Ia masuk ke rumah dan langsung menuju ke kamar untuk menangis sambil meratapi nasib.
Ia terlelap dalam mimpi indah dan berharap untuk tak bangun lagi.
==========
5 hari setelah perjanjian Evan dan Tania
"Hei anak sial! Bangun!" bentak sang bibi sambil menendang-nendang kaki Tania.
"Anak bodoh! Bekerja di kafe saja tidak bisa. Mau jadi apa kau?!" lanjutnya."Bi? Bibi tau dari mana?"
"Bosmu lah!"
Ingin sekali Tania berkata, 'ini juga karena kau bodoh, jika kau tak menyuruhku untuk menjadi babu pribadimu, aku takkan kehilangan pekerjaanku!'
"Sebelum berangkat, cuci baju dulu sana!"
Sungguh kebiasaan bagi si bibi. Ia akan membangunkan Tania pagi-pagi buta guna menyuruh-nyuruhnya. Sedangkan dia? Kembali tidur tentunya.
Tania mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Dan ia sadar meja belajarnya bersih.
"Bi, bibi lihat novelku?" tanya nya ragu.
"Novel? Novel apa?"
"Yang aku letakkan di meja."
"Ah, itu. Itu buku pinjaman perpus kan? Tenang saja Tania," kini ia mendekati Tania.
"Novel itu, sudah mempunyai rumah baru. Setiap halamannya sudah ku sobek dan ku buang. Indah bukan?"
"Kenapa bibi melakukan itu?" tanya Tania dengan mata yang berkaca-kaca.
"Karena kau anak bodoh. Buat apa membaca buku? Lebih baik kau menjadi pembantuku bukan? Ah, aku lupa. Pekerjaan mu sudah hilang, berarti kau itu useless kan? Susul saja orang tuamu. Mungkin itu jalan terbaik untukmu," ia mengusap rambut Tania sambil tertawa meremehkan.
"Ah, rambutmu baru ya? Kenapa? Ingin membuka lembaran baru karena hidupmu selalu gagal?"
Tania melihat bibinya itu berjalan keluar kamar. Tania merasa begitu tersiksa. Ini kalimat yang paling menyedihkan yang dilontarkan oleh keluarganya sendiri.
Tak berlama-lama, Tania keluar untuk mencuci baju. Lengkap dengan air mata yang tak kunjung hilang.
Setelah itu, ia menyiapkan sarapan dan bekal. Ia menyambar makanan yang dibuatnya sendiri. Tania puas, makanan buatannya tak pernah buruk.
Merasa makanannya sudah habis, ia mencuci piring. Ia mandi dan bersiap. Ia akan datang lebih pagi hari untuk menghindari bibinya yang akan kembali bangun.
Ia berangkat dengan berjalan kaki. Karena jarak sekolah dan rumah pamannya itu lumayan dekat. Sambil berjalan, ia mempersiapkan kalimat yang harus ia lontarkan di depan Evan nanti agar tak ada kesalahan.
Saat Tania sampai, tak ada seorangpun disana. Benar-benar sepi, seperti hidupnya. Ia berjalan menyusuri sekolah luas itu. Tak jarang ia berhenti di kolam ikan milik sekolah. Ia melihat sekitar dan melihat kotak makanan ikan. Ia sering memberi makan ikan-ikan itu di pagi hari. Sambil menunggu penghuni sekolah datang.
Sedang asyik Tania memberi makan anak-anaknya itu. Dan terkadang Tania mengajak mereka berbicara.
"Enak?" kata Tania pada salah satu ikan yang makan dengan lahap.
"Berbicara dengan ikan huh?" tanya seseorang pada Tania.
Tania yang merasa diajak bicara akhirnya membalikkan badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salju Pertama di London
Teen FictionTuhan, aku hanya ingin melihat salju. Apakah Tuhan tidak bisa mengabulkan permintaan kecilku itu? Aku tidak meminta hal yang lain Tuhan. Aku tidak menginginkan kekayaan, aku juga tidak menginginkan mainan yang terpajang rapi diatas etalase toko main...