Dylan AM

3 2 0
                                    

Dylan berjalan santai memasuki rumahnya. Jacket denimnya masih melekat indah di tubuh atletis yang ia miliki. Di bahu kirinya tersampir tas hitam yang entah isinya apa.
Setelah meletakkan kunci motor di atas meja ruang tamu,ia melenggang menuju kamar-nya. Menghiraukan keberadaan bunda dan adik perempuannya.

"Dylan"Tegur sang bunda membuat langkah dylan terhenti dan memutar tubuhnya menghadap arah ibunya.

"Kenapa bun?"Tanya nya ramah.

"Bunda sama ayah mau pergi malam ini,abang jangan kemana-mana ya,jagain dania"Pinta ibunya untuk menjaga adik satu-satunya itu.

"Suruh main aja ketempat kawannya. Abang ada kumpul bareng kawan abang"Dylan menolak dengan sangat halus.

Seorang Pria paruh baya datang dari arah belakang dylan dan duduk tepat di samping ibunya.

"Kamu libur dulu lah main sama geng kamu itu. Semalem ini aja,jagain adik kamu"Sudah 2 orang yang meminta dylan untuk menjaga dania. Adiknya.

Sebenarnya Dania sudah berumur 14tahun. Jadi buat apalagi di jaga? Sendiri di rumah juga bisa kan? Tapi ibu dan ayahnya khawatir jika dania sendirian dirumah.

Dylan menghela nafas kasar. "Yaudah"

"Yaudah abang sekarang ke kamar. Ganti baju,terus makan. Bunda udah masakin makanan kesukaan abang"Ucap Hesti ramah.

Dylan mengangguk.
Lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Kamar dengan nuansa putih dan hitam itu sangat mencirikan bahwa itu adalah kamar seorang pria. Dylan melemparkan tas hitam nya ke sudut kamar dan membuka jacket denimnya. Setelah itu ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur king size-nya  .

Ia menatap langit-langit kamarnya. Entah mengapa sejak semalam gadis itu selalu memenuhi pikiran dylan. Gadis yang seseorang titipkan untuk ia jaga.

Dylan membuka  room chat nya dengan gadis berumur 16tahun itu. Gadis yang memiliki mata teduh,yang membuat Dylan selalu ingin berlama-lama memandangi mata indahnya.

Shit. Desah Dylan frustasi. Sepertinya otak nya kini sudah mulai tidak waras.

Memberanikan diri untuk mendial nomor telepon gadis itu. Cukup lama. Akhirnya telpon tersambung dan itu membuat Dylan bingung setengah mati. Awalnya ia hanya iseng untuk menelpon gadis itu namun kini ia merutuki keisengan nya.

"Hallo"Sapa seseorang di seberang sana.

Tak ada jawaban dari Dylan. Ia masih bingung. Jika nnti Olyn menanyakan ada apa ia menelpon nya,maka ia harus menjawab apa?

"Hallo?"Sapa Olyn lagi,namun tak kunjung ada sahutan dari sang penelepon.

Tutt tutt. Dylan mendesah lega mendengar suara itu. Namun sedetik kemudian handphone bergetar menampilkan nama yang tadi membuat nya bingung setengah mati. Dylan memberanikan diri untuk menggeser tombol hijau yang ada di pojok kiri handphone nya.

"Kenapa?"Tanya Dylan Tothepoint.

"Lo yg kenapa? Ngapain tadi nelpon gue?"Goshhh. Dylan ketahuan. Rupanya tadi Olyn tak mengetahui bahwa si penelepon adalah Dylan.

"Gak."

"Gak apaan?"

"Nelpon!"

"Lo nelpon gue kutu rambut., jelas-jelas ini nomor yang sama kok" Geram Olyn setelah melihat nomor penelpon tadi.

"Kepencet"

"Kepencet tapi niat?"

"Sedikit"Dylan bisa mendengar kekehan dari Olyn.

O L Y N D ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang