BH #7

1K 167 24
                                    

Pekanbaru, 21 Maret 2019

Setelah beberapa hari terakhir memikirkan dan merenungkan segalanya dengan sungguh-sungguh, saya tersadar kalau kehilangan gairah menulis yang saya alami kali ini cukup serius dibandingkan dengan yang sebelum-sebelumnya. Krisis –yang bisa dianggap serius- yang pertama terjadi setelah saya menyelesaikan buku Bad Boys Series. Karena BBS itu terdiri dari empat buku di mana para tokohnya saling berhubungan, saya yang memang sejak awal memiliki penyakit bosan stadium satu, merasa super jenuh dengan kehadiran tokoh yang itu-itu melulu. Makanya tiap kali BBSLo me-request untuk meneruskan tahta BBS dengan menuliskan kisah anak-anak mereka, saya dengan kecepatan cahaya menggelengkan kepala dan menjawab, "No! No! No!"

Setelah bersemedi selama beberapa saat, akhirnya saya memutuskan untuk mengubah suasana dengan menuliskan cerita yang berbeda dengan buku sebelumnya, maka lahirlah buku Teman Rasa Pacar yang –sebenarnya bergenre young adult- menceritakan tentang kisah cinta anak kuliahan. Saking niatnya untuk mengubah suasana hati, saya bahkan berhenti menggunakan bahasa asing sebagai judul buku. Karena cara ini untuk ampuh untuk mengusir kejenuhan, maka saya lahirkan satu buku seputar kisah anak kuliah lagi, yang berjudul Pungguk Merindukan Bulan.

Sayangnya melarikan diri ke dunia percintaan anak kuliahan ini tidak bertahan cukup lama, karena penyakit bosan saya datang lagi. Kali ini efeknya lebih mengerikan, di mana saya bahkan nggak memiliki ide apapun untuk dituliskan. Maka saya habiskan waktu untuk berjalan-jalan di kota Batam, menikmati segala fasilitas yang disediakan, termasuk mencoba bus transbatam yang digadang-gadang sebagai kendaraan super nyaman itu.

Saya tidak bermaksud untuk melakukannya, tapi jalanan lancar dan nyaris tanpa hambatan berhasil membuat saya membandingkan kehidupan antara kota Batam dan kota Medan. Dari pemikiran nyeleneh inilah saya lahirkan abang Batak Kyo Sihombing dan Natasha Halim, yang kemudian disusul oleh Aya dan om Gadun, serta monster kecil Lilyana Tapi Aja.

Kemudian...., saya melakukannya lagi. Saya ulangi kesalahan yang sama dengan mencoba melahirkan buku Serpih, di mana tokohnya masih saling berhubungan dengan dua buku sebelumnya, padahal saya belum sembuh dari penyakit bosan stadium satu yang saya derita.

Semua kerangka cerita itu. Semua detail yang sudah saya tuliskan dengan terperinci itu. Perjalanan sejak awal dan bahkan akhir cerita yang sudah saya tentukan...., pada akhirnya menjadi draft yang sulit untuk diselesaikan karena kebosanan sudah menggerogoti saya sampai ke bagian hati terdalam *apa sih ini?*

Jadi di sinilah saya sekarang, babak belur sehabis dihajar oleh setumpuk laporan, tapi masih membuka notebook butut kesayangan karena tiba-tiba diserang rasa kangen *apa sih*. Rasa kangen ini sesuatu yang tidak ingin saya rusak dengan perasaan "harus segera menyelesaikan buku ini dan buku itu", karena paksaan tidak pernah memberi hasil baik untuk saya. Karena itu akan saya nikmati saja prosesnya, meski yang bisa saya hasilkan hanya selembar buku harian yang mungkin tidak ingin kalian baca. Karena saya percaya kalau proses akan membawa saya pada hasil akhir yang lebih memuaskan.

Semoga kalian tetap sabar menunggu saya, ya?

Terima kasih selalu. Untuk semuanya.


Salam sayang, AbelJessica.

BH AbelJessicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang