MUBM Bag. 4
Tiba-tiba aku kebelet ingin pipis, aku meninggalkan Mas Anton dan Ibu diruang tamu dan masuk ke kamar mandi untuk buang hajat.
"Eeesssstt eessst!!!"
Desisan itu muncul saat aku baru masuk kedalam kamar mandi, keringat dingin mulai bercucuran. Aku melirik kesana kemari, meneliti setiap sudut ruang kamar mandi, berjaga-jaga barangkali makhluk itu ada di sekitarku. Tak ku dengar suara obrolan ibu dan Mas Anton di ruang tamu, padahal jarak kamar mandi dan ruang tamu lumayan dekat.
Perutku yang masih membesar seperti hamil 7 bulan memang lumayan mengganggu aktifitas. Aku yang tadinya ingin pipis buru-buru keluar, saat aku melangkah kearah ruang tamu. Disitu aku melihat sesuatu berjalan ke ruang kamar Ibu Marfuah.
"Apa itu, besar sekali?" Aku bergumam
Aku teliti lebih dekat sesuatu berbentuk tabung yang memanjang itu, ku periksa dari ujung yang kecil kemudia membesar dan pangkal ujungnya adalah kepala Ular bermata merah.
"Aaa~!!!" Aku berteriak histeris
Ular itu menatap ku begitu tajam, beruntung aku tak pingsan dan segera lari menghampiri Mas Anton yang hendak menyambangi ku.
"Kenapa kamu, Sayang?!" Mas Anton Panik, dia mengusap seluruh wajahku yang berkeringat dengan tangannya.
Aku masih ngos-ngosan, detak jantungku tak beraturan
"It-itu Mas" aku menunjuk ke Kamar Ibu Marfuah, tersengal-sengal aku berbicara menjelaskan pada Mas Anton
"Kenapa, Sin?" Tanya Ibu Marfuah yang baru saja keluar dari kamarnya
Aku hanya menggeleng sambil mengatur nafas, Mas Anton menyodorkan segelas air untukku tapi aku menolaknya.
Bagaimana mungkin Ibu ada dikamar? Sementara tadi aku benar-benar melihat wujud Ular itu masuk dari pintu kamarnya dan menatap tajam padaku.
"Sebaiknya kita pulang Mas" ajak ku pada Mas Anton
"Iya iya, Sayang" Mas Anton menuntun ke ruang tamu, diikuti Ibu Marfuah
Saat di ruang tamu itu, sakit yang melilit kembali menyerang perutku yang membesar
"Aaaah sakit!" Aku beringsuk berbaring di atas sofa ruang tamu
"Kenapa lagi, Astaghfirullah Sayang" keluh Mas Anton
Aku terus mengerang kesakitan sambil mengelus-elus perut buncitku, sementara bu Marfuah memasang wajah panik melihat keadaanku yang kesakitan.
Seketika aku ingat doa-doa penangkal rasa sakit yang di berikan oleh Kyai Hasan, dengan terbata-bata aku merapal ayat demi ayat doa itu.
Ku elus-elus perut buncit ku, sungguh aku bisa mendengar gesekan dalam perutku. Entah apakah gerangan makhluk yang bersarang dalam perutku.
Mas Anton tak hentinya ikut mengelus perutku, sementara Ibu terus panik memandangi ku.
"An, bawa Sinta ke Dokter aja?" Usul Bu Marfuah
Mas Anton tak menjawab, aku menggeleng tak menyetujui usulan Ibu.
Setengah jam berlalu, perutku mulai normal kembali. Aku diam sejenak membiarkan Mas Anton mengusap peluh di dahiku.
"Alhamdulillah, udah nggak sakit Mas" tukas Ku
"Alhamdulillah syukurlah, sayang" senyum Mas Anton mengembang seketika
Ibu Marfuah ikut tersenyum lega melihatku pulih kembali dan duduk di sampingku.
"Mendingan kamu disini aja, Sin. Kalo kamu kumat lagi ada Ibu yang urus kamu" pinta Ibu sembari merapikan jilbab ku yang acak-acakan
Aku hanya tersenyum
"Nggak apa-apa Bu, jangan khawatir. Sakitnya Sinta pasti akan segera sembuh, ya kan, Sayang?" Ucap Mas Anton
Aku mengangguk menyetujui Mas Anton.
"Ya udah kalo memang kalian inginnya begitu, tapi sering-sering jenguk ibu di sini, ya?" Pinta Ibu Marfuah
"Ya pasti, dong Ibuku Sayang" ledek Mas Anton
Mas Anton merangkul Ibu Marfuah dengan penuh kasih sayang.
