•prolog.

24 1 0
                                        

•hi, ini prolog•

✨✨✨

—"Kaafka."

"Kenapa, La?" jawab Kaafka, ia menoleh menatap Athla kemudian pandangannya teralih begitu seseorang di balik punggungnya menepuk bahunya. Athla terdiam, berusaha seolah tak melihat kejadian itu.

"Kaafka, sorri ya, aku telat. Kamu masih lama berangkatnya?"

"Gapapa, aku masih setengah jam lagi kok." ujarnya, lalu kepalanya menengok ke sebelah kanan—Athla.

Sejujurnya Kaafka selalu membenci keadaan dimana ia melihat Athla menundukkan kepalanya, karena ia tahu, itu artinya Athla sedang sedih.

Tetapi kondisi seperti ini terus berulang, entah sudah ke berapa kali. Dan semuanya akan berakhir sama, Kaafka tidak bisa menegur Athla yang menuduk, karena di samping kirinya ada Megan yang menunggu pembicaraan dimulai.

"Kaafka."

"Kaafka."

Panggilian itu tepat di detik yang sama persis menelusup ke dalam telinga Kaafka. Ia berada di poros dimana ia akan menjatuhkan satu orang apabila ia membalikkan badannya ke arah yang satu.

Athla menatap Kaafka yang menoleh padanya, ia kemudian menutup mulut dengan kedua tangannya, berharap Megan tak mendengar bahwa ada orang lain yang menyebut nama Kaafka disaat yang bersamaan dengannya.

"Kaafka, aku haus, kamu bisakan anterin aku beli minum?" ujar Megan, dengan perasaan campur aduk Kaafka mengiyakan, dan memberi sebuah isyarat pada Athla untuk tetap duduk di sini.

Kaafka mengambil tongkat yang dipegang oleh Megan, ia melipatnya dan menaruh tongkat itu di kursi.

Sementara Athla, di balik punggung Kaafka, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini, Kaafka menarik jemari Megan dan membantunya berjalan.

Bahkan sampai di saat-saat terakhir bersama dengan Kaafka, di bandara, di tempat yang begitu dingin sampai perih menusuk ke ruam kulitnya, Athla masih merasakan sakit itu.

Sakit dimana hanya mata dan hatinya lah yang tahu, tetapi tidak dengan Megan. Ia menderita, tidak bisa melihat Kaafka dengan utuh, tapi apa kabar dengan Athla yang bisa melihat Megan diperlakukan sedemikian rupa oleh Kaafka di depan matanya?

Dan Athla tetap sadar, manusia diberi nikmat dan kebahagiaan oleh Tuhan berdasarkan porsinya masing-masing. Mungkin jika ia berada di posisi yang sama dengan Megan ia akan sakit, sakit saat ia tahu bahwa selama ini ia tidak pernah hanya berdua dengan Kaafka, melainkan ada orang lain, yaitu Athla.

RengkuhWhere stories live. Discover now