2. Hon (Buku)

1K 113 28
                                    

"Kenapa kau tidak melawan?"

Suara Hinata menggema dipikirannya. Tanpa sadar motornya memelan.

"Kau bisa mati."

Naruto mendengus tersenyum. Hembusan angin sore menerpa wajahnya dengan lembut. Sementara daun-daun berguguran menghiasi sorenya. "Hyuuga Hinata, kah?" gumam Naruto.

Susah-susah menahan rasa rindu dan berusaha mati-matian agar tetap sadar setiap kali dia berada dekat dengan Hinata, akhirnya semuanya lepas juga. Naruto menggigit bibirnya, mengumpat didalam hati. Mengapa bisa dia terbawa suasana dan menyamakan si anak baru dengan kekasih kenangannya.

Hinata pasti membencinya sekarang.

Pemuda itu menancap gasnya lebih kencang, menembus jalanan yang kosong, menghaburkan daun-daun merah dijalanan. Mungkin dia akan menginap dirumah Sasuke saja malam ini.

***

Tok Tok!

Saat pintu kamar dibuka, alih-alih terkejut dan menyambar kotak P3K, Sasuke justru termenung menatap wajah babak belur Naruto dengan heran.

"Kau... Kena tampar si anak baru?"

"Hah?" Naruto menerobos masuk kedalam kamar Sasuke. Pemuda bermata elang itu juga belum mengganti seragamnya. Ternyata dia juga baru sampai. "Ini bukti kesabaran, kau tahu? Kesabaran."

Sasuke menahan tawa, tangannya menutup pintu. "Berapa lama kau akan bersabar seperti itu? Semuanya sudah berubah. Kau bisa—"

"Semuanya belum berubah." Naruto berbalik cepat menatap lurus sahabatnya itu.

Sasuke balik manatap tajam, dia tidak suka Naruto tenggelam terlalu dalam dalam kenangan hitam. "Semuanya sudah berubah, bukalah matamu. Apa yang perlu kau sesali? Itu bukan kesalahanmu. Balas dendam hanya akan membuatmu hancur. Tidak akan ada pemenang dalam pertandingan ini."

"Ya, dan cermin disebelahmu mengatakan kau butuh seorang pacar." Sai bangun, menutup sketch booknya dan tersenyum manis.

Naruto terkejut, sontak menoleh kekanan, menemukan Sai yang sejak tadi berada didekat jendela. "Sejak kapan kau disana?"

"Setengah jam lalu, pulang mengekori Sasuke."

"Kenapa kau tidak pulang?" Naruto mengernyit.

"Ino akan mencariku, dompetku kosong."

Dan mereka bertiga terdiam. Sasuke perlahan merogoh kantung belakang celananya meraih dompet. "Sial."

Hening. Tiba-tiba tawa Naruto pecah. "Lavenderku tidak begitu! Hahahahaha!"

Dua pasang tatapan datar menghujam Naruto. Sebenarnya diantara mereka bertiga, siapa yang paling mengenaskan?

***

"Tunggu.."

Suara Naruto menghantui benaknya. Bayangan wajah lebam Naruto seolah kembali berusaha membangkitkan ingatan kelamnya. Tubuhnya membungkuk menahan sakit diperutnya karena tendangan massal dari para preman sekolah.

Dimensional BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang