Mission

6.4K 847 77
                                    

Happy Reading!

"Satu, dua, tiga!" hitung Kun.

"BERAT, DOG!" keluh Winwin. Dari nada bicaranya ketahuan kalau ia kesal.

Kaki Harin terasa berat sekaligus terlalu lemas untuk berdiri. Perasaan bersalah melingkupi dirinya. Mark yang tidak sadarkan diri ia perhatikan dari tempatnya berdiri sendu.

"Kenapa juga gue perlu khawatir sih? Toh, dia juga gak bakal mati cuman gara-gara ketimpuk bola basket." Harin membatin sendiri.

"Kayak anakonda."

"Bacot, Ten."

"Lagian, tenaga lo gede banget dah."

"Adanya juga gue dikatain kayak badak kalo tenaga gue gede banget dan merugikan orang lain."

"Emangnya badak bisa lempar bola?"

"Emangnya anakonda bisa?" sahut Harin, tak mau kalah.

"Ya bisa aja, dia ngelempar bola pake ekornya."

Tidak nyambung dan tidak logis sama sekali. Andai saja Harin adalah ular yang Ten sebut tadi, mungkin ia sudah mencekik dan menggigiti Ten sampai mati. Ten termasuk salah satu orang paling beruntung saat ini.

"Gak bakal mati kok, guys." Chenle meletakkan terompetnya di atas bangku penonton, kemudian langkah kaki girangnya menghampiri.

"Nanti gue lemparin mercon biar kebangun si Markonah." Haechan mengikuti Chenle.

Penuturan mereka barusan membuat Harin bergeleng. Sudah membuatnya tidak fokus, malah berniat melempari Mark petasan. Bisa-bisa satu tempat ini terbakar nanti. 

"Absurd parah." komentar Ten.

***

"Sudah bicaranya?" sebuah suara mengagetkanku. Ternyata, pemiliknya seseorang yang telah mencuri hati.

Ingin aku menjawabnya, tapi entah mengapa suaraku tertahan di tenggorokan seakan aku ini bisu. Ia masih terus menatap ke arahku, meminta jawaban, atau mungkin sekalian penjelasan. Tidak tahu lah, semua di pikiranku hanyalah spekulasi.

Ini pertama kalinya aku malas berbicara. Inginku berdiam di dalam kamar seharian dan merenungkan kesalahanku yang telah diabsen satu per satu oleh Xiaojun tadi. Ia benar, aku seharusnya tidak berlari ke dalam hutan waktu itu.

God, I probably looked like a fool.

Jumlah beban di pundakku membuat aku menutup mata, lalu menghela napas penuh putus asa seakan ajal akan menjemput. Sekarang aku harus apa? Tidak ada yang dapat kulakukan untuk mengubah cerita yang telah tertulis. Setiap hal yang telah terjadi, telah terjadi, tidak dapat kuubah. Jika saja aku memiliki mesin waktu, maka aku akan kembali ke saat itu untuk menghentikan semuanya.

Aku tidak mengerti. Banyak sekali yang harus kuterima, banyak sekali yang harus kutelan mentah-mentah. Mengapa seperti ini? Aku juga menginginkan kehidupan normal layaknya remaja seumuranku.

"Kamu pucat, apa sedang sakit?" tangannya menempel pada dahiku, setelahnya turun ke leherku.

"Enggak."

"Lalu?"

"Pengen rebahan,"

Tanpa bicara apa-apa lagi, Doyoung menggandeng tanganku dan membawaku ke kamarnya. Langkah kakinya sedikit terlalu cepat, sehingga mengharuskan aku untuk sedikit berlari. Tidakkah dia sadar kalau kakinya lebih panjang daripada aku? Dia pasti tidak berpikir sampai ke sana.

IRREGULAR  | NCT mafia au [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang