Seoul, dan temaramnya malam yang dingin di kota cantik itu. Tidak selamanya temaram itu menyeramkan dan tak selamanya ia romantis. Beberapa orang akan memanfaatkan malam seperti ini untuk berselimut dalam gelap dan beberapa orang lagi, akan memanfaatkannya untuk hal lain.
Malam, ketika indera penglihatan seseorang dapat menjadi amat lengah sementara untuk beberapa individu, ini merupakan hal yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu jalan kecil yang menjadi saksi gelapnya Seoul dan dinginnya malam kini masih sunyi; seperti malam malam sebelumnya. Tak terdengar suara seorangpun atau sesuatupun. Tak ada kehidupan, tak ada gema. Kecuali suara tetes air hujan dari genting yang jatuh dan menetes ke kubangan dibawahnya.
Ah, ralat.
Bukannya tak ada kehidupan.
Saat ini, justru seonggok nyawa tengah berusaha keras untuk tetap bertahan hidup dan menarik nafasnya diantara cekikan erat pada lehernya. Nafasnya tersendat, sementara paru-parunya mulai kehabisan oksigen.
Meski berjuang keras tangannya mencengkram lengan yang menahan saluran pernafasannya, tak ada yang berubah sedikitpun. Lelaki diatasnya ini terlampau kuat; terlampau mendominasi.
"Lihat, kau bahkan masih berjuang untuk hidup?"
Suara berat, dingin, dan amat rendah kini terdengar memecah kesunyian; bersamaan dengan erangan tertahan dari si-tak-berdaya yang kini mendapati lengan terlukanya diinjak dengan keras oleh kaki berlapis sepatu kulit.
Tanpa perlu diperintah atau dikomando, pria berbadan lebih besar dan tegap melepas cekikannya dan beringsut sedikit menjauh; dengan mata masih menatap tanpa ekspresi. Tangannya tak dibiarkan menganggur, merogoh kantungnya untuk mengambil sebilah pisau dan menancapkannya ke paha kanan sang mangsa, sementara satu tangannya yang lain membekap mulut agar tak ada teriakan yang terdengar.
"Kebohonganmu amat mudah dideteksi, Park Sajang."
Akhirnya, lelaki bersurai hitam jelaga menyuarakan pikirannya. Tangannya menancapkan pisau sedikit lebih dalam, sebelum mencabutnya keluar dalam satu gerakan cepat; membuat aliran darah segar kini mengalir keluar dengan serakah, membasahi celana kain milik korbannya dan menetes membasahi aspal yang sudah lembab.
"Buku besar itu tidak ada padaku!"
Tercekat, sang mangsa yang masih mengenakan kemeja dengan badge kepolisian kini mencoba bicara dengan suara yang bergetar hebat. Rasa takut menguasainya ketika ia semakin sadar bahwa nyawanya berada di tangan kedua orang yang sedari tadi menusuk, memukul, dan membuat luka di sekujur tubuhnya.
"Satu menit cukup untuk memberi kami petunjuk, Park Sajang."
Satu titah, mutlak, yang tak bisa dilanggar. Kedua pencabut nyawa ini hanya meminta petunjuk dan Park Hwang Soo bisa mempermudah jalan menuju tujuan mereka. Lelaki paruh baya itu tahu semuanya.
Polisi kebanggaan Korea Selatan yang amat setia; bahkan kepada keluarga dan orang orang yang ada disekitarnya. Park Hwang Soo merupakan orang dengan perilaku amat baik; namun kali ini saja, rasanya ia ingin berkhianat hanya untuk menyelamatkan nyawanya.
Sekarang, Kali ini saja.
Sekali seumur hidup, biarlah ia berkhianat dan menyelamatkan hidupnya sendiri.
"Putri Ketua Chou memiliki buku besar itu," Masih dengan nafas terengah, ucapan Park Hwang Soo akhirnya berhasil membuatnya mendapatkan semua perhatian dari kedua pemangsa. "Aku tidak tahu keberadaannya tapi—aku yakin gadis itu memiliki yang kalian cari."
Tubuh si pria berambut coklat madu kini menegap, sementara sarung tangan karetnya ia lepas dan jemari nya dengan cepat menekan beberapa digit nomor di layar ponselnya.
"Apa kau tahu, kau baru saja mengorbankan nyawa seorang gadis pada kami sementara ia tak tahu apa apa?"
Vokal nya terdengar lagi, milik pria yang sedari tadi masih memainkan pisau ditangannya. Suaranya bernada jijik dan muak. Melipat pisaunya dan memasukkannya kembali ke kantung yang tepat; mengganti genggamannya menjadi sebuah pistol dengan peredam suara di ujungnya.
"Titipkan salamku pada Chou Yi Cheng di alam sana, Park Sajang."
Kata kata tersebut terdengar seperti titah panggilan maut ditelinga lelaki yang tak berdaya tersebut. Tidak, harusnya ia bisa selamat jika telah memberitahu segala yang ia tahu!
"Katakan padanya, bahwa putri kesayangannya akan segera menyusul dalam waktu dekat."
"Tidak—Aaargh!!!"
Setelahnya hening, tak ada suara tepat setelah peluru ditembakkan tepat ke kening Park Hwang Soo; membuat ia meregang nyawa bahkan dengan mata terbuka. Tak ada lagi pikiran, tak dapat lagi menyesal. Lelaki itu bahkan tewas setelah mengorbankan putri dari sahabat dekatnya untuk nantinya pun dihabisi oleh kedua pentolan kelompok mafia Korea selatan yang selalu dicari oleh kepolisian dan kalangan elit.
Kim Taehyung dan Jeon Jungkook.
**
[ Author's Note ]
Cerita ini mengandung unsur kekerasan dan beberapa adegan yang tidak untuk anak dibawah 15 tahun. Bahasa penulisan dibedakan dengan fanfiction karya pastaelpanda lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gangster ; Jeon Jungkook x Chou Tzuyu ( TzuKook )
FanfictionChou Tzuyu pada dasarnya tidak memiliki sesuatu yang istimewa; hanya beberapa bekas dari masa lalunya yang terbilang kelam dan gelap. Mencoba bertahan hidup, menjauhi dunia yang dulu pernah ayahnya kenalkan, Tzuyu hanya menginginkan kehidupan yang d...