Aku dan Mas Anton berpamitan, tanpa membawa sedikitpun barang yang pernah kami beli di rumah itu. Sesuai saran Kyai Hasan, Mas Anton hanya mengambil sedikit bajunya yang dibeli dari hasil kerjanya.
***
Sudah satu minggu kami menempati rumah kontrakan, tapi belum ada tanda bahwa aku akan sembuh meski sakit di perutku kini mulai jarang.
Saat Mas Anton bekerja, aku menyambangi Ibu di rumah. Entah memasak atau sekedar berbincang-bincang setidaknya itu bisa mengisi hari-hariku.
"Sin, sejak kamu ngontrak. Mertua mu sering kirim macam-macam ke Ibu"
"Kirim apa, Bu?"
"Ya macam-macam, kemarin kirim gulai kambing 3 kilo ada loh, Sin"
Kedua alis ku bertautan, merasa heran dengan tingkah Ibu Marfuah mertuaku.
"Ada acara apa, Bu. Katanya? Trus, Ibu apa kan gulai 3 kilo itu?" Tanya ku penasaran
"Ibu nggak nanya, Hiii... Ibu nggak berani makan, Sin. Langsung tak kasih ke tukang becak yang nganterin itu. Katanya tukang becak itu kerja di dagangannya Ibu Mertuamu sebagai juru antar barang" cerita Ibu
"Kenapa nggak di makan, Bu?
"Kamu ini, kalo ada apa-apanya gimana? Ibu masih ingin hidup, ya walaupun pesugihan itu belum jelas benar apa tidak Mertua mu lakukan, setidaknya Ibu cuma berjaga-jaga"
Belum sempat aku menjawab Ibu kembali bercerita.
"Dulu pas kamu kesini bawa buah, yang di parcel itu loh, Sin?"
Aku mencoba mengingat hal yang diceritakan ibu, tapi aku tak mengingatnya.
"Ya pokoknya dulu itu, buahnya busuk. Gak jadi ibu makan langsung Ibu buang, untung-untung kalo sampe dimakan, hiii...bisa-bisa Ibu jadi tumbal" ibu bergidik ngeri
Ya, aku baru ingat dengan Parcel dari Ibu Marfuah, saat aku pertama pulang karna sakit perutku tak kunjung sembuh dulu.
"Ibu percaya kalo mertuaku punya pesugihan?" Tanya ku penasaran
"Ya percaya nggak percaya, eh, lha kamu gimana masih sering sakit gak perut mu?" Tanya ibu mengalihkan pembicaraan sembari mengelus perut buncit ku
Aku hanya menggeleng
"Aku pas pamitan liat ular gede banget, Bu. Dikamar Ibu Marfuah" cerita ku
"Tuh... berarti bener apa kata Kyai Hasan, Mertua mu itu muja. Jangan-jangan anakmu jadi tumbal, Sin?" Celetuk ibu
"Hah! Nggak bu, jangan percaya gitu-gitu, toh dr.Putri udah bilang aku mengalami kandungan kosong" aku menyangkal
"Kamu kalo dikasih tau rangtua ngeyelan" Ibu sedikit kesal
***
Aku berbaring di sofa ruang tengah sambil menonton Tv, seperti biasa hari ini jadwalnya Mas Anton lembur, pulang jam 1 malam. Tapi aku sudah tidak khawatir dengan apapun sejak tinggal di kontrakan ini, cukup nyaman menurutku.
Memang keadaan perutku masih membesar, tapi aku sudah terbiasa. Hanya bisa berharap sakit yang terkadang muncul lekas hilang
"Sin, Ibu titip anak ke kamu. Kenapa kamu tolak?" Sapa ibu Marfuah tiba-tiba
"Anak yang mana, Bu?" Tanya ku bingung seraya bangun dari posisi tidur ku
"Itu... itu yang di perut mu!" Ibu Marfuah menunjuk-nunjuk perutku
Tiba-tiba Ibu mendekat dan langsung meremas-remas perutku dengan kasar, sampai aku menjerit kesakitan.
"Aah.... sakit, Bu!!! Jangan!!!" Teriak ku
Ibu Marfuah menatapku tajam, bola matanya melotot memandangku. Dia terus meremas-remas perutku sampai daster yang ku pakai sedikit terkoyak.
Aku terjerembab jatuh ke lantai, terasa sangat nyeri pada kemaluan ku saat tiba-tiba seperti ada sesuatu yang hendak keluar.
"Aaaahh!!!" Aku menjerit sekuat tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Ular Berkepala Manusia
Horrormanusia tak bisa memungkiri adanya hal-hal gaib disekitar kehidupan, disini aku akan membagikan sedikit kisah nyata tentang kejadian yang benar-benar pernah terjadi di kehidupan nyata. simak kisahnya berikut ini...