BAB II

8 0 0
                                    

AS IF SHE WERE A SUN

OLEH : NICHOLE A

BAB II

FLASHBACK

          Adam mengenal Maria saat masih berusia sepuluh tahun. Rumah Maria hanya berjarak satu blok dari rumah Adam, teman sekolah, sekaligus orang pertama yang mengajak Adam berbicara saat yang lain menjauhi.

          Adam bukan anak populer di sekolah. Ia selalu duduk di bangku paling belakang saat sekolah dan tidak pernah bersuara. Saat jam makan siang, ia hanya sendiri di tempat duduk tersudut kantin. Terkadang beberapa anak laki-laki populer menjahili, menjatuhkan nampan makanan. Ia pernah mengadukan hal ini pada sang ayah, namun aduannya hanya dianggap angin lalu. Anak laki-laki harus kuat, begitu kata sang ayah, sedangkan ibunya sibuk dengan urusan pekerjaan. Hanya pulang ke rumah saat ia sudah terlelap.

          Saat Adam merasa sudah tidak sanggup lagi, Maria datang ke kehidupannya. Seperti malaikat, anak perempuan itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum hangat. Maria duduk bersamanya saat makan siang di kantin sekolah, ia juga menanyakan apa ada pelajaran yang masih belum dipahami. Meski tubuhnya mungil untuk ukuran anak berusia sepuluh tahun, Maria sangat berani. Ia melawan anak laki-laki populer yang menjahili Adam.

          Saat melihat keberanian Maria, Adam merasa malu dengan dirinya sendiri.

          "Aku minta maaf bila selalu menyusahkanmu, Maria."

          Maria tersenyum lebar. "Aku senang membantumu!" ujarnya penuh semangat.

          Setelah itu Adam bertekad untuk mengubah sikapnya. Ia tidak ingin menjadi anak laki-laki lemah yang bersembunyi di balik punggung anak perempuan. Ia memberanikan diri dan berjanji akan menjaga Maria.

          Ayah dan ibu Adam bukan orang religius. Tidak pernah sekali pun kedua orang tuanya mengajak pergi beribadah di hari minggu. Saat melihat Maria yang rajin pergi ke tempat beribadah, Adam ingin mengikutinya. Jadi, setiap hari minggu ia akan duduk di tangga Gereja Holy Trinity menunggu kedatangan Maria dan keluarganya.

          Adam benar-benar menjaga erat hubungannya dengan Maria meski tahun telah berganti dan mereka beranjak dewasa. Keduanya begitu dekat hingga tidak ada lagi rahasia yang disembunyikan satu sama lain.

          Saat masuk sekolah menengah atas, Maria sekolah di kota yang berbeda. Ayah dan ibu Maria menyekolahkannya di Academy of the Holy Names, sekolah katolik khusus perempuan di Albany, New York. Perjalanan yang ditempuh dari Syracuse ke Albany kurang lebih tiga jam lamanya. Adam ingin sekolah di kota yang sama dengan Maria, namun kedua orang tuanya menolak. Jadi, selama empat tahun hanya bisa bertemu saat libur musim panas, di Gereja Holy Trinity.

         Setelah lulus sekolah menengah atas, Adam memutuskan untuk melanjutkan studi di Universitas Manhattan. Sebaliknya, Maria di Syracuse. Ia tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan memilih untuk mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang diadakan gereja. Lagi-lagi jarak membuat mereka tidak bisa bertemu.

          Saat libur musim panas, Adam menyempatkan waktu untuk pulang hanya demi bertemu dengan Maria. Saat itu sedang ada kegiatan bakti sosial pengobatan gratis untuk warga sekitar. Adam begitu terpesona pada Maria. Perempuan itu tampak luwes melayani para tamu yang datang. Senyumnya yang ramah membuat Adam bernostalgia dengan pertemuan pertama mereka dulu di sekolah dasar.

          Saat hari beranjak siang dan pasien mulai berkurang, perempuan itu duduk menyandar di bangku sambil mengusap peluh. Rambut sebahunya yang berwarna cokelat terang tampak layu, tetapi mata birunya tetap berbinar cerah saat seorang perempuan tua mendatanginya dan meminta bantuan. Maria bangkit dan membantu dengan senang hati. Adam tertawa kecil melihat kejadian itu. Ia hanya berdiri di bawah pohon tak jauh dari tempat Maria, memperhatikan sejak pagi tanpa merasa lelah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 31, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AS IF SHE WERE A SUNWhere stories live. Discover now