PENANTIAN

71.9K 10.6K 1.4K
                                    

Lutut Heksa mendadak lemas. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Ia ingin segera berlari, tapi sendi-sendi geraknya seolah tidak berfungsi.

"Zom...to..long..." Heksa mengucapkan kalimat dengan terpatah-patah. "Gu..e..."

Pijar mendekatkan telinganya, menunjukkan wajah polos. "Apaan? Kenapa, Sa?"

"Ba..wa.. gue per..gi," ucap Heksa susah payah karena merasa kehabisan napas.

"Nggak usah takut, Sa. Mereka nggak bakal bangun terus ngejar lo kok," jawab Pijar santai. "Yaaa, walau dari tadi emang beberapa dari mereka manggil-manggil nama lo, sih."

Heksa berusaha mengais-ngais oksigen yang tersisa. Tubuhnya panas dingin. Seperti terkena mantra sihir, seluruh ototnya beku.

Tahan..tahan..gue nggak bakal pingsan untuk yang kedua kalinya di depan zombie bego ini.

Tapi Ya Tuhan, lutut gue gemetaran. Gue nggak bisa bergerak.

"Lo.." Walau ketakutan setengah mati, Heksa masih bisa menuding Pijar dengan telunjuknya. "Lo pasti udah ngasih mantra sihir ke gue, sampe tulang-tulang gue nggak bisa digerakin gini!"

Pijar melongo. Ia hanya merespon tuduhan Heksa dengan gelengan kepala.

"Bukain pintunya." Lutut Heksa terguncang, bergetar hebat karena ia bersikeras melangkah keluar dari sana. Sayangnya kini ia hanya bisa melangkah pelan, menggerakkan kakinya yang terasa berat. "Buruan!"

Disentak begitu, Pijar langsung gelagapan. Ia segera membuka pintu kamar mayat yang entah bagaimana bisa kuncinya tertinggal di dalam. Mungkin petugas rumah sakit sedang keluar sebentar dan lupa menguncinya lagi.

Setelah pintu terbuka, cowok penakut itu melesat cepat bak kereta ekspres. Melewati beberapa petugas rumah sakit yang kebingungan saat melihatnya lari terbirit-birit seperti orang gila.

Buk

Heksa terhenti sebab menabrak seseorang. Karena tenaganya yang terlalu besar, orang yang ditabraknya sampai tersungkur. Sedangkan ia masih berdiri dengan tegapnya tanpa berniat membantu orang di depannya.

"Sa? Pijar mana?" Andre mengusap-usap pantatnya, tidak terlihat marah karena Heksa menubruknya. "Kok lo tinggal?" Ia bangkit sendiri lantas melongokkan kepalanya ke balik punggung Heksa.

Bukannya segera merespon pertanyaan Andre, fokus Heksa malah terpusat pada raut wajah sahabatnya yang terlihat pucat. "Lo kecapean ngejar gue?" tanya Heksa yang tidak ditanggapi Andre.

Saat keduanya hanya saling tatap, Pijar muncul dari balik punggung Heksa. Gadis itu melangkah dengan santai, seolah-olah tak ada sesuatu yang baru saja terjadi di sana. Padahal kalau sudah tertangkap basah oleh salah satu pegawai rumah sakit, Heksa menjamin dirinya akan menjadi trending topik pembicaraan anak buah Papanya sebulan kedepan.

Sungguh memalukan...

Heksa mendelik ketika Pijar menatapnya dengan wajah datar. "Heh, lo pasti tadi hipnotis gue, kan? Sampe-sampe gue nggak sadar kalo kita lari ke arah kamar mayat!"

Pijar yang baru datang, langsung menggeleng cepat sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Lalu tiba-tiba matanya menangkap sosok Andre yang terlihat pucat. Tak tahu harus bagaimana, ia hanya bisa menepuk-nepuk pelan punggung Andre, berharap desah napas cowok itu dapat kembali stabil.

Sejujurnya, Pijar sungguh merasa bersalah. Ia menduga jika sepertinya fisik Andre tidak sekokoh Heksa yang konon katanya, melompat dari panggung pun masih tetap tampan. Gara-gara tadi Heksa menariknya tiba-tiba, ia jadi melupakan Andre yang ternyata berusaha mengejarnya di belakang.

Happy Birth-die (SUDAH TAYANG SERIESNYA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang