22. Si Rendi

171 21 4
                                    

Setelah beberapa hari gue kenalan sama si Sabdoel, hidup gue di kelas murtad itu perlahan menjadi mengasyikkan.

Dengan bodoh bin tololnya itu, si Sabdoel bisa bikin gue cekikikan gajelas. Yang awalnya gue asiq duduk sebangku sama Alod, tanpa kompromi pun gue bisa duduk disebelah si Sabdoel.

Sabdoel dengan muka idiotnya melempar candaan ke gue setiap detiknya.

Banyangkan men.

Setiap detik.

Muka Sabdoel yang emang pada dasarnya tolol tambah terlihat sekian tololnya.

"Lo tau ga, bis apa yang bisa dimakan yang asalnya dari jepang?" tanpa kompromi Sabdoel pun begini.

Gue cuma hah heh hah heh aja.

Cengo dong bos.

Si Sabdoel nunggu jawaban gue.

Gue mikirin masa depan gue sama si
Dion.

Dan.

Cowok di belakang gue, ngelihatin gue.

Ea.

Terbang dong.

Gue melirik sekilas, bener bener nih.

Cakep.

Mengembat teman boleh kan ya sekarang?





Gue tatap balik tuh cowok, jadi kita saling tatap tatapan, zina mata dong.

Gue teringat sesuatu, suatu teori yang gue dapet dari si Nisa.

Teori gila yang sekarang gue harap memang benar adanya.

"kalo lo tatapan sama cowok lebih dari 8 detik, berarti cowok itu suka sama lo!"

" suka suka! Polpen macet! Tahayul tau! Itu mah zina mata, ya tuhan!"


Langsung deh. Buyar.

"Ya tuhan" kata gue sepontan.

Lalu si Sabdoel dengan tololnya menyambar "bukan Ya tuhan Lia! Tapi tayokaki!!!" 

Bangatanah air.

Gue diem dong, males banget nanggapi kera joged.

Gue memutar mata malas ke Sabdoel, berharap Sabdoel ngeritiin perasaan gue kali ini aja.

Terus gue acuhin bacotanya yang makin hari makin tambah bacot aja.

Gue melirik sekilas ke cowok tadi.

Dia itu definisi tampan yang sebenarnya, hidung mancung, kulit cerah seperti fair and lovely, tahilalat di dekat bibir yang kata nenek gue itu anak cerewet, dan yang paling menggemaskan adalah,

senyumnya.

Senyum menawan seindah fajar.

Senyum terang yang berhasil bikin mata gue pedih kesilauan.

Senyum yang memancarkan cahaya.

Indah pokoknya.

Saat si cowok terang itu ketawa, seolah melihat masa depan gue di dalam mulutnya, ingin gue buka tuh mulut dan melihat masa depan gue sama dia di dalam sana.

Hehe.

Gomen.

Setelah gue perhatiin secara intens, laki laki terang itu memiliki dua gurat halus di pipinya saat tersenyum atau tertawa.

Gue tertegun beberapa saat.

Bener bener hebat.

Gemas , gue membuka topik, jarang jarang seorang Julia Michele Jadug yang mempunyai kecantikan paripurna ini bertekuk lutut di depan cowok.

"hey" sapa gue.

Laki laki terang itu menaikan satu alisnya.

"gpp"

Laki laki itu membuka mulut, dan gue lihat ia enggan untuk berbicara lagi.

"Apa?" tanya gue sok cuek.

"Gapapa, mau tanya aja, lo Lia kan?"

"i-iya" jawab gue malu malu.

"Lo... Siapa?" gue pun melanjutkan obrolan.

"Kenalin, gue Rendi" kata Rendi sambil menjulurkan tangan.

Gue terima uluran tanganya serasa berkata "Gue Lia, Julia"

"Mantanya Dion ya?" tanyanya antusias.

Mantan mantan matalo buta.

Jadian aja nggak.

Pacaran aja nggak.

Dibaperin aja iya.


Kapan jadianya?

Kisah Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang