Bagi semua orang, kesempurnaan keluarga adalah kebahagiaan yang paling hakiki didunia. Tapi Adrian tak pernah mendapat itu sedari dulu. Sejak remaja dia menjadi korban broken home dan dia juga sempat kehilangan seseorang yang berarti baginya.
Kakaknya, Leandra. Kakak adrian yang meninggal saat usia 19 tahun karena Leukimia.
Seumur hidup Adrian benar-benar mendamba sebuah keluarga yang sempurna. Sebuah keluarga yang saling memeluk dan bergandeng tangan.
Tapi angan hanyalah angan.
Dia seperti ayah yang bodoh membiarkan Navy hidup dalam ketidak adilan bersama dua anaknya yang lain. Adrian sadar, ini salah. Dia tak tegas pada dua anaknya.
Navy.
Nama itu yang selalu membuatnya merasa bersalah.
Adrian memandang foto masa remajanya dengan Alicia. Alicia adalah cinta pertamanya, orang yang diperjuangkan ditengah hancur hidupnya. Sampai alicia benar-benar pergi sekarang. Meninggalkan Adrian dan anak-anak.
Adrian pernah berjanji akan membuat ketiga anaknya bahagia, tapi janji itu adalah yang paling sulit. Karena nyatanya, Adrian tau bahwa Navy tak pernah bahagia.
••••
Sudah dua hari Navy dan Biru tak saling bertegur sapa. Ada rasa aneh dalam benak Navy saat tak sengaja saling bertatap mata dengan mata Biru. Biru berubah drastis, menjadi dingin dan pendiam. Navy yakin, ini bukan hanya karena dirinya. Pasti ada yang lain.
Seandainya mereka tak 'perang dingin' seperti ini mungkin Navy akan menanyai Biru dengan segala pertanyaan yang ada dibenaknya kini.
Ingin rasanya bertanya, tapi egonya terlalu mendominasi.
“Selamat siang, anak-anak. ” Atlana, guru muda 22 tahun itu masuk dengan berwibawa kekelas.
Navy melirik Biru, tak ada reaksi heboh seperti biasanya.Jadi, Biru sebenarnya kenapa? Atlana sibuk mengucap entah apa, Navy tak tau. Pikiranya terlalu random sekarang.
“Kelompok kedua, Biru, Navy, Clara, Ica.”
Navy tersentak mendengar suara yang menyebut namanya.
“Apaan tadi, Dra?”tanya Navy oada Rendra,teman sebangku Navy selama dia berperang dingin dengan Biru.
“Kelompok dua, Lu, Biru, Ica, Clara.” jawab Rendra. Navy sendiri terdiam, bingung karena dari tadi tak mendengar Atlana.
“Kelompok apaan sih?” tanya Navy lagi, suaranya setengah berbisik.
“Lo nggak dengerin apa? Kelompok bikin makalah ringkasan materi selama Bu Atlana ngajar disini.” jelas Rendra, ah Navy baru ingat jika minggu depan Bu Atlana sudah tidak mengajar lagi.
••••
Hari ini mungkin sial bagi Clara, dia terjebak satu kelompok dengan orang yang sedang berperang dingin.
“Selama Bu Atlana ngajar 3 bulan ini kan udah ngajar 5 bab. Gimana kalo kita bagi aja? Satu bab perorang. Bab terakhir rangkuman dikerjain bareng-bareng.” usul Ica, Clara mengangguk.
“Iya udah. Gitu aja biar nggak ribet.” kata Clara, dia benar-benar tidak betah berada didekat Navy. Rasanya selalu emosi bahkan ketika Navy diam.
“Setuju aja sih gue mah. Ngikut baiknya.” kata Navy, Biru mengangguk.
“Yaudalah. Gue setuju. Gue ambil Bab 2.” kata Biru
“Gue bab 1.” kata Navy, tapi Navy tak sendiri. Clara juga mengatakan demikian.
“Gue Bab satu pokoknya.” kesal Clara.
Nah kan, mulai lagi.
“Gak. Gue Bab 1 pokoknya. Bodo amat.” ujar Navy
Clara terlihat kesal.
“Mau lo apa sih?! Sengaja cari ribut?” kesal Clara, tapi Navy tetaplah Navy dia tak memperdulikan Clara sama sekali. Malah beranjak dari bangku dan mengambil tasnya.
Mereka memang berdiskusi setelah pulang sekolah.
“Gue nggak perduli. Gue mau Bab 1.”kata Navy lalu pergi
“Ngeselin banget sih temen lo,Ru!” seru Clara pada Biru yang juga bersiap-siap akan pulang.
“Memang gue masih temenan sama dia?” tanya Biru, suara Biru terdengar dalam.
Dan ini pertama kalinya Clara takut pada sosok tinggi tampan itu.
“Y-ya mana gue tau.” ketus Clara
Ica yang melihat kejadian ini hanya geleng-geleng kepala.
“Gue ramal Lo bakal jadian sama Biru atau nggak Navy, Clar.” kata Ica, Biru yang masih diambang pintu menghentikan langkahnya.
“Gue masih doyan cewek tulen plis. Bukan siluman harimau.” kata Biru diiringi kekehan.
Clara mendengus.
Ya memang dasarnya Navy dan Biru ini HAMPIR SAMA.
“Dih, dari pada gue sama lo berdua. Mending jomblo seumur hidup.” kata Clara
“Awas jilat ludah sendiri. ” kata Biru
••••
Navy memejamkan matanya, rasanya benar-benar lelah. Setelah pulang sekolah tadi mengerjakan ringkasannya. Kepalanya lumayan pusing sekarang, tapi dia benar-benar tau persis kalau ringkasan itu harus selesai dalam empat hari.
“Hahaha bisa aja lo kak. Jadi gimana si adek kelas? Lo tembak?”
“Si goblok. Gue tembak mah mati.”
“Maksudnya lo confess perasaan ke dia?”
Navy membuka matanya pelan, tersenyum teduh yang seakan mengisyaratkan kesedihan. Navy tak boleh menangis, dia tau dia hanya perlu menunggu waktu. Waktu dimana kakaknya akan memandang kearahnya.
“Kapan kalian anggap gue ada? Apa nunggu gue mati dulu?” tanya Navy entah pada siapa.
Mata Navy kembali memandang sosok cantik bergaun merah jambu itu, foto sang Ibu.
“Ma..” panggilnya lirih
“Navy kangen. Navy pengen ketemu mama. Navy pengen ikut mama. Navy capek.” katanya pelan. Dia membiarkan air matanya turun tanpa tertahan.
Isakan Navy terdengar memilukan memang. Navy hanya sendiri, dipeluk udara kosong disekitarnya.
Tbc.
Republish : 1 April 2021
Masih ada yang baca book ini nggak ya? 😢
KAMU SEDANG MEMBACA
•NAVY• (Revisi)
Teen FictionNavy hanya bisa terus tersenyum walau banyak orang memunggunginya. Meski orang-orang itu tak bisa melihat senyumnya. Setidaknya itu membuat Navy meyakinkan diri sendiri, jika dia akan tetap baik-baik saja. Revisi start : O4 March, 2O21.