[16] Cascade - Starry Vehemence

4.7K 998 152
                                    

Anak panah melesat cepat dari busurku selang diluncurkan. Ujungnya yang setajam silet menancap tepat di tengah-tengah sasaran yang kucat.

Ini adalah hari kedua kami di Oceanus 2. Guna mempersiapkan diri untuk perang yang akan datang, aku melatih diriku sendiri selama dua hari belakangan ini. Raja Erago memberiku izin untuk menggunakan sumber daya alam di sekitar kastel untuk membuat amunisi. Pagi hingga sore kuhabiskan untuk berlatih, sementara waktu setelah makan malam akan kugunakan untuk membuat anak panah sebanyak-banyaknya.

Aku mengusap peluh keringat yang membasahi nyaris seluruh wajah dan tubuhku. Sekadar info, aku tak hanya berlatih memanah, tahu. Fisikku telah kuhantam habis-habisan pula. Sejujurnya ... aku agak iri dengan Troya. Itu sebabnya aku berusaha memperkuat diriku sendiri. Pemuda itu sungguh prima baik di kekuatan serta fisik. Dan itu agak membuatku terpelatuk. Ayah dan ibuku dahulu adalah pemburu terbaik di Oceanus 15 tempatku berasal, dan aku tidak boleh tidak bisa menjadi sehebat mereka. Terlebih rekanku sekuat itu ... setidaknya aku perlu mengimbanginya.

Langit di atas berangsur-angsur berubah menjadi oranye, penanda bahwa waktuku untuk berlatih telah habis. Tanpa ba bi bu lagi, aku menghampiri batu di mana aku menaruh pakaian berburuku. Kuduga Oceanus 2 ini tengah melintas di garis koordinat wilayah tropis karena cuacanya cukup hangat saat ini. Udara sore ini lebih panas sampai-sampai aku berlatih tanpa pakaian berburuku tadi; hanya celana berburu dan tubuh bagian atas bebas dari fabrik apa pun. Sementara aku melangkah pergi, aeradis-aeradis peliharaan kerajaan beterbangan di langit, barangkali pulang dari memata-matai Oceanus lain. Mereka mengingatkanku pada Calliope.

Selama kami berada di sini pula, Raja Erago memberi Troya sebuah pondok untuk tinggal. Melihat ukuran pondok yang dibuat khusus untuk manusia biasa, kupikir ini sepertinya adalah semacam penginapan untuk tamu-tamu penting dari Oceanus lain. Akan tetapi, sang raja memberiku izin untuk menetap di kastelnya. Yah, tidak heran. Kaum raksasa dan naga tidak pernah bisa berdamai, itu sebabnya ada sedikit diskriminasi di sini. Aku menolak tawarannya untuk menetap di istananya. Kurasa agak tak adil untuk Troya---sekadar informasi lagi, naga itu sama sekali tak tahu aku sebenarnya diizinkan untuk tinggal di kastel. Ia akan membakarku bila ia tahu, karena Troya itu benar-benar ingin sekali menjauh, hah.

Dan hey, membuat kesal si Orthros ini kurasa cukup menyenangkan. Tak butuh berulah apa-apa, cukup tetap bersamanya saja sudah membuat Troya naik darah. Maaf, Troya!

Troya tengah duduk bersantai begitu aku tiba di pondok. Kedua kakinya naik dengan serampangan ke atas meja di halaman sementara ia asyik mengunyah. Di hadapannya, tergeletak sekantong sedang sajsa, semacam makanan ringan khas kaum raksasa. Ia mengambil kudapan seukuran telunjuk berwarna hijau lembut itu, meniupnya dengan api hingga sedikit terbakar, dan melahapnya rakus.

"Selamat sore," sapaku riang seperti biasa sembari menyandarkan panah di tiang kayu. Lalu menyambar kain untuk mengelap wajah serta tubuhku yang kuyup.

"Berisik!" desis Troya sambil melirikku tajam dari ujung rambut hingga kaki. Lihat? Mudah sekali membuatnya marah!

Aku bersandar di tiang kayu, bersedekap seraya mengangkat alis. "Bersantai?" Ia tak menjawab, sebuah lirikan sadis malah menjadi balasanku. Tersenyum kecut, aku pun melanjutkan, "Besok pertempuran kita ... apa rencanamu?"

"Bukankah kau yang seharusnya tahu apa rencananya? Kau yang diajak untuk berdiskusi oleh para raksasa," jawabnya enteng, tak menyembunyikan nada sinisnya sama sekali.

Mau tak mau, aku meringis. Dua hari belakangan pun, selain berlatih, Raja Erago dan beberapa panglima perangnya mengadakan rapat bersamaku. Troya sebenarnya tidak diundang ataupun ditolak. Namun dari perilaku Raja Erago, sudah jelas bahwa ia memang membatasi kontak dengan Troya. Demikian dengan raksasa-raksasa lain. Aku mengajak Troya untuk bergabung, dan kau tahu apa yang terjadi selanjutnya. Ia mengabaikan semua.

Oceanus: The Breathing IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang