Lirisha terdiam dalam duduknya. Kedatangan Jeandra tiba-tiba di kantornya benar-benar membuat perempuan itu kepikiran sampai pada akhirnya meeting bersama client pun Lirisha tunda. Perempuan itu berpikir sejenak tentang sikapnya pada laki-laki itu, bukan kah ia terlalu keras pada laki-laki manja dan menggemaskan yang sayangnya pernah menggagahinya itu? Benar, dirinya terlalu keras pada laki-laki itu, sikapnya terlalu berlebihan. Bahkan tanpa harus mengingatkan Lirisha harusnya paham kalau laki-laki itu jelas paham tentang posisinya dan juga Jeffreyan tanpa harus Lirisha mengulangnya yang berakhir menyakiti perasaan Jeandra. Tentu, Lirisha sadar itu. Sekarang perempuan itu masih duduk di kursi kebesarannya, matanya fokus memandang bingkai foto dirinya bersama Jeffreyan yang berdiri kokoh di atas mejanya.
"Kamu membuat semuanya sulit." Lirih Lirisha, hingga akhirnya perempuan itu menghembuskan nafas panjangnya sembari menyugar surai panjangnya.
Hari itu mendung, jam kantor juga telah usai. Namun Lirisha masih betah di dalam ruangannya sembari menatap pemandangan indah lewat kaca besar di dalam ruangannya. Sesaat Lirisha terdiam, lalu matanya menatap ponsel miliknya berharap Jeandra menghubunginya. Namun nyatanya ponsel yang selalu di penuhi notif dari Jeandra setiap harinya, untuk hari ini notif itu sama sekali tak terlihat. Mungkin kah dirinya terlalu dalam menyakiti perasaan laki-laki itu beberapa saat yang lalu? Mungkin iya. Hingga pada akhirnya Lirisha memutuskan untuk pulang, perempuan itu ingat kalau dirinya menyuruh laki-laki itu untuk menunggunya di rumah. Benar, Lirisha harus berbicara dengan Jeandra nya.
Ceklek!
Lirisha terdiam di depan pintu kamarnya, perempuan itu berkedip beberapa saat setelah manik berbinarnya menemukan sosok tampan yang tengah duduk menyandar di kasur king size dengan laptop yang berada di pangkuannya.
"Jeffi?" Lirihnya, berjalan perlahan menghampiri Jeffreyan sembari membasahi bibirnya.
"Sudah pulang?" Jeffreyan mengangkat tangannya, manik kelam itu melirik arlojinya. "Kamu lembur honey?" Sambung Jeffreyan.
"Kapan kamu pulang? Tadi kamu ketemu tamu ku?" Alih-alih menjawab pertanyaan pria itu, Lirisha dengan gencar melempar pertanyaan lain dengan mata yang sesekali menoleh menatap pintu kamarnya seolah mencari seseorang.
Jeffreyan bangkit dari duduknya, pria itu berjalan menghampiri Lirisha dan melumat bibir perempuan itu begitu lembut sekilas. "Sambutan macam apa ini Li? Aku baru pulang dan aku langsung kesini karena aku kangen kamu."
"Dan untuk tamu, aku nggak liat ada tamu dari pertama aku kesini. Tamu siapa Li? Aku kenal?" Sambung Jeffreyan, dengan Lirisha yang menggeleng sebagai jawaban. Setidaknya Lirisha sedikit bisa bernafas lega untuk sekarang.
"Aku kangen kamu." Lirih Jeffreyan lagi, kali ini Lirisha paham dari kalimat itu. Lirisha tau, sejauh apapun perempuan itu melupakan Jeffreyan dan menggantinya dengan kehadiran Jeandra, tetap saja Lirisha tidak akan pernah bisa menolak seorang Jeffreyan.
Setahun yang lalu, Lirisha pernah berharap Jeffreyan akan menemukan jalan pulang seperti apa yang di lakukan Jeffreyan sekarang. Namun Lirisha rasa harapan-harapan yang selalu perempuan itu harapkan sudah terlambat. Jeffreyan yang kini selalu ingat jalan pulang, namun di sisi lain Lirisha juga sadar, pulangnya bukan hanya untuk Jeffreyan seorang, melainkan ada Jeandra tempat pulang yang paling nyaman untuk Lirisha.
"Sudah setahun kan Li kita nggak ngelakuin ini?"
