No. 3 - The End

76 7 0
                                    

Setelah tegukan kopi ketiga, Aku memilih bungkam menelan kembali aksara-aksara yang hampir tertumpah di ujung lidahku. Menelan kembali penolakan-penolakan jiwamu yang telah gugur.

Aku sadar harusnya aku bisa ikhlas. Dia tak lagi untukku, dia lebih memilih berjalan sendiri ke arah Tuhan. Aku menyukai keputusannya, bila itu membuatnya bahagia. Meski sesakit apapun rasa yang kutampung, aku lebih bahagia ketika dia menangis bahagia kembali daripada menangis menahan sakit alat-alat yang terpasang di tubuhnya.

Tiap kali suara adzan berdengung, aku teringatmu. Mengunjungi kamarmu, mengajakmu salat berjamaah, itu bagian memori paling indah.

Tak jarang pula aku terlupa bahwa besok dan selamanya saat aku membuka mata tak ada yang memanggilku "ndok", masih sering terlupa juga aku melingkari hari check up di kalenderku.

Kuteguk sekali lagi kopiku bersama ampas di sela hangatnya matahari sembari melihat segelas teh hangat yang tersedia di depanku. Lalu aku berbisik, itu kesukaanmu, ya 'kan, bu?

AksiomaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang