** Kate's POV **
"Kenapa wajahku panas?" Kate bergumam sendiri
"Apakah seseorang menyalakan semua lampu yang ada??
Mau tak mau mata Kate terbuka sedikit untuk melihat siapa yang telah mengganggu tidurnya. Rupanya seseorang telah membuka gorden yang tergantung tinggi di jendela sebelah tempat ia tidur agar cahaya matahari bisa menerangi ruangan kamar ini.
Ia duduk di atas kasur dengan rambut awut-awutan berusaha mengumpulkan kesadarannya yang terserak entah kemana. Pandangannya tertumpu pada gurat merah disekitar pergelangan tangannya dan rentetan peristiwa kemarin malam bermunculan satu persatu di ingatannya.
"Kau hanya perlu menjadi istriku" ulang Kate dalam kepalanya yang berdenyut. "Pria itu bilang aku tidak boleh bertindak bodoh?" gumam Kate. Tindakan bodoh apa memangnya.
Kruyukkk. Perutnya sudah protes, rasa lapar baru terasa menggedor-gedor dinding perutnya. Bahkan sangking keringnya, tenggorokan Kate tidak bisa dilewati bahkan hanya oleh salivanya.
Rossa dan Jane masuk ke dalam kamar tak lama kemudian. Kate berdiri dan mereka dengan cekatan merapihkan tempat tidur dan mengatakan akan membantu Kate bersiap untuk sarapan. Kate hanya duduk di kursi meja rias menimbang-nimbang haruskah dia mandi sendiri agar mudah mencari –cari jalan keluar dari benteng ini.
Apa ada jendela di dalam kamar mandi? Semalam Kate tidak begitu memperhatikan.
"Aku akan mandi sendiri" ucap Kate sambil berdiri dan berjalan menuju kamar mandi yang besarnya melebihin ruang tamu apartemennya dulu.
"Baik nona, kami akan menyiapkan pakaian anda" jawab Rossa lalu berbalik ke arah lemari yang tinggi nya hampir menyentuh plafon dan membuka salah satu pintunya.
Kate memenuhi bathtub dengan air hangat. Sementara air nya mengalir, ia memandangi pantulan wajahnya di kaca yang tergantung di atas wastafel. Lingkaran gelap dibawah matanya menggantung nyata. Dia mengusap kembali wajahnya lemah. "sepertinya aku harus mengikuti permainan ini untuk menyelamatkan diriku sendiri" gumamnya pelan lalu mulai melucuti pakaiannya satu persatu.
*
*
Gaun pink pucat itu disampirkan di atas tempat tidur. Potongannya simple dengan sedikit aksesoris. Kate suka, tapi apakah ia harus menggunakan gaun hanya untuk sarapan pagi ini? Memang siapa yang harus ia temui? Presiden kah?
Cukup sudah bertanya-tanya, perutku sudah kelaparan pikir Kate dalam hati. Tangannya bergerak mengambil gaun itu dan mulai mengenakannya. Kate menyisir rambut dan menguncirnya ekor kuda agar lebih praktis. Dipulasnya make up seadanya.
"Silahkan ikuti saya" Rossa sudah menunggu di depan pintu. Jane tinggal untuk menggosok kembali keramik kamar mandi sisa Kate membasuh tadi agar tetap mengkilap.
Kate mengekor Rossa sampai di ruang makan di lantai bawah. Meja makan panjang berada di tengah-tengah ruangan dengan lampu gantung kristal berada di atasnya. Di ujung meja makan telah duduk pria tampan yang menurut Kate gila, sedang menyendoki mulutnya dengan makanan cair sambil membolak balik Koran.
"Duduklah" perintah Leonne tanpa mengalihkan matanya dari koran.
Takut – takut Kate menarik kursi di ujung meja yang berlawanan dengan kursi yang di duduki Leonne. "Aku harus menjaga jarak" ucap Kate dalam hati.
"Lebih dekat" perintah Leonne lagi.
Kate bergerak mendekat tetapi tetap menyisakan jarak yang aman. Makanan mulai diletakan dihadapannya oleh pelayan yang baru keluar dari dapur dengan nampan perak. Tanpa menunggu lagi, Kate mulai menyendoki dirinya sendiri yang kelaparan.
"Bersiaplah malam ini kita akan pergi" ucap Leonne
"Kita?" ulang Kate
"Kau tidak tuli bukan" Leonne kembali berbicara
"Tapi.." Sebelum Kate bertanya Leonne sudah berdiri dari kursi nya dan pergi dari meja makan. Kate menghela nafas di sela-sela suapan nya. Perutnya masih minta diisi jadi ia tetap setia duduk hingga suapan terakhir.
*
*
"Ya Tuhan, perutku mau pecah" seru Kate sambil berdiri dari kursi makan. Ia berjalan kembali ke arah ia datang tadi bersama Rossa, namun langkahnya terhenti saat melewati pintu kaca di sisi kanannya. Tampak di dalam nya sebuah grand piano bertengger dengan gagah nya di tengah-tengah ruangan besar yang didominasi warna putih. Tak kuasa menahan keinginannya untuk menyentuh tuts tuts piano itu, Kate memberanikan diri menyelinap masuk.
Ruangan ini seperti di isi oleh cahaya magis. Sentuhan minimalis ruangan ini seperti ingin menonjolkan keberadaan grand piano itu sendiri. Kate merasakan sesuatu yang berbeda pada saat berdiri didepan tuts piano hitam putih yang berjejer rapi berderet. Tangannya meraba permukaan grand piano itu dengan hati-hati seperti layaknya barang yang rapuh.
Kate duduk dan mulai meletakkan jari-jarinya diatas tuts piano. Matanya terpejam sebelum denting tuts piano perlahan bergulir menjadi suatu melodi. Alunan melodi itu terhenti karena pergelangan tangannya menjerit sakit. Kate kembali berdiri dan meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya.
** Leonne's POV **
Leonne berada di ruang kerjanya memeriksa beberapa dokumen yang Dante letakan di mejanya. Sepertinya peralihan beberapa club malam berjalan tanpa kendala. Dia bisa bersantai beberapa hari ke depan rupanya.
Denting piano itu membuat Leonne berdiri dari kursinya dan bergegas keluar. Namun seiring dengan dibukanya pintu ruang kerjanya, suara alunan itu juga terhenti. Lucy?
^o^ dikit dulu yaaa...
^o^ besok aku sambung lagi...
-__- mata udah 5 watt kek lampu bohlam kuning kamar mandi
YOU ARE READING
You are mine
RomanceSometimes all you can do is lie in bed and hope to fall asleep before you fall apart Kate McCall, gadis cantik sebatangkara yang berusaha keluar dari kekacauan yang ditinggalkan orang tua nya bersinggungan karena takdir dengan Leonne Romano seoran...