Lirisha hanya bisa tersenyum masam di sela ringisan bibirnya menahan perih di bagian intinya. "Kamu sibuk."
"Aku tau. Bagaimana, masih perih atau sudah enak?"
"Perih sedikit."
"Oke, aku pelan-pelan."
Lantas setelah mereka bertemu dan melakukan itu, Lirisha menatap ke arah pintu, mata perempuan itu seketika sayu saat manik berbinar itu menangkap sosok Jeandra berdiri melihatnya bercumbu dengan Jeffreyan.
Dan Lirisha masih diam di tempatnya, membiarkan Jeffreyan menikmati tubuhnya. Bahkan perempuan itu sesekali mengedipkan matanya menahan air mata yang hampir jatuh saat menatap betapa kecewanya Jeandra menatapnya barusan sebelum melangkah pergi tanpa sepatah kata. Malam itu Lirisha akhirnya menangis dalam diam, perempuan itu sadar kalau lagi, lagi dan lagi ia menyakiti perasaan Jeandra untuk kesekian kalinya.
***
Jeandra berjalan memasuki basecamp dimana dia dan teman-temannya biasa berkumpul. Manik kelam yang terus menajam sejak laki-laki itu menuruni motor hitam besarnya hingga kini laki-laki itu duduk di sofa dan menghiraukan tatapan heran dari teman-temannya.
"Nggak ada mainan hari ini?" Laki-laki itu bertanya dengan nada rendahnya tanpa menatap teman-temannya yang masih heran akan dirinya. "Gue butuh pelampiasan." Sambungnya.
Di samping Jeandra, teman-temannya masih diam memperhatikan laki-laki itu. Teman-temannya bahkan baru kali ini melihat raut dari wajah tampan Jeandra yang terus menampilkan kekecewaan serta kemarahan yang begitu kentara disana.
"Beneran ya, orang kaya selalu punya masalah?" Tutur salah satu teman dari laki-laki itu begitu sembrono tanpa menyadari setelah kalimat itu terucap Jeandra menatapnya dengan tatapan sengit. "Canda aja sih." Lanjutnya, di sertai dengan kekehan canggungnya.
"Tapi kayaknya, walaupun punya banyak masalah gue masih tetep pengen jadi orang kaya. Mau ngehambur-hamburin duit kayak Jean, seru nggak sih?" Pekik Killan, yang di sambut gelak tawa dari teman-teman Jeandra yang lain.
"Cari sugar daddy sono."
"Gila, laki nih. Di kira mau batang main batang." Kata Killan, yang kembali di sambut gelak tawa teman-temannya.
"Tapi ngomong-ngomong, kalau ada sugar daddy pasti ada sugar mommy dong, ya nggak sih?"
"Harusnya."
Jeandra bungkam, setelah teman-temannya menyinggung tentang sesuatu yang membuat laki-laki itu menyadari sesuatu dari pembahasan teman-temannya.
"Kalau semisal jadi baby nya sugar mommy terus tiba-tiba cinta sama sugar mommy nya itu wajar nggak sih?"
Teman-teman Jeandra seketika terdiam. Mereka saling pandang hingga akhirnya sama-sama menatap kearah Jeandra.
"Bakal aneh nggak sih, Setau gue sugar mommy kan tante-tante istri pejabat-pejabat yang kurang belaian. Kebanyakan tua-tua kan?" Killan masih terdiam, hingga akhirnya mata laki-laki itu melotot menatap Jeandra. "Jangan bilang lo simpenan istri pejabat?!"
"Nggak usah ngaco bisa?"
"Ya syukur kalau nggak, gue kan cuma nanya."
Jeandra hanya bisa tersenyum masam, laki-laki itu sadar bahwa ia sepenuhnya menginginkan Lirisha bukan perihal uang, namun Jeandra menginginkan Lirisha karena Lirisha perempuan itu. Perempuan yang mampu memporak-porandakan hatinya dan perempuan yang bisa menjadi rumah untuknya saat laki-laki itu sebelumnya bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, bahkan tidak punya siapa-siapa. Serta Lirisha adalah perempuan yang mampu memberikannya kasih sayang disaat dirinya menginginkan kasih sayang yang sebelumnya tidak pernah Jeandra rasakan. Benar, Jeandra menginginkan Lirisha karena dia adalah Lirisha, bukan karena uang dan kemewahan yang perempuan itu berikan padanya.
Bersambung..