04

1K 70 3
                                    

Dengan santai, Jeffreyan melempar segepok uang kepada perempuan cantik yang berada di atas ranjang tengah memakai piyama tanpa rasa bersalah. Lalu ia berbalik, membenarkan kimono sutranya berjalan mendekat kearah sofa di dalam kamar megah itu. Sementara perempuan cantik yang baru saja di lemparinya segepok uang yang lumayan banyak itu hanya memicingkan matanya.

"Tumben, biasanya kamu transfer kan?" Perempuan itu menatap Jeffreyan dengan terheran. Seolah perlakuan seperti ini baru saja ia dapatkan dari pria tampan dengan kalung lumba-lumba berwarna hitam yang menghiasi lehernya.

"Bonus tambahan." Lagi, perempuan itu mengerutkan keningnya setelah kalimat itu ia dengar dari Jeffreyan. "Semalam aku lupa tidak memakai pengaman, dari itu pakai uang itu untuk membeli obat apapun yang bisa mencegah kehamilan."

"Dan ya, lakukan perawatan atau apapun yang membuat barangmu kembali seperti semula. Sekarang, barangmu sudah tidak enak di pakai." Sambung Jeffreyan.

Perempuan itu tersenyum getir. "Gak enak?" Ia turun dari ranjang, kakinya melangkah menghampiri Jeffreyan yang masih duduk santai di sofa besar di dalam kamar mewah itu. "Kamu yang pakai aku setiap hari kalau kamu lupa."

"Itu bukan masalahnya, Anggi. Lihat dan tiru perempuanku, aku juga memakainya tapi barangnya masih selalu enak saat aku bermain bersamanya. Tidak seperti barangmu."

Anggi tau, dari awal Jeffreyan memang bajingan. Pria tampan yang selalu memakai kalung lumba-lumba berwarna hitam itu memang suka bergonta-ganti wanita, serta membeli para gadis dengan banyaknya uang yang pria itu punya hanya untuk memenuhi hasratnya tanpa Lirisha tau sikap asli prianya itu di belakangnya. Bukan hanya membeli para gadis belia di rumah bordil untuk memuaskan nafsunya, namun  pria itu juga suka memperkosa dan membunuh setelahnya saat wanita-wanita yang di tidurinya meminta pertanggungjawaban perihal kehamilan mereka karena perbuatan Jeffreyan. Bahkan cara membunuh Jeffreyan pada korban-korbannya itu sangatlah keji, sama seperti lambang kalung lumba-lumbanya itu. Namun walau begitu sangat di sayangkan untuk Anggi, perempuan itu enggan untuk melepas seorang Jeffreyan walau ia sudah mengetahui busuknya seorang Jeffreyan hanya karena perempuan itu terlanjur jatuh hati akan ketampanan pria itu yang membuat Anggi rela melakukan apapun agar ia bisa terus bersama Jeffreyan.

"News?"

Anggi menatap sengit kearah Jeffreyan, setelah perempuan itu mendengar kalimat yang baru saja pria itu keluarkan. "Kamu baru aja nyakitin perasaanku Jeff, dan sekarang kamu mau tau tentang Lirisha dari aku?"

"Apa kamu lupa, aku merekomendasikan kamu untuk menjadi PA-nya Lirisha hanya untuk melaporkan ke aku kegiatan perempuanku." Anggi tersenyum getir, walaupun bibirnya menampilkan senyum yang terasa pahit itu namun matanya masih terus menatap kearah Jeffreyan yang masih santai menenggak wine miliknya dan duduk santai di hadapannya.

Hembusan nafas panjang mulai Anggi keluarkan, menghadapi pria bajingan seperti Jeffreyan butuh lebih tenaga ekstra.

"Jeandra. Namanya Jeandra, mereka udah berhubungan selama setahun belakangan ini." Dan setelah informasi Jeffreyan dapat, pria itu terdiam cukup lama. Matanya mulai menajam.

"Mereka tinggal bersama, dan mungkin mereka melakukan itu setiap harinya." Sambung Anggi menjelaskan informasi yang di peroleh nya.

