Levi berjalan dengan lesu. Memandangi sekitar dengan tidak niat. Langkahnya melambat seolah-olah sang kaki meminta berhenti dan memilih berbalik ke rumah.
Ia masih belum terbiasa masuk sekolah sehabis libur bergantinya semester 2 minggu lalu. Makanya dari kemarin ia jadi sering bolos karena bangun kesiangan atau sekedar malas sekolah.
Hatinya sendiri kebingungan. Ngapain masuk sih? Mending lanjut tidur di rumah.
Hari ini Arka juga tidak bisa mengantarnya akibat sakit. Buat Levi makin malas sekolah karena seharian tidak ada orang itu. Walaupun ngeselin, tapi kalau jarang ketemu kan ujung-ujungnya kangen.
Lagian, Arka itu sahabatnya sejak kecil. Wajar kalau selalu dibabuin Levi meski ujung-ujungnya Levi yang jadi babu.
"Makanya udah dibilang jangan capek-capek! Cowok lemah. Dasar cowok weak!"
Ia mengecek ponselnya yang terus berbunyi. Banyak notifikasi masuk dari aplikasi instagram itu. Beberapa di antaranya ada yang meminta Levi untuk mengendorse.
Levi berdecak pelan dan raut wajahnya makin masam. "Udah dibilang kalo mau endorse suruh ngeline ihh," keluhnya gemas sambil menghentakkan kakinya.
Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku rok, lalu kembali berjalan.
"Hai dek,"
"Eh Levii hehe,"
"Met pagi Levv!"
Seperti biasa, semuanya sama. Lorong ramai, banyak anak laki bermain basket di lapangan, cowok-cowok buaya yang kebanyakan dari XI IPA 2 pada nyepik menggoda siswi-siswi bahkan adik kelas, beberapa murid yang sokab menyapa Levi dibalas senyumnya yang kali ini terlihat sedikit terpaksa karena masih menyesali keputusannya untuk masuk ke sekolah, ya begitulah kebiasaan di Brista.
Tapi ada sesuatu yang janggal. Banyak orang berkerumun di depan papan mading. Levi yang tadinya berjalan dengan ogah-ogahan jadi penasaran sendiri dan ikut mendekat.
"Misi permisi, artis mau lewat," ujarnya tidak bohong. Beberapa orang tersentak melihat kehadiran gadis itu. Semuanya tahu bahkan kenal baik dengan nama cewek tersebut. Apalagi karena video cover gadis itu baru-baru ini masuk trending topic di youtube.
Mereka memberi jalan sehingga Levi bisa maju lebih dekat, disertai siswi-siswi yang mulai gossip sana sini. Ada yang memuji, ada yang iri.
Levi maju mendekat. Setelah benar-benar jelas, ia mengernyitkan alisnya. Papan mading masih terkesan sepi. Hanya ada beberapa poster ekstrakulikuler dan selembar kertas berisikan puisi.
"Kenapa pada rame-rame gini, sih?" tanyanya pada salah satu murid di sebelahnya. Orang itu sempat terlihat mengerjap pelan seakan-akan memastikan 'Beneran nih si selebgram ngajak ngomong rakyat jelata kayak gue?'
"Itu... Gara-gara puisi.. puisi kedua dari Mister E," jawab anak bermata empat itu dengan gugup sendiri.
"Ohh..," Levi menganggukkan kepalanya berlagak ngerti padahal engga. Lagian kenapa selembar kertas berisi puisi bisa mengundang segini banyak orang? Bahkan beberapa di antaranya ada yang sampai mengabadikan puisi itu dengan ponsel mereka.
Walaupun ada juga yang curi-curi foto Levi dengan alasan menelpon. Ga sadar ya dari tadi hp nya bunyi cekrak cekrek?
"Eh udah sampe kelas lo?"
Cekrek!
"Iya ini gue di si--"
Cekrek!
"--ni!"
Cekrek!
Bahkan murid di sekitarnya saja udah malu tapi tidak ada yang berani menegur.
Kasihan. Budeg kayaknya.
"Puisi doang," gumam Levi remeh sambil menggigit bibir, berusaha tidak menggubris laki-laki di samping kirinya yang masih bergestur seperti orang menelpon. Levi menengok lurus ke depan dan ikut memotret puisi itu tanpa sebab.
"Misi permisi, artis mau lewat lagi," serunya menjauh dari kerumunan. Ia berjalan menuju kelasnya namun berhenti di tengah jalan untuk membaca puisi tadi. Penasaran sih masa puisi doang sampe diramein segitunya?
Jadi iri. Puisi aja direbutin masa kamu engga?
Setelah menemukan apa yang ia cari dari ponselnya, Levi mulai membaca satu persatu kata yang tertulis indah itu.
"Nurani Bisu," ujarnya pelan membaca judul puisi itu.
"Apaan nih maksudnya nurani bisu?" Levi memang tidak begitu pandai menebak-nebak. Kalau main tebak-tebakkan sudah pasti Levi yang kalah duluan.
Nurani Bisu
Pedih
Lirih
Sakit sendiri
Letih aku berlari tanpa henti
Memeras keringat berburu jangka di balik sepiTitik menjauh hilang tanpa bekas abu
Buatku terjun gali kolam tak bertapak
Berenang.. berenang..
Lalu tenggelam
Dalam dasar mimpi yang telah lama hilangAku hidup
Tapi aku mati
Aku bernapas
Namun jantungku bungkam
Ingin sendiri tapi butuh sebab
Melawan malam demi rahayu si jiwaKuliti saja kacang itu
Terungkap nanti janji palsu
Kupas saja buah itu
Lama terbuai kata manismuSuara-suara menyebut memohon
Aku ingin tunggal
Hati berderu, berseru diantar malu
Temani aku sebentar-M
Levi mengerjapkan matanya. Dibaca ulang puisi tersebut karena ia belum mengerti. Sampai setelah 3 kali membaca, Levi lalu terdiam. Karena memang punya hati yang mudah menghangat dan meleleh, ia jadi sedih sendiri.
"Ihh kok sedih sih... Pasti penulisnya kesepian banget..," ujarnya prihatin padahal baru saja tadi si puisi diremehkan.
Levi kembali membaca puisi itu sekali lagi, terhanyut dalam kata-kata dan tak sadar bahwa nantinya ia akan menjadi salah satu penggemar berat dari siapa pun berinisial 'M' itu.
Levi menipiskan bibirnya sambil mengingat-ingat kejadian tadi. Nama yang disebut murid bermata empat tadi.
"M.. Mister E ya? Siapa Mister E?" tanyanya penasaran.
***
28 - 03 - 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
Mister E!
Fiksi Remaja--- "Woi! Lo udah liat puisi 'Mister E' yang baru?" tanya Levi setelah mengatur napasnya yang terengah-engah karena terlalu semangat berlari dari papan mading sampai ke kelas untuk memberi pengumuman penting ini pada cewek berambut gelombang di depa...