anak laki-laki yang berusaha mencuri perhatianku.
"Tembak... Tembak..." Seisi kelas riuh sambil bertepuk tangan dan bersiul-siul kearahku dan kepada anak yang ada didepanku. Namanya Robin, dia adalah anak laki-laki ke-10 yang menembakku, dia juga akan jadi orang yang ke-10 yang akan menjadi korban penolakannku.
"Hey Adrelin, maukah kamu jadi pacarku?" tanya Robin sambil berlenggak-lenggok bergaya dihadapanku,
"Minggir" Aku berjalan melewatinya dengan sinis,
Grepp!
Robin memegang pundakku dengan kasar, itu membuatku ingat kejadian penculikan di Panti Asuhan. Aku berbalik dan menatap dengan tajam,
"Memanganya kalau cantik bisa seenaknya?!" Saat aku akan melepaskan cengkraman Robin, tiba-tiba dia berteriak dihadapanku sambil berkata hal itu.
"Baru terkenal sedikit sudah sombong!" lanjutnya,
Aku hanya bisa terdiam dan menundakkan pandanganku,
"Memang apa salahku? Kenapa aku harus seperti ini? Aku hanya tidak suka laki-laki" Aku berteriak balik kepadanya,
"haha, arogan sekali..."
"haha sombongnya..."
"karena cantik kumaafkan dia..."
![](https://img.wattpad.com/cover/181337233-288-k465052.jpg)