⚠️⚠️⚠️
Ada bagian sensitif, mohon bijak."Ini foto anaknya."
Mataku melotot selebar-lebarnya. Aku sadar inilah tugas terberat hidupku. Misiku membunuh ayah Minghao, Eric Xu.
Tubuhku lemas. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin aku menolak. Ini balas budiku kepada mereka karena memperbolehkanku hidup.
"Kamu mau menolak?" dia bicara seolah dapat membaca pikiranku.
"Berapa lama waktu yang aku punya?" aku mengabaikan pertanyaan yang keluar dari mulut Pak Taeil.
"Sampai jam dua belas malam."
***
Bel Sekolah berbunyi, menandakan jam istirahat dimulai. Aku masih termenung di pinggir lapangan basket kosong seraya memikirkan hal buruk yang akan kulakukan nanti malam.
Aku bolos pelajaran sejarah tadi. Masa bodoh, aku tidak memiliki kelompok karena jumlah murid kelasku ganjil. Di hari presentasi nanti, aku bolos saja. Mudah.
Perutku keroncongan. Sebaiknya aku mencari Harin untuk mengajak dia makan siang bersama di kantin.
Sekolahku memiliki pilar-pilar putih yang menjulang tinggi. Lantainya terbuat dari marmer hitam. Hampir seluruh tembok Sekolah ini berwarna putih. Kalau dihitung, sudah dua belas tahun aku bersekolah di sini karena Sekolah ini memiliki gedung sendiri untuk SD, SMP, dan SMA.
Kenapa aku tidak pindah saja? Tidak semudah itu. Kondisi finansial keluargaku buruk. Bahkan, aku berencana untuk tidak kuliah karenanya.
Andaikan ibu masih di sini ... apa semuanya akan lebih baik?"Hei!" seseorang menarik tanganku. Setelahnya, ia mendorongku ke salah satu pilar. Dorongannya membuat kepalaku terbentur sedikit. Membuka mata perlahan, kulihat wajah Minghao menyambut.
Tangan kanannya berada di sebelah kiriku dan tangan satunya lagi sedikit di bawah, sejajar pinggulku—meminimalisir kesempatanku untuk kabur.
"Cepet, ngaku."
"Apa?"
"Jangan pura-pura bego!"
Apa dia mengetahui rencanaku?
"Gue tau lo suka sama gue."
Aku diam, hanya dapat menatap matanya. Ini kupelajari dari Doyoung—aku harus menatap mata orang setiap kali berbicara agar tidak ditampar.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRREGULAR | NCT mafia au [✔️]
FanfictionUntuk Seo Jina, hidup memang tidak pernah mudah. Ia harus pulang malam setiap hari untuk memberikan uang kepada ayahnya yang tukang minum dan suka memukulinya. Gadis ini yakin sekali kata "bahagia" tidak akan tertulis di kamus kehidupannya, namun ta...