"A.. Aduh liv sakit."
Caera merintih saat telinganya ditarik livia, gadis itu menggeret Caera kearah ruang dance membuat anak-anak club yang melihat dua gadis itu hanya terkekeh pelan. Pemandangan biasa bagi mereka menyaksikan pertengkaran dua orang itu.
Livia langsung menggeret gadis it
u ketika melihatnya akan kabur kearah parkiran saat bell pulang telah berdering. Ia melepaskan jewerannya saat telah tiba didalam ruangan."Cae please, gue minta tolong banget sama lo jangan bolos lagi."
"Ini yang terakhir liv."
"Ngga cae, kita gak punya waktu lagi buat ubah-ubah formasi, lo gak boleh seenaknya, atau gue bisa aja ngeluarin lo sekarang juga dari tim perfom meski pun lo masuk dalam member inti, kalo lo milih tetep bolos."
"Jahat banget sih."
"Bodo."
Livia membuang pandangannya, "kalo gak bisa, lebih baik bilang dari sekarang, daripada nanti malah bikin ancur."
Caera meneguk ludahnya susah payah. Livia memang kalau sudah mode leader, auranya menyeramkan. Dia tak pernah pandang bulu jika sudah menyangkut club dance.
"Liv, katanya suruh ada tambahan solo couple di awal perform, lo gapapa kan?" Owen tiba-tiba saja telah berada didekat mereka, entah bagaimana mereka tak menyadari kehadiran laki-laki itu.
Dia menatap livia dengan sedikit hati-hati, menunggu jawaban gadis itu.
Livia tersenyum. "it's okay kak, gak masalah buat gue."
Owen menghembuskan nafas lega mendengarnya. Ia kira Livia akan keberatan, sebab menurutnya hal ini terkesan mendadak dan kurang cukup untuk bisa dikatakan tampilan terbaik.
Tetapi mengingat itu adalah Livia, tak ada yang tidak mungkin untuk gadis itu. Wakil ketua dance bukan sembarang jabatan yang ia dapat. Livia sangat cepat menangkap, ia bahkan bisa hapal hanya dalam hitungan menit beserta detailnya.
"Syukur kalo lo gak keberatan."
"Gak sama sekali. Btw nanti pasangan gue siapa?"
"Sama gue aja. Kalo sama yang lain takut ngebebani mereka."
Sorakan menggoda dari anggota club dance terdengar memenuhi ruangan.
"Cie paketu sama buketu bakal tambah lengket nih."
"Gess kapal kita berlayar."
Livia dan owen hanya bisa menggeleng heran melihat tingkah para anggotanya yang tidak habis-habis menjodohkan mereka.
Bagaimana tidak, Livia dan owen itu banyak dibicarakan sebagai couple terfavorit disekolah, walau dua sejoli itu mengklaim bahwa hubungan mereka tak lebih seperti yang mereka maksud, hanya hubungan sebatas senior dan junior.
Tetapi siapa yang percaya dengan itu, ketika melihat bagaimana serasinya mereka bila bersanding, membuat orang berspekulasi berbeda dan beranggapan kalau mereka memiliki hubungan spesial, apalagi setiap kali mereka membuat project terlihat seperti sepasang kekasih yang selalu bikin orang baper.
"Misi ya, masih ada gue disini." Celetuk caera Tiba-tiba membuat kedua orang itu menoleh kearah nya, owen dengan senyuman nya dan livia dengan wajah datarnya.
***
Afka berdecak kesal ketika bola yang dilempar nya lagi-lagi tidak masuk kedalam ring. Ia mengacak rambutnya frustasi.
"Ah elah ka, fokus napa." Taksa yang berada dibelakang laki-laki itu bergerak mendekat, melihat sahabatnya sudah seperti cacing kepanasan. "Lagi mikirin apa sih lo?"
Afka tak menjawab, ia bergerak mengambil lagi bola dan kembali melemparkannya kedalam ring yang hasilnya masih sama, tetap tak masuk juga.
"Sialan." Umpatnya pelan.
Taksa hanya bisa menggeleng melihatnya. Bukan hal yang langka lagi melihat cowok itu seperti ini, dia paham dengan yang terjadi pada afka, sebab laki-laki itu akan menjadi pemain basket terburuk apabila pikirannya tengah terganggu oleh sesuatu.
Sudah taksa survey sedari mereka beranjak dewasa. Afka memang orang yang seperti itu, dia tak bisa fokus saat tengah ada yang dipikirkannya.
Dan hanya ini satu-satunya hal yang dapat taksa pahami dari afka. Selebihnya mah ngeblur, ketutup soalnya sama muka datarnya.
"Kalo lo keberatan mah bisa aja lo larang." Harry ikut bergabung bersama mereka, ia kemudian menyodorkan botol air mineral. "Mau minum gak lo?"
Afka melengos, tak ada niat menjawab. Harry yang melihatnya, menyeringai. "Yakin gak mau? Dari ayang lo nih."
Sedetik kemudian botol air yang tadinya pada genggaman Harry berpindah ke tangan afka. Setelahnya ia langsung berbalik dan melangkah kearah pinggir lapangan.
"Ye dasar bucin."
"Ye dasar iri."
Taksa melotot mendengar ucapan Harry. "Diem lo kadal." Ia kemudian berlalu menyusul afka ke pinggir lapangan.
Dan Harry ditempatnya hanya bisa mengelus dada, dia sudah biasa kok ditinggal. Sudah punya sahabat dua-duanya, aneh semua lagi. Untung dia normal.
Kecuali untuk keadaan tertentu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Untold [Slow Update]
Teen FictionRasa cemburu afka menghancurkan segalanya.