Hari-hari berikutnya terasa sedikit aneh. Kisah akhir masa sekolahku tidak semenyenangkan seharusnya. Semua berjalan baik saat di sekolah namun, saat bel pulang berbunyi semuanya kembali tidak baik.
Aku tidak dapat menahan harapan untuk dapat melihat dia berdiri dengan senyuman itu. Meskipun sudah berhari-hari dia kembali menghilang dengan alasan yang tidak aku ketahui. Terkadang aku berharap aku dapat menemukannya ketika pulang kerumah. Mungkin saja dia bertamu diam-diam tanpa aku ketahui seperti waktu itu. Semua itu hanya harapanku tanpa dapat terwujud. Dia yang berkata ingin menjadi sahabatku namun menghilang dari kehidupanku. Harus kuakui aku menyukainya namun, dia tidak perlu mengetahuinya.
Perjuangan terakhir dimasa putih abu-abu sudah selesai. Ujian Nasional selama tiga hari sudah aku selesaikan dengan baik. Tinggal menunggu hasil yang akan diumumkan satu bulan lagi. Bagaimana dengan Alvin?
Puas seharian di rumah, aku memutuskan untuk duduk di taman TK. Menghabiskan senja hari yang teduh. Lebih baik bukan, dari pada harus mengurung diri seharian dikamar.
"Sudah kuduga kamu pasti disini." Ucap seseorang yang berdiri di sebelahku. Kehadirannya tidak kusadari.
Aku begitu terkejut dia ada disini, disisi lain aku begitu senang melihatnya kembali. "Alvin. Kenapa kamu ada disini?"
"Tadi aku ke rumah kamu. Tapi ibu bilang kamu pergi keluar. Ternyata benar kamu ada disini. Bagaimana UN kemaren?"
"Cukup baik tidak, ada hambatan. Kamu?"
"Sama. Sudah lama ya, kita tidak kesini."
Aku melihat jauh ke depan. "Iya. Soalnya kamu menghilang untuk waktu yang lama."
"Tapi perasaanku masih sama tidak pernah berubah. Kukira dengan menghilang dan menjauhimu dapat merubah perasaanku. Ternyata aku salah, malah semakin membuat aku ingin menemui kamu Vania. Aku masih mencintai kamu."
Ucapan Alvin kembali membuatku terdiam. Ingin sekali rasanya aku menjawab pernyataan itu. Jika saja tidak kulihat sesuatu yang tergantung manis dilehernya. Tentu saja kalung salib itu tidak pernah lepas dari pemiliknya seperti hijab yang slalu menemani disetiap perjalananku.
Perbedaan diantara kami terlihat jelas dan nyata. Tidak dapat aku lawan untuk alasan apapun. Apakah Alvin berpikir seperti apa yang aku pikirkan? Seandainya dia tau betapa hatiku tidak menentu untuk saat ini. Aku ingin bersamanya namun aku tidak dapat melanggar perintah penciptaku.
"Kenapa kita dilahirkan berbeda Vania?"
Mungkin untuk mengajari kita sebuah kedewasaan jika tidak semua perbedaan dapat disatukan. Namun kita harus tetap berdampingan untuk sebuah kehidupan. Jika saja kamu tau vin hal itu melukai perasaanku atau mungkin melukai perasaanmu juga.
"Vania jika semua agama mengajarkan cinta, mengapa agama menjadi penghalang cinta?"
Jujur saja aku begitu terkejut dengan pertanyaan Alvin. Tidak kusangka dia berpikiran sejauh itu. "Semua agama memang mengajarkan cinta. Namun ada beberapa cinta yang tidak bisa kita paksakan bersatu. Cinta butuh perjuangan vin. Lalu bagaimana cara kita berjuang melawan Tuhan? Kepercayaan yang sudah ditanamkan pada diri kita sejak kecil bahkan sebelum kita mengenal dunia."
Tidak ada jawaban dari Alvin. Matanya memancarkan aura sedih. Sedetik kemudian aku menangkap bola mata Alvin melirik jilbab putihku yang berkibar tertiup angin dan menggenggam erat kalung salibnya.
"Aku tidak dapat meninggalkan agamaku, Vania."
Aku tau vin. Seperti itu juga aku. Aku tidak dapat meninggalkan agamaku kapanpun dan untuk alasan apapun.Kita sama-sama mencintai agama kita jangan jadikan cinta yang tidak jelas lanjutannya ini menghancurkan kepercayaan kita.
Alvin tersenyum kearahku. "Mau main ayunan? Aku yang dorong."
Aku menerima tawaran Alvin dengan satu anggukan. Kami bermain ayunan menghabiskan waktu sore itu. Dapat kurasakan aku tertawa lepas setelah sekian hari bermurung dengan perasaanku. Begitu juga Alvin, dia tertawa dan bercerita tentang pengalamannya.
"Vania, apakah ada cara kita untuk bersama? Apakah kita akan bersama suatu saat nanti?"
Kuperkuat genggamanku pada ayunan. "Entahlah vin.. Mungkin dikehidupan selanjutnya. Tidak ada jawaban pasti untuk saat ini"
Alvin menarik ayunanku dan mendorongnya lebih kuat. Kita lihat saja nanti.
Selanjutnya kehidupan kami tetap berlanjut. Aku lulus SNMPTN pilihan pertamaku. Melanjutkan study di salah satu universitas negeri dipulau jawa. Hari-hariku mulai sibuk dengan jadwal kuliah dan memperdalam ilmu agama. Sesuai harapan dan kerja kerasnya Alvin melanjutkan kuliahnya di Negara asal kangguru. Alvin yang begitu menyukai fotografi mulai berkarya melalui blognya. Dia juga mulai mendapatkan banyak penghargaan.
Kami bahagia dengan kehidupan kami masing-masing. Tentang cinta, bagi kami cinta adalah rahasia kehidupan, akan datang disaat yang tepat. Tentang kisah kami selanjutnya, masih jawaban yang sama. KITA LIHAT SAJA NANTI.
Seperti awan dan teduh. Pernakah kamu mendengar kisah mereka. Hanya ditakdirkan bertemu namun tidak untuk bersama dalam perjalanan. Seperti itulah kisah kita. Seperti menebak langit abu-abu.- anonim