[00]
-
Seorang gadis berumur enam belas tahun berjalan kaki ke rumahnya sambil menggerutu, seragam sekolahnya yang sebelumnya sedikit basah, semakin basah karena hujan yang turun tanpa rasa bersalah.Walaupun sebenarnya, hal itu adalah salahnya sendiri karena lupa membawa payung.
Oh tidak, ia tidak lupa, ia tidak membawa payung karena dia berpikir bahwa dirinya akan dijemput oleh supir keluarganya menggunakan mobil, seperti biasanya.
Namun, siapa yang tahu kalau ternyata ibunya memiliki urusan mendadak sehingga supirnya tidak bisa menjemput.
Rethania Sava Auriga, gadis tersebut, merasa bahwa hari ini merupakan hari tersialnya, —setelah segala hal yang sudah dialaminya hari ini
Buk!
Terdengar suara orang terjatuh yang kemudian disusul oleh suara cipratan air, mungkin beberapa dari kalian sudah bisa menebak.
Seseorang dengan pakaian serba hitam menabrak Retha sampai dirinya jatuh tersungkur, lebih parahnya lagi, sampai jatuh ke kubangan air.
Ditambah dengan fakta bahwa hari ini bukan hari keberuntungan Retha, orang tersebut hanya menoleh lalu kembali berlari tanpa mempedulikan Retha.
"Woi tanggung jawab gak lo?!" teriak Retha yang tentu saja hanya dianggap angin lewat oleh orang yang menabraknya tadi.
Retha rasanya ingin menangis saja, kini ia merasakan tatapan kasihan bercampur aneh yang dilemparkan oleh orang orang di sekitarnya.
Jika ada pilihan untuk menghilang dari kehidupan pada saat itu juga, Retha pasti akan memilih pilihan tersebut tanpa keraguan sedikitpun.
Untungnya, sebuah tangan dijulurkan kepadanya, "Buruan bangun sini, gue bantu."
Dia, Adrian Mahendra, seonggok daging yang membuatnya sudah mengalami kesulitan seharian ini.
"Kemana aja lo baru dateng sekarang?!"
Baiklah, mari kita berdoa untuk keselamatan Adrian sekarang.
-
Akhirnya, disinilah Retha berada, di rumah Adrian, yang sudah menjadi sahabatnya selama enam belas tahun terakhir ini. Sahabat, yang juga berperan sebagai musuh, bahkan tetangga.
Orang tua Retha sudah terbiasa menitipkan Retha di rumah Adrian, begitu pula sebaliknya.
Selain Retha dan Adrian yang sudah bersahabat sejak lahir, orang tua mereka juga memiliki hubungan persahabatan yang sudah terjalin berpuluh-puluh tahun lamanya, tidak heran jika mereka sudah terbiasa saling menitipkan anak masing-masing.
"Kok bisa sih lo kecebur genangan air kek anak ilang gitu?" tanya Adrian.
Namun tampaknya Retha tidak berniat untuk menjawab hal tersebut, gadis itu hanya duduk diam di sofa dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya, kedua tangannya memegang segelas coklat panas.
Retha terlihat memakai sebuah kaus yang ukurannya kebesaran, yang sudah pasti milik Adrian.
Walau jarak rumah mereka hanyalah sekitar 15 meter, Retha tetap tidak bisa mengambil baju miliknya di rumah. Karena orang tua Retha tidak meninggalkan satupun dari sekian banyak kunci cadangan rumahnya.
Mau tidak mau, Retha terpaksa meminjam baju milik Adrian.
"Gatau, kesel," jawab Retha dengan sangat singkat, "
Tadi ada orang pake baju serba item gitu nabrak gue, keliatan dari postur tubuhnya sih cowo, tapi kesel banget gak sih? udah gue teriakin juga tetep aja jalan kek ga peduli, belom pernah dapet siraman rohani kayanya dia."
Tuh kan, Adrian sudah hapal dengan sifat Retha yang ini.
Walaupun ia bilang tidak mau cerita, tetap saja ia menceritakan apa yang terjadi, apalagi jika kejadian tersebut membuat kepalanya mendidih.
"Eh tapi kenapa ya rasanya postur tubuh dia familiar," lanjut Retha tiba-tiba.
"Bryan kali," cetus Adrian yang disusul oleh pukulan di bahu kanannya, "Aw! sakit woi!"
"Lagian ngomong sembarangan, gila aja sih sampe dia balik ke Bandung, gue mau pindah ke Saturnus aja," ujar Retha sambil bergidik ngeri.
"Maksud lo Jalan Saturnus?" kata Adrian yang disusul oleh gelak tawanya yang khas.
Satu pukulan melayang lagi, kini di bahu sebelah kirinya, "Iya iya maaf woi santai aja."
Retha tidak menanggapi perkataan Adrian, ia tenggelam dalam pikiran dan ingatan masa lalunya. Begitu pula dengan Adrian, ia memilih untuk tidak melanjutkan candaannya tentang Bryan, seseorang yang telah membuat Retha hampir kehilangan dirinya setahun yang lalu.
-"Ya begitu, intinya gue gabisa ngomong bijak dan serius, hiks:(."
—Adrian Mahendra, '19"Hidup itu untuk mati pada akhirnya, tapi kita harus berusaha untuk tetap hidup dan tidak mati di tangan orang yang salah."
—Rethania Sava Auriga, '19
KAMU SEDANG MEMBACA
Adretha✓
Teen Fiction❝Obsesi ditambah psikopat, kelar idup lo.❞ []-Rethania Sava Auriga, 2019 []-Highest Rank; #1 - sosok [ 24 April 2019 ] #1 - Retha [ 29 Juni 2019 ] ✎↷: ------- started: [ April 04 2019 ] final: [ August 06 2019 ] ...