"Cukup! Aku pergi sekarang." Dan akhirnya emosi Jeffreyan mulai memuncak saat itu. Sedangkan Anggi hanya bisa tersenyum masam menatap kepergian pria itu dengan wajah memerah menahan amarahnya.

"Aku harap kamu juga membunuh Lirisha, Jeff."



***

Hal pertama yang Lirisha lihat saat perempuan itu membuka mata adalah, wajah tampan Jeandra yang masih terlelap di sampingnya. Laki-laki tampan yang selalu ada di sampingnya itu selalu membuat Lirisha tersenyum kala mata berbinar perempuan itu menatap wajah teduh nan tampan di sampingnya. Terlebih lagi bayangan semalam mampu membuat Lirisha kembali tersenyum kala mengingat betapa gagahnya laki-laki itu menggagahinya kembali setelah mereka sama-sama menumpahkan kekesalan hati mereka, terlebih lagi kekesalan yang Jeandra rasakan karenanya. Semalam mungkin sebagai malam yang paling panjang untuk Lirisha dan Jeandra, bagaimana Lirisha berteriak dan desahan nikmat dari keduanya menggema di dalam kamar mewah tersebut sebagai obat rasa rindu dari keduanya. Pipi Lirisha memerah saat mengingatnya.

Dalam ingatan-ingatan yang masih Lirisha simpan, perempuan itu menyadari bahwa Jeandra-lah pemenang hatinya. Bersama Jeandra, Lirisha bisa tersenyum bahagia dan bersama Jeandra, Lirisha bisa merasakan apa itu kasih sayang yang selama ini ia impikan.

Untuk beberapa lama Lirisha masih menatap wajah damai Jeandra, di usapnya perlahan wajah tampan itu lalu mencium wajah laki-laki itu begitu sayang. Dan saat itu lah Lirisha baru menyadari bahwa dirinya mulai mencintai Jeandra.

"Udah puas belum lihat akunya?"

"Loh, udah bangun?" Lirisha seketika menjauhkan tubuhnya dari Jeandra. Berlagak mengabaikan laki-laki itu lagi.

"Aku tadi cuma cek aja pernafasan kamu, mastiin kalau kamu masih hidup." 

Jeandra terkekeh, laki-laki itu juga menarik tubuh Lirisha untuk lebih dekat dengan tubuh polosnya dan di dekapnya begitu erat. "Cuma mastiin aja ya?"

"Tapi tadi aku ngerasa ada yang cium aku loh, apa tadi aku mimpi ya?" Goda Jeandra, dengan Lirisha yang hanya bisa bungkam dan merasakan hangat tubuh mereka yang polos menempel satu sama lain menyalurkan kehangatan di balik selimut tebal yang membungkus tubuh mereka.

"Loh kapan aku cium kamu?"

"Emang tadi aku bilang kamu cium aku ya?" Lirisha diam membisu. Perempuan itu kalah telak.

"Sakit tau semalam, kamu kenapa kasar banget mainnya sama aku?"

"Kasar? Perasaan yang minta lebih di cepetin sama kasar kamu tuh."

"Perasaan aku ngomong ampun terus tuh."

"Gini, 'ampun jeannn, akhh.. again please, please fuck me more.' "

"Kapan aku kayak gitu?!"

"Gini lagi nih, 'sshh jeannn faster.."

"Stop! Stop! Stop!"

Lirisha mendelik, lalu bangkit dari berbaringnya untuk melangkah menuju toilet dan meninggalkan Jeandra yang terkekeh melihatnya tersipu malu karena Jeandra memperagakan aktivitas mereka semalam.

Untuk waktu yang lama Jeandra terkekeh melihat betapa lucunya perempuan kesayangannya itu bisa bertingkah menggemaskan di balik sikap tegasnya. Jeandra terdiam sejenak, pikiran laki-laki itu menuju kepada satu pria yang menjadi musuh terbesarnya.

Benar, Jeandra harus merebut Lirisha dari Jeffreyan apapun resikonya. Lirisha miliknya, Lirisha bahagianya, dan Jeffreyan tidak berhak mengambil bahagianya.

Bersambung...

Luxury Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang