a/n: ‼️‼️ quick question: menurut kalian troya termasuk jahat ga?
chapter ini mayan panjang and i hope i can make your tears fall down like the showers that are british
enjoy!!
**
GELOMBANG panas menyesakkan menerpaku lama sejak aku terbangun. Dalam satu kesadaran singkat itu saja, aku langsung mengetahui bahwa ruangan—sel, tepatnya—tempatku berada sekarang merupakan area sempit yang tak dilengkapi celah-celah berangin, alhasil menjadikan suasana begitu lembab dan pengap. Ketiga sisinya terdiri atas tembok-tembok tebal nan rapat, sementara sisi keempatnya yang merupakan pintu keluar ditempati pasak-pasak yang berfungsi sebagai jeruji. Di atasku, langit-langitnya teramat rendah sehingga tak memungkinkan bahkan aku untuk berdiri tegak.
Meski bukan tergolong penjara yang layak, mengingat keadaanku sekarang, aku tetap bersyukur karena setidaknya di sini udara dingin tidak mampu menggapaiku.
Kerikil tajam yang berserakan di permukaan lantai batu terasa menusuk-nusuk kulit, menembus baik kain jubah maupun tunik. Sudah cukup lama aku terjaga selagi berbaring dalam keheningan. Posisiku menyamping menghadap jeruji, alhasil memudahkanku menangkap keberadaan dua sosok yang berdiri dalam bayang-bayang tepat di luar sel: para sipir. Zirah sisik mereka yang memancarkan pendar redup berwarna putih dan biru muda mengindikasikan jenis naga es dan perairan. Lawan alami api.
Aku tergoda mengejek kesia-siaan tersebut; tak ada gunanya mereka mengawasiku.
Wajah kedua sipir tersebut tersembunyi, tubuh mereka sediam patung. Tidak ada kepastian mereka sudah menyadariku terbangun atau belum. Namun, jika mereka mengharapkan semacam reaksi dariku, maka kami akan berakhir saling menunggu sampai aku dibebaskan guna menghadapi hukuman.
Kusadari kantuk sempat menenggelamkanku beberapa kali, mimpi demi mimpi yang sama buruknya bergantian memberondongku, menghantui dan melekat erat bak lintah yang bertahan hidup dengan mengisap kewarasanku. Terkadang mimpi-mimpi itu bergabung dan menciptakan sesuatu yang lebih buruk, hal-hal yang kusaksikan sambil terbeliak ngeri—lalu pada saat itulah aku tahu sedang berada dalam dunia nyata.
Sipir-sipir tampaknya hanya berganti posisi acapkali aku terlelap, mulut mereka masih terkunci. Ketiadaan matahari membuatku sulit menghitung waktu. Oleh karena itu, aku terpaksa bergantung pada hal lain: kondisi perut, misalnya, bahwa aku yang tak terlalu lapar menandakan pasti belum terlalu lama sejak Legiun Langit menangkapku.
Saat kuputuskan dalam hati betapa inilah kehidupan baruku selama waktu tak menentu, tiba-tiba di kejauhan terdengar kelontang nyaring rantai menghantam logam, disusul oleh klik-klik akrab yang tak ayal merupakan bunyi gembok terbuka. Cahaya obor mendekat. Kuperhatikan kedua sipir terlonjak di tempat mereka berdiri.
Diiringi derap langkah gesit yang dipastikan menuju kemari, suara milik seorang perempuan bergema pada ruang-ruang sempit penjara, memerintah setengah berteriak, "Buka selnya!"
Keakraban yang kudengar dari suara itu mendorongku beringsut bangun, pelan-pelan mengangkat kepala. Campuran beragam emosi memenuhiku—rindu, gugup, antusiasme serta ketakutan, tetapi rasa malulah yang mendominasi segalanya. Aku menahan napas, menyaksikan disertai mata menyipit ketika penerangan mendadak menyerang penglihatanku yang telanjur terbiasa dengan kegelapan.
Salah satu penjaga bergegas membuka sel. Pintu bahkan belum sepenuhnya terbuka ketika perempuan itu menghambur masuk melewati jeruji. Sekejap berselang, kutemukan diriku berada dalam dekapan erat adikku.
"Troya." Suara Titania bergetar saat menyebutkan namaku. "Kakak," dia terisak.
Aku mengangkat sebelah tangan dan balas menepuk pelan punggungnya. "Aku di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oceanus: The Breathing Island
Fantasycollaboration with @queenrexx Pemenang Wattys 2020 Kategori Fantasi ** Penduduk dunia menyebut entitas hidup yang bernapas itu sebagai Oceanus. Ialah daratan berwujud kura-kura raksasa di mana semua bangsa berpijak, tinggal, dan membangun kehidupan...