"Hanya itu kemampuanmu?" Suara berat milik pria paruh baya tersebut menggema; memenuhi seluruh sudut ruang yang tak berventilasi itu. Urat urat lehernya menonjol ketika ia menggertakkan gigi dalam perasaan kesal. Tangannya mengetukkan sebatang kayu yang ia ambil dari pohon yang dipotongnya. Tak terlalu tebal; namun cukup sakit jika pukulannya mengenai kulit.
"Aku ingin kau tepat sasaran. Ulangi sampai kau mahir."
Kata kata berbahasa Korea yang diucapkannya dalam logat tertatih membuat putrinya mengerang pelan; mengundang satu pukulan sedikit keras pada betisnya yang berbalut celana.
Memerah. Chou Tzuyu sudah tahu bahwa kain yang melapisi kakinya itu sudah berubah warna menjadi merah, bukan lagi biru terang. Chou Tzuyu sendiri dapat merasakan kesadarannya mulai kabur; ingin rasanya ia pergi karena tak sanggup, namun Chou Yi Cheng takkan berhenti sampai ia dapat apa yang ia inginkan.
Ruangan berukuran luas tersebut terasa sempit; sangat sempit dan menyiksa. Semua yang ada didalamnya membuat Tzuyu merasa muak, termasuk kehadiran sang ayah.
Chou Yi Cheng tak seperti ini sebelumnya. Sejak ibu nya meninggal, Tzuyu merasakan perubahan kepribadian yang tidak secara gamblang, namun sangat kentara. Pagi hingga sore, pria itu akan memecut Tzuyu jika ia melakukan kesalahan dan melewatkan jadwal berlatih menembaknya. Namun pada malam hari, pribadinya berubah serratus delapan puluh derajat. Sambil menangis, kadang terisak; Yi Cheng akan mengobati luka yang ia sebabkan pada tubuh putrinya dan berpuluh kali meminta maaf, sebelum esoknya kembali pada kepribadian iblisnya.
Bukan hal baru jika Tzuyu seringkali berharap agar pagi tak datang, agar hari selamanya malam.
Gadis yang bahkan belum genap berusia dua puluh tahun hanya seseorang yang rapuh jika harus berhadapan dengan bengisnya perlakuan salah satu orang yang ia cintai.
Lagi, Chou Tzuyu mencoba membidik tepat sasaran sesuai dengan apa yang sang ayah inginkan.
Dan lagi lagi, keadaan tak sesuai keinginannya. Dalam jarak menembak yang jauh, Chou Tzuyu benar benar tak dapat memperkirakan kemana peluru yang ia tembakkan akan mengarah.
"Kenapa aku bisa memiliki anak pecundang sepertimu?"
Chou Yi Cheng mengusap wajah dengan tangan kirinya dalam kefrustrasian yang amat tampak. Keningnya berkerut, sementara bibirnya bergetar dalam emosi yang dalam. Tangan kanannya tak langsung memukuli putrinya lagi; ia kini menjatuhkan tongkat kayu yang ia bawa. Matanya menatap tanah dengan sendu, tak mempedulikan Tzuyu yang berlutut dan mengusap tangannya seraya memohon untuk diampuni.
Ah, ya, Chou Tzuyu harus memohon untuk diampuni agar sang ayah memberinya keringanan untuk hari ini saja.
"Ampuni aku, ayah, biarkan aku mencobanya lagi—"
"Percuma." Kekehan samar dilayangkan Yi Cheng yang menggerakkan tangannya, meraih sakunya untuk mengambi satu pistol revolver yang selalu ia bawa; menjaga diri karena tahu nyawanya terancam. "Karena kau payah begini, ibumu tewas. Karena aku tak mengajarimu dengan benar, kau gagal melindunginya."
Air mata bergulir semakin deras dari kedua iris Chou Tzuyu. Pikirannya kalut dan hatinya terasa sakit. Mendadak, ingatan tentang kematian sang ibu kembali bergulir kedalam memori; salah satu penyebab dari semua sakit yang ia rasakan hingga saat ini.
Bibir pucatnya tak berhenti bergetar dan merapalkan ucapan maaf hingga tak terhitung. Telapak tangan Tzuyu memerah karena berulang kali diusapkan bersamaan dengan ucapan maafnya yang penuh penyesalan dan janjinya untuk berlatih lebih baik lagi. Raungannya semakin menjadi jadi ketika sang ayah yang semakin terlihat tertekan, meraih pistol revolver miliknya dan mengarahkan benda tersebut tepat kebawah dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gangster ; Jeon Jungkook x Chou Tzuyu ( TzuKook )
FanfictionChou Tzuyu pada dasarnya tidak memiliki sesuatu yang istimewa; hanya beberapa bekas dari masa lalunya yang terbilang kelam dan gelap. Mencoba bertahan hidup, menjauhi dunia yang dulu pernah ayahnya kenalkan, Tzuyu hanya menginginkan kehidupan yang d...